Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Lamaran

Seorang wanita dengan rambut dicepol menyusuri lorong yang didominasi warna putih.

"Suster Bokutoo~"

Sapa seorang anak kecil dengan pakaian khusus pasien berada di depannya.

Wanita itu tersenyum pada anak itu.

"Kamu sendirian di sini?"

Anak itu menggeleng, ia lalu menunjuk seorang gadis dengan surai cerah yang kemerahan tengah berlari kecil dengan wajah pucat menuju mereka.

Gadis itu juga memakai pakaian rumah sakit, lengan kirinya dipakaikan gips untuk patah tulang.

"Kakak itu tidak sengaja menelan cacing yang ku temukan di taman."

"Hah??"

Bokuto nee-chan kembali menatap gadis yang ia kenali.

Air mata menggenang dari iris madunya.

"Bokuto-saaaan! Tolong Akuuu--"

"Natsu! Jangan lari!"

Dibelakang gadis itu, ada seorang lelaki yang mengejarnya dengan rupa yang hampir sama.

"Apa yang terjadi di sini?"

Sebelum si kakak beradik Hinata muncul di hadapan Bokuto nee-chan, mereka sedang berada di taman untuk sekedar mencari udara.

Natsu masuk rumah sakit karena tidak sengaja mematahkan lengannya, akibat jatuh bersepeda di jalan turunan gunung yang dulu biasanya Shoyo lalui.

Hari ini, Shoyo datang berkunjung dan mengajak Natsu keluar dari kamarnya.

Saat mereka di luar, mereka tidak sengaja berpapasan dengan anak kecil yang tengah bermain di tanah.

Natsu pun dengan gemas ikut bermain dengan anak itu, tapi tidak ada yang menduga ketika anak itu menggali dan mulut nlNatsu terbuka...

Seekor makhluk lunak berwarna pink ikut terserok dan muncul di udara.

Kelanjutannya ya seperti yang bisa kalian lihat.

"Kau sudah merasa baikan?"

Natsu hanya mengangguk tanda mengiyakan, ia berbaring dengan lemah di kasurnya.

Baru saja memuntahkan makhluk itu.

"Sepertinya untuk ke depan aku tidak mau makan yakisoba."

Shoyo hanya mengangguk mengiyakan, ia perlahan-lahan menyembunyikan kantong plastik yang tadi ia bawa.

Iya, isinya yakisoba.

"Istirahatlah, aku yakin kau akan baik-baik saja." Ujar Bokuto nee-chan sambil memeriksa perut Natsu.

Shoyo hanya mengulum senyum, lagi.

Bokuto nee-chan tidak habis pikir dengan apa yang baru saja ia lalui, setelah mendengar rengekan Natsu ia segera berteriak meminta ruang operasi di kosongkan.

Namun, karena semua perlu proses... Bokuto nee-chan mengambil langkah cepat dengan memukul bagian ulu hati Natsu, dan membuatnya muntah.

Demi apapun, ini kekerasan.
Jadi jangan ditiru.

Tindakan itu berhasil membuat cacing yang ditelan Natsu keluar, hanya saja metodenya terlalu barbar.

Tersadar sesuatu, Bokuto nee-chan menoleh pada Shoyo.

"Bukannya kau sedang ada pertandingan?"

"Tadi pagi sih iya, kami tidak menduga akan memenangkan game dalam 2 kali putaran."

Bokuto nee-chan mengangguk mengiyakan.

"Berarti Kou sekarang sudah pulang ya?"

Teringat sesuatu, Bokuto nee-chan menarik sebuah kursi dan duduk di dekat kasur Natsu.

"Nee, nee~ kau mau tau bagaimana adikku melamar istrinya?"

Natsu yang seorang anak gadis tentu tertarik dengan cerita seperti itu, ia dengan antusias mengangguk.

Shoyo yang juga duduk di dekat Natsu penasaran, karna ia sendiri tidak pernah tahu selain secarik undangan yang menyatakan pernikahan mereka dulu.

.
.
.

Saat itu malam tahun baru di mana sebuah keluarga akan berkumpul dalam satu atap bersama.

Tak jarang juga dengan teman-teman bagi anak perantauan.

Di malam itu, Bokuto mengundang keluarga Akaashi untuk makan malam bersama.

Tapi tidak ada yang menduga jika Bokuto akan menyabotase acara itu.

Di saat mereka semuah tengah menyantap makan malam, tiba-tiba...

"KRAAAK!??"

Suara itu berasal dari mulut Akaashi, ia sendiri terkejut telah mengunyah sesuatu.

Semua anggota keluarga tentu khawatir dengan kondisi Akaashi.

Bokuto nee-chan yang noteben seorang perawat segera mendekati Akaashi dan mengecek mulutnya.

"Akaashi-kun, muntahkan itu."

Meski Akaashi merasa itu tindakan yang jorok dilakukan saat ditengah acara makan malam bersama, mau tidak mau ia melakukannya.

Semua orang memperhatikan apa yang keluar dari mulut Akaashi.

Di antara serpihan sayuran dan ludah yang bercampur darah, ada sebuah kunci.

Dan pecahan gigi geraham Akaashi.

"Ehhh?? Aku tidak bermaksud begini?"

Semua orang menoleh ke arah Bokuto yang terlihat lebih terkejut dibandingkan mereka.

"Khohu... Ingi ungah mhu?" Akaashi dengan giginya yang ngilu bicara.

"Bodoh! 6 bulan yang lalu kau membuat Akaashi masuk rumah sakit karena menelan cup cake berisi cincin!!"

Bokuto nee-san menggeplak kepala adiknya dengan keras, tidak habis pikir dengan kebodohan adiknya.

"A-aku tidak menduga mulut lebar Akaashi akan menelan semuanya saat itu..."

Jika mengingat saat tragedi cincin yang ditelan Akaashi, ia sendiri tidak menduga cup cake itu berisi sesuatu.

Sejak saat itu, Akaashi selalu menahan diri untuk tidak memasukkan makanan sekaligus ke dalam mulutnya (apa lagi jika itu dari Bokuto).

Bekas luka operasi pun masih terlihat baru di perut Akaashi.

Meski sudah antisipasi, ia tetap saja mengalami hal serupa.

"Aku..."

Nyonya Bokuto menitikkan air matanya dan mengambil sebuah pisau lalu diarahkan ke perutnya.

"Waaah! Kaa-san berhenti!"

"Nyonya Bokuto!"

Panik semua orang saat melihat kepala keluaga Bokuto itu bersiap melakukan Seppuku.

"Aku terlalu malu dengan kecerobohan anakku untuk yang kedua kalinya..."

"Bokuto-san tidak perlu melakukan seppuku, kami memaafkan kebod--maksudku kecerobohannya!"

Nyonya Akaashi merebut pisau dari tangan Nyonya Bokuto yang bergetar.

Nyonya Bokuto hanya berurai air mata, menangis dalam dekapan Nyonya Akaashi.

Kini semua mata kembali tertuju pada Bokuto.

"Ini kunci apa, Bokuto-kun?"

Tuan Akaashi masih bersikap tenang meski mulut anaknya berdarah.

"K-kunci rumah..."

"Eh? Sejak kapan kau membeli rumah?"

Nyonya Bokuto tiba-tiba saja berhenti menangis.

"Aku ingin menikahi Keiji... mungkin tindakanku terlalu sembrono, tapi ku mohon..."

Bokuto turun dari kursi dan bersimpuh di lantai, ia melakukan Dogeza.

Akaashi yang melihat itu bersemu merah, ia segera turun dan mendekati Bokuto.

"Khohu..."

"Maaf Ji, karena aku kau jadi ompong sebelum saatnya."

Bokuto mengusap pipi Akaashi yang mulai bengkak, Akaashi mengernyit sakit dengan mata berair.

Dengan pelan Bokuto mengecup kening Akaashi dan mengusap air matanya.

Di sisi lain, Tuan Akaashi memegangi pelipisnya yang mulai berdenyut sakit.

"Sayang..." Khawatir Nyonya Akaashi.

"Dengar, Bokuto-kun..."

Bokuto meneguk ludahnya, gugup.

"Sejak cincin yang di makan oleh Keiji, aku kira kau tidak perlu meminta restu dari kami lagi."

Pernyataan itu membuat Bokuto bertanya-tanya, berbeda dengan Akaashi yang mulai menangis.

Bokuto semakin dibuat kebingungan, ia mulai cemas ketika Akaashi meremas bajunya dan menangis sambil menunduk.

Bokuto mulai berpikiran buruk.

"Tunggu, maksud anda apa...?"

Tuan Akaashi mengernyitkan alisnya, heran.

"Apa dia tidak mengerti apa maksudku?"

Anggukan kepala dari yang lain menjawab Tuan Akaashi.

"Khohu..."

Bokuto menunduk ke arah suara yang memanggilnya.

Akaashi tengah tersenyum bahagia.

Air mata yang keluar adalah bumbu suka cita, bukan duka.

"Sejak hari itu, aku malah bertanya-tanya kapan pernikahannya akan diadakan. "

Ucapan Tuan Akaashi membuat Bokuto terkejut.

"Ehh? Eeehhh???"

"Kau benar sayang, aku tidak sabar melihat cucu kita." Timpal Nyonya Akaashi tersenyum.

Bokuto semakin melongo.

"Aku tidak tahu anakku akan sebodoh ini, ku harap kebodohannya tidak menurun ke cucuku."

Mendengar itu, Bokuto nee-san berbisik.

"Ibu, bukannya itu dari gen mu?"

"Shh, diam kau." Sahut Nyonya Bokuto.

Tanpa Bokuto sadari, sebenarnya anggota keluarga mereka sudah menyetujui apabila Bokuto ingin membawa Akaashi ke bawah naungan pelaminan.

Menyatakan dengan jelas hubungan mereka dengan cincin yang tersemat di jari manis.

"Kalau begitu kita adakan pernikahannya minggu depan."

Bokuto dengan entengnya berkata demikian.

Akaashi dengan pipi memar hanya tersenyum tipis.
.
.
.
"Jadi itu alasan kenapa Akaashi-san saat itu memakai tudung wanita meski ia memakai jas?"

Shoyo mencoba mengingat-ingat hari pernikahan Bokuto dan Akaashi.

"Karena Akaashi kesal, ia meminta pesta pernikahan diadakan dua kali. Pertama dengan budaya Barat, lalu adat Jepang memakai Kimono."

Natsu mengangguk mengiyakan, ia juga berhadir di pernikahan itu.

"Kau mungkin tidak tahu, awalnya kami meminta Akaashi untuk memakai gaun."

"Benarkah? Memakai Kimono saja dia cantik, bagaimana jika dia memakai gaun? Aku juga ingin seperti Akaashi-san~" Natsu meleleh membayangkan gaun pernikahan.

"Sayangnya karena reaksi Bokuto seperti serigala lapar, ia tidak mau pundak Akaashi terlihat, kecuali ada bekas gigitannya."

Shoyo mulai mengerti kenapa Akaashi selalu memakai pakaian tebal.

"Gigitan adalah tanda kebanggaan bagi Alpha, tapi bagi sebagian Omega itu aib yang memalukan."

"Kenapa memalukan?"

"Itu..."

Bokuto nee-chan melihat Shoyo memberikan tanda berhenti dari belakang Natsu.

"Kenapa?" Natsu masih bertanya dengan penasaran.

"Nanti tanya kakakmu saja ya? Aku masih ada pekerjaan."

Bokuto nee-chan beranjak dari kursinya dan pamit pergi begitu saja.

"Ehh? Tapi aku masih ingin mendengar ceritanya~"

"Nanti saja Natsu, Bokuto-san masih punya pekerjaan."

Kali ini Natsu menatap Kakaknya dalam-dalam.

"Kalau begitu kenapa gigitan dianggap aib?"

Shoyo mati kutu, ia tidak tahu harus menjawab bagaimana pada adiknya.

*****

Author Note :

Untuk memudahkan penulisan, karena Hinata yang muncul ada dua, ku sebut pake nama kecil mereka aja.

Terus ingat di awal-awal chapter nyeritain Bokuto punya dua kakak?

Kaka pertama ku sebut Bokuto nee-san, kakak kedua ku sebut Bokuto nee-chan.

Trus...

Bayangkan Gigitan aka Bite Mark itu kaya Kiss Mark.

Tanda yang dimunculin waktu...?

Yap, betul.

Aku tau kalian nebak dengan benar ko.

Begini, bagi banyak orang hubungan intim itu hal privasi.

Dan jika sisa/tanda habis melakukan itu terlihat oleh orang lain itu terasa sangat memalukan kan?

Misal nih, umpakan lagi datang bulan.

Ada darah di celana, keliatan orang, malu ga? Ya jelas malu.

Walau orang yang liat kadang ga mikir lebih jauh lagi.

Well, sebagian budaya menganggap hubungan intim itu tabu dan ada yg menganggap biasa aja.

Tapi yah, hindarin aja deh itu, habis nikah aja kalau mau.

Lah, lu bilang gitu tapi cerita BokuAka lu tulis mereka nananina waktu sekolah??

Hormon remaja tinggi sih, jadi kalo adegan naninana BokuAka waktu masih usia belasan itu sebut aja kebablasan karena mereka ga bisa nahan diri.

Aku tuh, sukanya bikin Bokuto bersikap Bodoh.

Dan aku, suka bikin Akaashi mencintai kebodohan Bokuto.

Walau alur cerita ini fanfict kadang maju mundur, loncat-loncat kaya ular tangga, masih ada aja yg mau baca :') aku terhura

Buat silent reader yg kadang mampir dan mantengin, aku tidak tau kalian siapa tapi ku harap kalian bukan anak di bawah umur ya?

Mana waktu aku cek view paling banyak di baca di chapter yg lagi adu pisang. Ko bisa tau padahal itu chapter ditengah²?? (⌐■-■)?

Bagemana bisa?

Bagemana bisa kalian tau itu chapter bahas adu pisang??!

Dahlah, kalau authornya omes berarti readernya juga sama aja :'v canda omes

See you on another chapter~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro