Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

5. Kembali Dingin

Sejak kejadian dikejar-kejar bodyguard Liberty, sikap Neo masih belum berubah. Dia tidak menyapa Liberty, bahkan seolah enggan melihat ke arah gadis itu. Keengganannya itu bukan lantaran benci, dia hanya tak ingin terlibat dengan seseorang yang terlalu penting. Kenyataan bahwa Liberty diikuti dua orang pengawal ke mana pun dia pergi, jelas menunjukkan bahwa Liberty bukanlah gadis biasa. Neo tak tahu siapa Liberty sebenarnya, dan dia tak ingin mencari tahu. Sudah pasti orang tua Liberty punya kedudukan penting hingga putrinya harus dikawal ke mana-mana.

Namun Liberty bukanlah gadis yang mudah menyerah. Dia tak bisa membiarkan dirinya diabaikan begitu saja. Apalagi dia tidak salah. Dia hanya belum ingin terbuka mengenai satu informasi tentang dirinya dari siapa pun. Termasuk pada Neo, cowok yang saat ini paling dekat dengannya dan diam-diam disukainya.

"Neo, hari ini jadwalku belajar bahasa Spanyol, kan?" tanya Liberty setelah berhasil menyamai langkah Neo saat mereka keluar dari kelas kuliah terakhir hari ini.

Tanpa menghentikan langkahnya, Neo menyahut, "Maaf, Lib. Hari ini aku nggak bisa. Aku ada acara lain." Dia tak menoleh ke Liberty ketika mengatakan itu. Pandangannya lurus ke depan, ke arah pintu keluar gedung kampusnya ini.

"Acara lain? Kok mendadak banget." Liberty tak bisa menyembunyikan ekspresi kecewanya.

"Aku nggak punya kewajiban menjelaskannya padamu," sahut Neo, tetap dengan sikap dingin.

"Tentu saja harus kamu jelaskan. Aku sudah membayar jasamu jadi pengajarku satu bulan. Kamu yang bilang, urusan belajar bahasa Spanyol ini harus profesional. Kalau kamu nggak bisa ngajarin aku hari ini, aku harus tahu apa alasannya." Suara Liberty agak meninggi, pertanda sedikit kesal dengan sikap tak peduli Neo.

Neo menghela napas. "Ada undangan penting yang harus aku datangi. Itu alasanku nggak bisa mengajarimu bahasa Spanyol hari ini. Sudah jelas?"

Bibir Liberty masih mengerucut. "Undangan penting apa?" desaknya, masih tak puas dengan jawaban Neo.

"Acara pertemuan mahasiswa asal Indonesia yang kuliah di kota ini dengan duta besar Indonesia untuk Spanyol."

Alis Liberty terangkat, jawaban Neo itu benar-benar membuatnya terkejut. "Kenapa aku nggak diundang? Aku juga mahasiswi yang kuliah di kota ini," katanya, muncul kernyitan di pangkal alisnya.

Neo mengangkat bahu. "Mana aku tahu kenapa kamu nggak diundang. Tenang saja, aku tetap bertanggungjawab dengan tugasku. Aku akan mengganti jadwal belajarmu di hari lain. Sekarang, aku permisi dulu. Aku harus siap-siap," katanya. 

Mereka sudah berada di luar gedung kampus. Tanpa menunggu Liberty menyahut, Neo berjalan menjauh dengan langkah cepat. Kali ini Liberty tak mengikuti Neo. Dia hanya berdiri di tempatnya memandangi kepergian Neo. Pikirannya masih terusik dengan undangan yang diterima Neo dari Duta Besar Indonesia untuk Spanyol itu. 

Untuk apa Neo diundang? Pertanyaan itu berkecamuk di kepalanya.

"Jadi, cowok sok dingin dan nggak menghargaimu seperti itu yang kamu sukai?"

Suara itu membuat Liberty menoleh. Matanya membesar melihat Saka sudah berada di depannya, berdiri bersandar ke sebuah mobil mewah yang berhenti di depan teras gedung kampusnya ini. Cowok itu memandanginya dan tersenyum. Namun di mata Liberty, senyum itu terkesan menyebalkan.

"Ngapain kamu ke sini?" tanyanya bernada kesal.

"Ayahmu yang memintaku melihat keadaanmu hari ini," sahut Saka santai, tak terpengaruh dengan sikap Liberty yang masih tak bersahabat.

"Kamu nggak perlu repot-repot menuruti permintaan ayahku. Please, nggak usah mencampuri urusanku."

"Aku nggak ikut campur. Apa yang kubilang tadi benar, kan? Itu kesan yang kutangkap melihat sikap cowok tadi padamu. Sombong banget dia. Memangnya dia siapa sih? Anak presiden aja nggak sombong begitu," sindir Saka.

"Dia bukan sombong, gayanya memang begitu. Agak dingin. Lagian, memangnya kamu pernah ketemu anak Presiden?" Liberty tetap membela Neo.

"Jangan menganggap remeh aku. Aku sudah sering ketemu anak-anak yang ayahnya punya jabatan penting. Cowok itu bukan agak dingin, dia cuma sok dingin. Dia mengira dirinya terlihat keren dengan bersikap nggak peduli. Herannya, banyak cewek yang tergila-gila sama cowok sok dingin seperti itu. Percayalah, cowok hangat itu lebih menyenangkan dan nggak membosankan. Seperti aku misalnya."

Liberty mendelik dan sama sekali tak berminat tersenyum. "Jangan mengaku kamu nggak membosankan. Buktinya aku bosan kamu ikutin terus. Apa kamu nggak ada kegiatan lain yang lebih penting dibanding cuma ngikutin aku?" sindir Liberty. Nada suaranya biasa, tapi kata-katanya terdengar tajam.

Saka mengangguk. "Sudah kubilang, bukan kemauanku ngikutin kamu. Oke, aku pergi sekarang. Aku harap kamu baik-baik aja. Aku nggak mau disalahin ayahmu kalau terjadi apa-apa sama kamu," sahut Saka. Dia bergegas masuk ke mobilnya. Dan tak lama mobil itu melaju meninggalkan tempat ini.

Liberty hanya menghela napas gusar. Dia tak peduli Saka pergi. Dia masih memikirkan Neo.

Apa maksud sebenarnya Neo diundang bertemu Duta Besar Indonesia untuk Spanyol? Pertanyaan itu kembali mengusik benaknya. Dia benar-benar mencurigai undangan yang diceritakan Neo itu. Dia yakin, ada maksud-maksud tertentu di balik diundangnya Neo ke acara itu.

oOo

Sesampai di apartemennya, Neo membuka tempat penyimpanan biolanya. Sejak dia pindah ke kota ini, dia belum memainkan biolanya itu. Dia khawatir suaranya akan mengganggu tetangganya, Namun,  dia harus berlatih. Diundang tampil di hadapan duta besar Indonesia adalah suatu kehormatan.

Neo menutup jendela rapat-rapat. Menyalakan lampu. Lalu mulai memainkan biolanya. A Thousand Years. Dan bayangan Trinity berkelebat dalam benaknya.

Teringat lagi adegan di acara perpisahan sekolah SMA-nya. Dia memainkan lagu favorit Trinity ini di hadapan hampir semua penghuni sekolah sambil mengakui Trinity sebagai cinta pertamanya.

Usai memainkan lagu itu, Neo terdiam sejenak. Menunggu suara-suara. Mungkin tetangganya menggedor pintu memintanya berhenti berisik? Tapi hingga lima menit kemudian suasana masih hening.

Neo melanjutkan memainkan lagu berikutnya. Segala memori indah masa akhir SMA-nya tersaji di benaknya. Trinity. Trinity. Trinity.

Usai memainkan dua lagu lagi, Neo berhenti. Dia mengempaskan tubuhnya ke sofa. Meletakkan biolanya di atas meja. Lalu meraih ponselnya. Muncul wajah manis Trinity yang tersenyum di wallpaper ponselnya.

Dia sudah bahagia bersama yang lain, batin Neo.

Dia pandangi beberapa saat lagi wajah Trinity di foto itu. Lalu dia memutuskan. Dia mengganti wallpaper ponselnya. Bukan lagi foto Trinity yang dulu pernah dikirim gadis itu untuknya. Dia menggantinya dengan foto langit-langit La Sagrada Familia.

Untuk sekarang, aku nggak mau terganggu memikirkanmu. Aku pengin menikmati waktuku di sini, pikirnya.

"Bye, Trin," ucapnya getir. Dia menghela napas panjang, lalu memejamkan matanya.

**==============================**

Halo semua. Ketemu lagi dengan lanjutan cerita ini.

Tunggu part selanjutnya ya. Ada kejutan yang benar-benar bikin Neo melongo.

Oh iya, di sini ada yang baca novelku yang baru terbit di Loveable nggak? Judulnya "Aku Tahu Kapan Kamu Mati". Ini novel remaja yang menggabungkan horor, misteri penuh teka-teki dan romance anak SMA. 

Mau sekadar info aja nih. Alhamdulillah, novel ini terbit Oktober 2018 dan sekarang januari 2019 sudah cetak ulang ke-2 dan akan difilmkan.

Menurut teman-teman yang sudah baca cerita ATKKM, siapa nih artis yang pantas memerankan Siena?

Horor banget ya covernya :D 


Salam,

Arumi

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro