Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Extra Part 7 : Apa Yang Kamu Sembunyikan, Trinity?

Mendadak Trinity ragu, menceritakan yang sebenarnya pada Zaki atau tidak.

Zaki datang dengan wajah ceria dan antusias ingin mengajaknya pergi. Trinity khawatir jika dia mengatakan Neo datang dan baru saja pulang, itu akan mengacaukan mood Zaki.

Dia tak bisa menebak bagaimana reaksi Zaki andai dia mengatakan yang sebenarnya. Mungkin Zaki bisa menerima, mungkin juga kekasihnya itu tak suka.

Setidaknya, Trinity tidak ingin bilang sekarang. Lebih baik nanti setelah mereka selesai nonton.

"Oh, barusan temanku datang. Kebetulan dia lagi di Jakarta. Jadi, mampir deh ke sini." Akhirnya itu jawaban yang dipilih Trinity.

"Teman kuliah?" tanya Zaki lagi.

Trinity tak menjawab, dia hanya balas menatap Zaki.

"Mau nonton film jam berapa? Please, jangan film horor. Film yang romantis aja deh. Ada, kan?" Trinity mengalihkan pembicaraan sambil mengambil piring berisi bolu dan gelas dari atas meja.

"Kamu nggak mau jawab, tamu kamu tadi teman kuliah atau apa?" Zaki masih menuntut jawaban dari pertanyaannya.

Trinity tersentak, tak menyangka Zaki tak bisa dialihkan.

"Apa perlu aku jawab detail? Dia cuma teman," jawab Trinity.

Zaki memandangi Trinity.

"Pasti teman cowok. Kalau dia cuma teman cewek, pasti kamu nggak keberatan nyebut namanya," katanya lagi.

"Kalau aku bilang dia cuma teman, berarti dia memang cuma teman." Trinity masih enggan mengatakan yang sebenarnya.

Zaki menghela napas.

"Oke, aku nggak mau jadi pacar posesif. Aku cuma berharap, kamu selalu jujur sama aku, Trin. Kita sudah sepakat, kan?"

"Iya, aku tahu. Sekarang, kita jadi mau nonton nggak?"

"Tentu saja jadi."

Trinity tersenyum untuk meredakan ketegangan.

"Aku beresin piring dan gelas ini dulu ya. Kamu mau minum apa? Sirup dingin atau teh hangat?"

"Nggak usah, Trin. Kita makan dan minum di mal saja. Aku yang traktir. Ini sudah tengah hari. Aku pengin nonton yang jadwal mainnya sekitar jam satu. Supaya kita pulangnya nggak malam. Kamu langsung siap-siap saja."

"Oke, aku masuk dulu ya. Nggak lama kok." Trinity masih tersenyum, lalu bergegas masuk rumahnya.

Bu Prita heran melihat Trinity membawa masuk gelas dan piring yang belum kosong.

"Lho, Neo sudah pulang?" tanyanya.

"Iya, Ma. Maaf ya, Ma, Neo nggak sempat pamit karena buru-buru. Tapi dia titip salam buat Mama dan Papa."

"Neo buru-buru kenapa?"

"Mm ... ada Zaki datang," jawab Trinity pelan.

Alis Bu Prita terangkat.

"Neo menghindari Zaki? Kenapa memangnya?" tanya Bu Prita lagi semakin heran.

"Neo masih suka kamu, Trin?" Bu Prita mulai memahami situasi.

"Nggak tahu, Ma. Dia bilang, dia datang cuma sebagai teman."

"Dan kamu, masih suka Neo?"

Trinity tersentak halus mendengar pertanyaan mamanya itu.

"Neo cuma teman." Suaranya terdengar tidak yakin.

"Sudah deh, Ma. Zaki datang mau ngajak nonton. Dia mau sekalian izin sama Mama. Nanti sore kami pulang kok." Trinity menyampaikan maksud kedatangan Zaki.
Dia merangkul lengan mamanya, menuntunnya berjalan perlahan ke teras.

"Ma, jangan bilang Zaki ya, tadi Neo ke sini," pesan Trinity dengan suara pelan.

Mata Bu Prita mengernyit.

"Trin, Mama nggak melarang kamu berhubungan dekat sama Zaki, asal kalian ingat batas-batasnya, Mama nggak pernah bosan ngingetin kamu tentang ini. Zaki belum jadi siapa-siapa kamu. Kalian belum terikat resmi. Tapi bukan berarti kamu boleh berbohong pada Zaki."

"Aku nggak bohong, Ma. Aku cuma mau menunda ngasih tahu Zaki. Zaki itu sensitif banget tiap dengar nama Neo. Aku takut dia ngambek kalau aku bilang sekarang."

Bu Prita menggeleng-geleng.

"Kalian ini, belum dua puluh tahun tapi hubungan percintaan kalian sudah rumit banget. Eh, ingat ya, saat nonton nanti nggak boleh macam-macam. Kamu jangan sengaja nempel ke Zaki dan Zaki, awas kalau dia megang kamu sembarangan. Kalian nggak mau mama ikut nonton dan duduk di antara kalian berdua, kan?"

"Aduh, Mama! Jangan dong," cegah Trinity.

Setelah Zaki bertemu Bu Prita dan minta izin, serta mendengarkan nasihat panjang lebar dan peringatan dari Bu Prita yang melarangnya berbuat macam-macam pada Trinity, akhirnya kedua sejoli itu berangkat ke mal terdekat berboncengan motor.

Sesampai di bioskop, Trinity bergidik ngeri melihat poster film horor Indonesia yang saat ini sedang hits. Walau diimingi-imingi janji ini film horor berkualitas karena mendapat banyak nominasi piala citra, Trinity tetap tidak berminat menontonnya.

"Zaki, please, jangan nonton film horor ini ya. Nonton film drama aja yuk. Ada film baru kayaknya cocok buat kita," usul Trinity.

"Film apa?"

"Film Indonesia juga. Judulnya Posesif. Aku udah baca sinopsisnya. Pesan moralnya bagus, ngasih contoh nggak baiknya jadi orang terlalu posesif."

Zaki mengernyit. "Nyindir kita dong?"

Alis Trinity terangkat sedikit. "Kita?"

Zaki mengangguk. "Iya, kita. Kamu hampir posesif aku nggak boleh ngerjain tugas bareng Alex, dan aku ... jujur aja, nggak suka kalau kamu masih akrab sama Neo."

Trinity menelan ludah. Benar dugaannya, Zaki masih belum sepenuhnya percaya padanya. Ah, jangankan Zaki, Trinity sendiri pun harus berusaha sekuat tenaga menepis pesona Neo yang makin terpancar kuat.

"Itu sih bukan posesif. Itu cuma cemburu. Bumbu cinta," sahut Trinity.

Zaki tersenyum. "Bumbu kalau kebanyakan juga nggak enak. Bikin rasa jadi kacau."

"Ini kita masih ngomongin cinta atau sudah ganti bahas makanan?

Zaki terkekeh. "Ya, cinta lah, Sayang. Tadi kamu kan lagi ngomongin bumbu cinta."

"Jadi, setuju nggak nonton film Posesif aja? Eh, tapi, kamu nggak pengin banget nonton film horor itu, kan? Jangan-jangan karena aku nggak mau nonton film horor, kamu jadi nonton sama yang lain."

Zaki menyeringai. "Kalau nontonnya sama Bobby, nggak apa-apa, dong?"

Trinity menatap mata Zaki agak lama. Seolah ingin mendeteksi kejujuran Zaki melalui matanya.

"Janji ya, jangan nonton sama Alex!" Trinity mengingatkan.

"Nah, kamu posesif nih. Masa cewek yang boleh nonton sama aku cuma kamu."

"Yaiyalah. Itu bukan posesif, tapi memang harusnya begitu."

"Walau Alex cuma teman?"

Trinity menghela napas.

"Zak, selingkuh itu, bisa terjadi bukan karena mau, tapi karena ada kesempatan."

Zaki menatap serius Trinity.

"Itu berlaku buat kita berdua, kan? Bukan cuma buat aku aja?"

Trinity tersentak nyaris tak kentara.

"Kita kebanyakan ngobrol nanti keburu telat nonton film jam satuan. Buruan deh beli tiketnya." Trinity mengalihkan pembicaraan.

"Oke, aku beli tiket dulu. Posesif ya?"

"Iya, Sayang," sahut Trinity.

Zaki tersenyum, lalu bergegas antri tiket. Untunglah antrian tidak panjang.

Trinity menunggu di luar barisan, tapi tetap dekat antrian. Dia memandangi Zaki, menimbang-nimbang lagi apakah sebaiknya dia menceritakan pada Zaki tentang kedatangan Neo ke rumahnya.

Setelah Zaki mendapatkan tiket, dia menawarkan Trinity makanan di bioskop itu untuk makan siang. Karena mereka tak punya waktu lagi makan di luar bioskop. Trinity setuju.

Trinity memutuskan menunda lagi memberitahu Zaki. Dia ingin membiarkan Zaki fokus menikmati film yang mereka tonton.

Sepanjang film diputar, mereka benar-benar fokus hanya menonton sambil mengunyah popcorn. Zaki tidak pernah memanfaatkan suasana dalam bioskop yang gelap untuk berbuat yang tidak-tidak pada Trinity. Bagi Zaki, tidak menyentuh Trinity sembarangan adalah caranya menghargai Trinity.

"Zak, kamu laper nggak?" tanya Trinity setelah film usai dan mereka sudah keluar dari twenty one.

"Aku masih kenyang. Kamu sudah laper?" sahut Zaki.

"Masih kenyang juga. Tapi aku pengin kita minum-minum dulu sebentar sebelum pulang. Gantian, sekarang aku yang nraktir."

"Oke, aku setuju kalau cuma minum."

Zaki juga setuju dengan kafe yang dipilih Trinity. Keduanya hanya memesan minuman dingin dan french fries.

"Zaki, ada yang pengin aku omongin sejak tadi. Tapi aku takut kamu marah," kata Trinity setelah menyesap minumannya dua kali teguk.

Pangkal alis Zaki mendekat.

"Kata-kata kamu bikin curiga. Itu artinya, apa yang mau kamu bilang berpotensi bikin aku marah?"

Trinity hanya diam menatap Zaki.

"Kamu mau ngomongin Neo. Sejauh ini cuma nama itu yang bisa bikin aku kesal," tebak Zaki.

Degg!

Trinity tertegun, jantungnya berdetak lebih cepat. Dia tak menyangka Zaki bisa menebak dengan tepat dia ingin membicarakan Neo.

"Kamu nggak perlu kesal sama Neo. Biar gimana pun, dia teman kita."

"Aku nggak pernah merasa temenan dengannya. Dia cuma mantan teman sekelas. Dan buat kamu, dia teman yang masih ngarepin kamu."

Trinity berusaha mengabaikan tuduhan Zaki itu.

"Aku udah janji bakalan selalu jujur sama kamu."

Zaki terdiam, menunggu Trinity menjelaskan.

"Tamu yang tadi datang ke rumahku sebelum kamu, adalah Neo." Akhirnya pengakuan itu meluncur dari mulut Trinity.

Zaki terbelalak. Untunglah dia tidak sedang menyedot minumannya hingga dia tidak tersedak.

"Aku udah curiga kamu nggak jujur. Kenapa tadi waktu kutanya di rumahmu kamu nggak bilang aja terus terang? Kamu sengaja mau ketemu Neo diam-diam?" Beruntun pertanyaan Zaki, raut wajahnya terlihat kesal.

"Tadi aku takut kamu marah terus kita nggak jadi nonton. Maaf, Zak. Aku nggak bermaksud nggak jujur. Aku cuma nunda ngasih tahu yang sebenarnya. Makanya baru sekarang aku bilang, saat kita udah santai."

Zaki menyandarkan punggung ke kursi. Dia menghela napas sambil memandangi Trinity.

"Sampai kapan Neo di Indonesia?" tanyanya.

"Dia bilang sebulan."

Trinity terkejut melihat Zaki tergelak.

"Perfect!" ucap Zaki.

"Apa maksud kamu?"

"Neo masih lama di sini. Aku yakin kalian bakal janjian ketemu lagi, tanpa aku." Kata-kata Zaki itu bernada sindiran, dia mengucapkannya sambil menatap Trinity dan tersenyum.

"Aku nggak bisa melarang Neo nemuin aku. Dia teman kita dan dia nggak punya salah sama kita," sergah Trinity.

Zaki menggeleng-geleng.

"Kalau dia ngajak kamu jalan tanpa izin sama aku, berarti dia salah. Kita memang baru pacaran, belum nikah dan aku belum punya hak atas kamu. Tapi ada yang namanya etika pertemanan. Kalau Neo menghargai aku, harusnya dia permisi sama aku."

Lidah Trinity mengelu. Mendadak dia tak tahu harus berkata apa. Karena sepertinya ucapan Zaki itu benar.

"Aku tahu kamu masih suka dia."

Lagi-lagi ucapan Zaki menyentak Trinity, membuat alisnya terangkat tinggi.

"Aku cuma nggak mau musuhan sama Neo, Zak. Aku nggak milih dia, bukan berarti aku harus jauhin dia, kan? Kita bukan anak SMA lagi. Kita belajar bersikap dewasa. Kita bisa tetap temenan dengan Neo."

"Oya? Apa kamu juga bisa bersikap dewasa menghadapi hubunganku dengan Alex? Kamu ngelarang aku satu tim sama Alex. Padahal aku dan Alex satu jurusan, satu angkatan, satu kelas, cuma karena dia cewek. Kamu takut terjadi sesuatu antara aku dan Alex. Kamu sadar nggak, aku juga nggak mau terjadi sesuatu antara kamu dan Neo?"

Trinity menghela napas. Lagi-lagi Zaki benar.

"Jadi gimana? Apa kita perlu nambah kesepakatan lagi? Kamu nggak boleh berteman dekat dengan cewek lain, dan aku nggak boleh dekat dengan cowok lain?" tanya Trinity, tak tahu lagi harus mendebat Zaki bagaimana.

"Aku cuma pengin kita saling jujur."

"Jadi maksudmu, kita jangan saling mengekang, jangan saling posesif, yang penting saling jujur dan saling percaya?" tanya Trinity membuat kesimpulan dari ucapan Zaki.

Zaki mengangguk. "Kamu bisa begitu?" Dia balik bertanya.

Trinity tersenyum. "Bisa. Kenapa nggak?"

Zaki balas tersenyum. "Kita tunggu aja buktinya nanti."

Kening Trinity berkernyit. "Kamu masih nggak percaya sama aku?"

"Kamu nggak pernah dengan tegas bilang udah nggak punya perasaan apa-apa sama Neo."

"Aku kan sudah bilang, aku cuma nganggep Neo sebagai teman."

Zaki menghela napas.

"Aku cuma berharap, Neo berani nemuin aku. Itu kalau dia punya etika dan bukan pengecut," lanjut Zaki.

Trinity hanya bisa diam.

"Kita pulang sekarang," ajak Zaki.

Mereka berjalan bersisian menuju parkiran motor tanpa berpegangan tangan seperti saat datang.

Sepanjang perjalanan dibonceng motor Zaki, Trinity belum merasa lega. Kapankah dia dan Zaki bisa benar-benar saling percaya dan tidak saling curiga?

**==========**

Hola!

Bab ini sebenarnya setelah bab yang nyeritain Neo datang ke rumah Trinity saat liburan di Jakarta. Neo pulang pas banget, nggak lama Zaki datang. masih ingat nggak?

Mau lagi lanjutan Zaki dan Trinity? Atau udah bosen? ^_^


Salam,

Arumi

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro