Twins Pov
Sejak kecil, Kanae kurang suka dengan air. Ia tidak terlalu suka mandi.
Namun, aku ingat ayah melakukan hal yang menarik untuk membuatnya mau mandi.
.
.
.
"Grrrrr!!!" Kanae menggeram sambil membentangkan tangannya di depan Hanae.
Keduanya tersudut di pojok ruangan.
Bokuto yang melihat tindakan defensif Kanae memanyunkan bibirnya.
"Kalian harus mandi! Bayi harus mandi!"
Bokuto berulang kali bergerak ke kanan dan ke kiri untuk menangkap Kanae, namun Kanae dengan gesit menghindar.
Grab! Kanae tidak menduga jika ia akan didekap erat, membuatnya terbenam pada dada bidang si ayah.
"Ga mau mandi!!" Protes Kanae.
"Kalian habis main di lumpur, jadi harus mandi."
Bokuto menggendong Kanae memasuki kamar mandi, sementara Hanae mengekor.
Si kembar yang tadinya bersih wangi itu belepotan lumpur setelah bermain di luar saat hujan, mau tidak mau mereka harus mandi.
"Ohh, akhirnya kamu membawanya."
Akaashi sudah menanti di kamar mandi, di samping bathup air panas.
"Kana rewel, biar aku saja yang mandikan."
Akaashi mengangguk mengiyakan, ia meminta Hanae untuk mendekat dan melepas pakaiannya.
"Hana Nee-chan!!!" Pekik Kanae yang melihat kakaknya itu dengan tenang bersama Akaashi.
"Kana juga mandi kan?"
Kanae menggembungkan pipinya, tidak mau menuruti kata Hanae.
"Ish, lihat? Anak siapa ini kotor sekali?"
Bokuto melepas pakaian Kanae yang penuh lumpur, meski memberontak, tenaga Kanae tidak membuat Bokuto bergeming.
Di sisi lain, Hanae duduk dengan tenang sambil dibersihkan oleh Akaashi.
Akaashi mengarahkan shower ke atas puncak kepala Hanae.
"Pejam matamu." Hanae menurut.
Akaashi menyiram shower dari puncak kepala Hanae, mengusap sisa lumpur yang menempel. Setelah bersih, Akaashi mulai menggosokkan sabun pada tubuh Hanae.
"Lihat? Tidak ada yang menakutkan dari mandi?"
"A-aku ga takut ko!"
Melihat putrinya masih keras kepala, Bokuto menyodorkan bebek karet di depan Kanae.
"Nih, temenan sama tuan bebek dulu."
Kanae menggenggam bebek karet itu, matanya berbinar cerah melihat warna kuning terang.
Bokuto pelan-pelan membersihkan lumpur dari tubuh Kanae, setelah bersih dengan air, ia menggosokkan sabun.
"Tuan bebeknya juga!" Pinta Kanae.
"Roger!!" Bokuto menyabuni bebek karet itu dan membuatnya tenggelam dalam busa.
"Kou, jangan kelamaan." Tegur Akaashi.
Setelah membilas sabun, Hanae masuk ke dalam bathup berisi air panas.
"Sebentar~" Bokuto segera membilas sabun dari tubub Kanae, ia cemberut saat busa tuan bebek juga hilang.
"Sini, sini~" Bokuto mengambil bebek karet itu dan meletakkannya dalam bathup, mengambang di sekitar Hanae.
"Oooh!" Kanae bersorak girang, bebek karet itu terlihat sangat menarik di matanya.
"Yup, saatnya berendaa~m" BYURRR!!!
Bokuto memasukkan Kanae ke dalam bathup, bergabung dengan Hanae berendam air panas.
*****
Hanae kakaku, tubuhnya kecil dan lemah. Karena itu aku selalu di sisinya.
Sebagai Alpha dan wanita, takkan ku biarkan siapapun menyentuh Hana Nee-chan.
.
.
.
"Kanae, kamu berkelahi?"
Kanae hanya diam dengan bibir cemberut, seragamnya kusut.
"Hari pertama masuk sma sudah bikin ribut, hah?"
Shouhei mengerutkan alisnya, tak habis pikir dengan adiknya yang cukup sulit dikontrol.
"Nii-chan, Kanae berkelahi karena aku..."
Apa lagi jika pemicu amarah Kanae berkaitan dengan Hanae.
Shouhei menjadi wali Kanae dan Hanae di sekolah menggantikan kedua orang tuanya, karena kedua bersaudari itu sekolah di Kyoto di mana tim Voli Shouhei berada.
Usianya yang sudah 24 tahun tentu bisa bersikap tenang menghadapi situasi yang terdengar kacau.
Seorang siswi menghajar senior kelas tiga hingga dua dari 5 orang harus masuk rumah sakit, dengan alasan 5 orang siswa itu mencoba menggoda salah satu siswi.
Karena kejadian ini, Hanae dan Kanae disuruh untuk pulang lebih awal.
Begitu pintu apartment Shouhei di buka, kedua orang tuanya sudah berada di sana.
Datang jauh-jauh dari Tokyo.
Kedua bersaudari itu menunduk takut, bukan karena kehadiran ayah mereka.
Tapi ibu mereka.
Akaashi hanya duduk di sofa, menyesap teh.
Meski Alpha di katakan sebagai makhluk dominan, jangan remehkan amarah seorang Omega.
"Kanae, jika kamu terus begitu, Hanae tidak akan mendapat pasangan."
Tidak ada yang berani membuka mulut untuk menjawab Akaashi.
"Jika kalian tidak bersaudara mungkin urusannya akan berbeda."
Iris zamrud itu menengadah, menepuk sisi kosong di sampingnya.
Kanae dan Hanae menurut dan duduk di samping Akaashi.
"Kamu mengingatkan ku pada ayahmu dulu, riang dan buas."
Buas? Bokuto mengerjapkan matanya polos, merasa heran.
Dari mananya ia terlihat memiliki sisi buas?
Cuma di ranjang, Bok.
"Tapi jika kamu terus begini, bukankah kamu akan mengekang kakakmu?"
Kanae menatap Hanae, iris zamrudnya membesar.
"H-hana nee-chan terkekang?"
Hanae menggelengkan kepalanya.
"Tidak, aku malah merasa aman karena ada kamu--aduh!" Hanae memekik, Akaashi menyentil jidatnya.
"Jangan bergantung terus pada adikmu."
"Mhuu--!!" Kali ini hidung Kanae yang dijepit Akaashi.
"Jangan memanjakan kakakmu terus menerus."
Keduanya didekap erat oleh Akaashi.
"Ada di saat tertentu kalian akan menapaki jalan yang berbeda."
Hanae dan Kanae mengerti maksud Akaashi, akan ada saat di mana Hanae dan Kanae memiliki keinginan yang berbeda.
Pilihan hidup yang berbeda.
Memiliki pasangan dan keluarga sendiri-sendiri.
Jika mereka terus menempel, kapan mereka akan mulai berpikir untuk diri sendiri?
"Ayah, apa ibu dulu begitu?"
"Ohh, maksudmu bersikap manja begitu?"
Sebenarnya yang dimaksud Shouhei bersikap bijak dalam mengambil keputusan, tapi sepertinya Bokuto salah paham.
"Ibumu itu orang yang pemalu dan suka cemas, begitu aku memaksanya untuk bersikap manja dia demam selama dua hari." Bokuto tertawa.
Shouhei mendelik, tak bisa membayangkan betapa kacau emosi ibunya saat masih muda bersama ayahnya yang hyperaktif.
"Pada awalnya dia kesulitan, dan pada akhirnya sikap manja itu selalu melekat hingga kini."
Akaashi menoleh ke arah Bokuto, tersenyum simpul.
"Kou, bisakah kita makan malam di luar?"
"Tentu, sayang~"
Shouhei hanya diam memperhatikan, jika ibunya manja, maka ayahnya bucin.
*****
Seorang wanita pertengahan 40 itu membenarkan posisi kaca matanya, dengan senyum sumringah menatap dua orang wanita yang sedang ia interview.
Keduanya memiliki wajah dan warna rambut yang serupa, hanya saja penampilannya berbeda.
Kanae memiliki perawakan yang tinggi dengan tubuh yang cukup atletis, meski begitu payudaranya terbentuk dengan sempurna dan cukup besar menonjol.
Rambutnya di sanggul ala messy bun, ia memakai hoodie crop top berwarna pink berlapis jaket jeans oversize, celana hitam, dan sepatu kets putih.
Sedangkan Hanae memiliki perawakan yang lebih pendek dan terkesan lembut. Tubuhnya tidak terlalu kurus, dadanya juga biasa saja tidak seperti Kanae. Dengan rambut tergerai, poni di sisir ke kiri dengan helai rambut di bagian kanan yang diselipkan ke belakang telinga.
Di tambah kaca mata minus bertengger di pangkal hidung, ia memakai sweater coklat dengan rok berbahan jatuh berwarna cream semata kaki, dan sandal musim panas model gladiator berwarna putih.
"Jadi sebelumnya kalian bermain voli bersama?"
"Yup, kami sejak kecil hingga sma satu sekolah dan berada di tim yang sama." Jawab Kanae.
"Lalu kenapa sekarang kalian berbeda profesi?"
Kedua bersaudari itu saling pandang, tersenyum simpul merasa deja vu.
"Karena kami memiliki impian yang berbeda." Jawab Hanae.
Jurnalis wanita itu mengangguk mengerti, setelah melihat guide interview ia kembali bertanya.
"Bokuto-san, kenapa kamu memilih berkarier sebagai atlit dan model?"
Kanae mengerutkan alisnya, ia menoleh ke arah Hanae yang duduk di sampingnya.
"Sebenarnya aku hanya ingin menjadi atlit voli, namun karena Hana nee sering mengupload foto ku di sosial media, itu menarik perhatian orang lain."
"Aku yang membujuk Kana untuk menerima tawaran menjadi model." Tambah Hanae.
"Begitu, ahh ku dengar kamu juga berkarier sebagai desainer game dan bekerja sama dengan Kodzuken?"
Hanae mengangguk mengiyakan.
"Beliau mengajakku untuk mendesain game online bersama."
"Kucing tua itu hanya tertarik pada para otak encer di keluarga Bokuto." Cemberut Kanae.
"Ish, Kana jangan gitu cuma karena kamu dan ayah sering diabaikan saat ngajak bicara."
Kanae masih cemberut.
"Hehe, menarik, ku rasa sudah cukup untuk interview hari ini, untuk selengkapnya mungkin nanti aku menghubungi... um..."
Keduanya sama-sama Bokuto-san.
"Hubungi saja Hana nee, aku malas berurusan dengan hal yang ribet." Tunjuk Kana pada kakaknya.
"Ohh, baiklah, terimakasih Bokuto-san."
Kedua bersaudari itu balas membungkuk.
"Tentu, Yamamoto-san."
Ini adalah yang ketiga kalinya Yamamoto Akane mewawancarai orang-orang bernama Bokuto.
*****
Author Note :
Rada pendek dari biasanya karena kemarin aku nyelesaiin dua chapter baru di sebelah, yup dua book buat rayain ultah BokuAka yang berisi chapter dan one shot dengan beraneka genre.
Suka konten bdsm? Silahkan cek chapter Body and Money 💵 dalam Book Bokuto Kotaro.
Suka konten makhluk mistik? Silahkan Cek chapter Akaashi in Wonderland : Shio Arc (1-2) dalam book Akaashi Keiji.
Sekalian promo cerita lain yang ku buat walau jarang up karena tergantung ide, yok ramaikan dengan komentar 😂
Btw, karena kemarin ku iming²i chapter bonus kalau hastagnya naik dari #9 - World, dua hari kemudian hastagnya turun jadi #11 - World.
Itu berarti ga ada chapter bonus ye ehe 😌 kecuali kalian menghasut ku 🌝
See you on next chapter~
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro