Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

I'm Hooooome

"Dia belum membalas pesanku?"

Bokuto mengernyit bingung, menatap layar hpnya yang menampilkan aplikasi chat.

Ada beberapa pesan yang ia ketik tanpa ada tanda centang telah dibaca.

"Mungkin tidur?"

Bokuto menyimpan hpnya dan beranjak pergi dari stasiun kereta meninggalkan kerumunan orang.

Pertandingannya sudah selesai dari 2 jam yang lalu dan setelahnya ia segera angkat kaki dari Osaka menuju Tokyo.

Dan selama itu juga, Bokuto belum mendapatkan pesan balasan dari Akaashi.

"Kou, pulang nanti bisakah
kamu membelikan ku stroberi?"

"Mungkin sebelum pulang aku membeli belanjaan dulu."

Teringat ucapan sang istri, Bokuto memilih jalan memutar untuk pergi ke pasar swalayan terlebih dahulu.

Sudah menjadi kebiasaan bagi Bokuto untuk mengurus kebutuhan dapur--dengan alasan agar Akaashi tidak mencoba berbagai macam produk minuman kopi.

"Stroberi~ stroberi~ stroberi~"

Bokuto meraih beberapa kotak stroberi dan memasukkannya ke dalam keranjang belanja, menumpuknya di atas barang belanjaannya yang lain.

Ia hampir menghabiskan stok stroberi di sana.

Hingga matanya tidak sengaja menoleh ke arah lain...

"Daging~!"

Dengan cepat troli itu ia tarik pergi.

"Hmm??"

Kali iris emasnya tertuju pada produk susu yang berjejer rapi di sampingnya.

Ada beberapa merk susu yang memakai kemasan karton dan botol kaca.

Wajah Bokuto memucat ketika ia melihat susu dengan botol kaca.

"Aku rasa Keiji tidak masalah minum susu coklat..."

Bokuto dengan cepat meraih susu karton lalu kembali ke bagian daging.

"Ohh, Mas nya lagi belanja buat kebutuhan bulanan ya?"

Seru penjaga di bagian daging itu, melihat belanjaan Bokuto yang cukup banyak.

"Erm, sebenarnya istri saya ngidam..."

"Ohh? Sudah berapa bulan?"

"Kira-kira ini baru minggu ke 3."

"Wah, masih sangat muda."

Seorang penjaga dari bagian ikan ikut bergabung.

"Kau ingin membelikan istrimu daging ya? Ikan bagus untuk ibu hamil."

"Jangan lupa sayuran, tunggu kau hanya membeli labu? Istrimu perlu sayuran hijau juga."

Entah sejak kapan ibu-ibu dan penjaga toko bergerombol di sekitar Bokuto.

Biasalah, teknik marketing.

Meski mereka tidak tahu siapa Bokuto karena ia memakai masker dan topi, ibu-ibu itu hanya mengerumuni karena Bokuto berbelanja untuk kebutuhan gizi istri yang tengah mengandung.

Memangnya ibu-ibu mana yang tidak tergoda dengan suami yang senang mengurus istrinya?

Pada akhirnya Bokuto mengikuti saran mereka dan membeli banyak hal untuk kebutuhan gizi Akaashi yang tengah mengandung.

"Nak, kau mau sekalian taoge nya?"

Kali ini Bokuto tidak bisa menahan dirinya lagi.

"Aaahh!! Apapun jangan itu---"

Jeritannya tentu membuat semua orang terkejut.

Wanita penjaga itu mengernyit ke arah sekantong taoge yang ia pegang, lalu Bokuto.

"Taoge bagus untuk kesub--"

"Baik! Baik! Saya ambil juga!"

Potong Bokuto cepat dan merebut taoge itu dari tangan si penjaga, lalu berlari dengan cepat menuju kasir.

"Terimakasih sudah berbelanja~"

Kini kedua tangan Bokuto dipenuhi dengan kantong belanjaan.

"Huff, tenanglah Koutarou..."

Ucap Bokuto pada dirinya sendiri untuk menenangkan detak jantungnya yang menggila.

"Sebentar, tadi aku membeli apa saja?"

Bokuto tidak sadar pengeluarannya hari ini setara dengan belanja bulanan untuk 2 bulan.

Bokuto yakin, pulang-pulang bukannya disayang, ia akan digampar.

Itu jika kondisi Akaashi normal.

Dalam perjalanan pulang, tidak sengaja ia berpapasan dengan sepasang kekasih yang tengah membeli jajanan di pinggir jalan.

"Sayang~ buka mulutnya~"

"Aahm~"

Awalnya Bokuto tidak terlalu peduli, tapi...

Ketika ia melihat si wanita menyodorkan setusuk sosis bakar dengan mayones ke arah si pria, pria itu membuka mulutnya lebar untuk menyantap sosis itu.

Well, itu pemandangan biasa tentang suap menyuap.

Tapi, tidak untuk Bokuto.

Ia berhalusinasi seakan tengah melihat Akaashi menyantap sosisnya.

Bokuto segera menutup matanya dan mengurut pangkal hidungnya, wajahnya memanas.

"Mayones sialan."

Godaan untuk Bokuto tidak berhenti di sana, ketika di lampu merah ia dihadapkan dengan videotron yang menampilkan sebuah iklan.

"Ohh, bukankah itu temannya Ushijima?"

Di videotron itu, Tendou tengah mengiklankan produk terbarunya.

Tendou menjelaskan bahwa produknya yang ia buat adalah Eclair dan Choux au Craquelin.

"What the f--??!"

Bokuto reflek menjerit saat melihat Tendou tengah memberikan isian kue, kamera dengan sangat detail menyorot filling yang mengisi rongga kue hingga ke tepian hingga tumpah ke luar.

Mengingatkan akan Akaashi... Ummh...

Beruntung karena topi dan masker yang ia kenakan, orang-orang tidak tahu siapa yang membuat keributan hanya karena tayangan iklan.

"Tenanglah, Koutarou! Jangan sampai kau--"

Terlambat, orang-orang sudah mulai menjauh akibat aroma tubuhnya.

Yup, Bokuto menyalami Rut.

Dengan setengah berlari Bokuto menjauh dari kerumunan sambil menekan aroma tubuhnya, ia takut menimbulkan kekacauan karena hormon Alphanya yang bergejolak.

"Ku mohon, bersabarlah, oke?"

Bokuto melirik bayangan dirinya yang terlihat dipantulan kaca, lalu kembali berjalan semakin cepat.

"Berhenti memikirkan Keiji ketika masih di luar!"

Masih dengan langkah kaki yang lebar, ia mendelik ke bawah, lalu melotot ke depan.

"Jangan membuatku bersikap kasar pada Keiji ketika di ranjang!"

Beruntung, mantel yang ia kenakan cukup panjang.

Karena bisa menutupi selangkangannya yang tengah mengeras.

.
.
.

Cklak!

Terdengar suara kunci yang dibuka dari luar, daun pintu segera dibuka dengan dorongan kantong belanjaan oleh Bokuto.

"Aku pulaaaang!" Seru Bokuto di ambang pintu.

Blam!

Ketika pintu sudah ditutup, Bokuto baru menyadari bahwa seisi rumah dipenuhi oleh aroma Akaashi.

Mencoba untuk bersikap tenang, Bokuto membawa bahan belanjaan menuju dapur.

Ia dibuat terpaku dengan apa yang ia lihat.

Akaashi berada di dapur, dengan posisi tubuh miring seperti ikan duyung di lantai, dengan beberapa botol kaca kecil berserakan di sekitar tubuhnya.

Wajahnya merah padam, keringat membuat lekuk tubuhnya tercetak pada pakaian yang ia kenakan.

Tanpa memakai bawahan, cairan bening yang noteben bukan keringat membasahi sekitar paha dalam Akaashi.

Mengalir turun hingga ke lantai.

Iris zamrud itu melirik ke arah Bokuto, bibir plum yang tersenyum manis itu terlihat belepotan.

"Kou? Kau sudah pulang?"

Sekejap lidah Akaashi membersihkan kekacauan di sekitar bibirnya sendiri.

Masih dalam diam, Bokuto menaruh barang belanjaan di meja, lalu mendekati Akaashi.

"Kou, bisakah kau membantuku berdiri? kakiku--mmh!"

Bokuto mencengkram wajah Akaashi, memaksa bibirnya untuk terbuka.

Bokuto meraih lidah Akaashi dan menariknya keluar dengan jarinya.

Ada sisa cairan putih bening bercampur dengan saliva dalam rongga mulut Akaashi.

"Kau meminum itu lagi?"

"Angh--aaaffhh!!"

Akaashi tidak bisa bicara, samar-samar ia mencium amarah dari Bokuto.

Aroma cemburu.

"Sudah aku bilang untuk membuangnya ketika aku ada bersamamu!"

"Mmh! Nhu~ Mmmn!"

Bokuto mencumbu lidah Akaashi, mengajaknya berdansa dengan saliva yang perlahan jatuh.

Akaashi mencoba mendorong Bokuto menjauh, tapi tubuhnya malah semakin menempel pada Bokuto.

Masih dengan bibir yang bertaut, Akaashi tidak sadar bahwa ia digendong menuju kamar mereka.

"Mmmn!!"

Akaashi diturunkan di atas kasur, tautan bibir itu juga terlepas.

Akaashi mencoba meraih Bokuto kembali, ia sangat ingin mendekapnya saat ini.

"Kou~"

"Aku tidak akan memberikan apa yang kau mau begitu saja, aku masih kesal denganmu."

Iris emas itu menohok dengan dingin, jantung Akaashi seakan berhenti berdetak saat itu juga.

Akaashi tidak mau membuat Bokuto kesal, karena itu sangat sulit untuk ditangani.

Tapi, semua sudah terlambat.

Mata Akaashi mulai memanas.

Bokuto beranjak pergi, Akaashi dengan cepat menahannya, menarik ujung mantel yang berhasil ia raih.

"Kou~ hiks... maaf..."

Bokuto segera berbalik dan mendekap Akaashi, mengecup keningnya seraya mengusap air mata yang jatuh dari sepasang iris zamrud.

"Shh, jangan nangis."

"Tapi--hiks, Kou marah--hiks."

Bokuto memanyunkan bibirnya, dan Akaashi semakin meraung.

"Tuh, kan!" Tuding Akaashi.

"Iya aku kesal, tapi ga bisa lama-lama kalo sama kamu kesalnya."

Bokuto mendekap tubuh Akaashi yang dirasa cukup panas.

"Sungguh?"

Bokuto mengecup bibir Akaashi, lalu tersenyum.

"Iya, beneran."

"Terus kamu mau kemana?"

Bokuto beranjak dari kasur dan berdiri, Akaashi masih bersimpuh di atas kasur.

"Ke dapur, masukin belanjaan dulu, ntar busuk kalau kelamaan di luar."

"Bukan karena marah sama aku?"

Bokuto menatap iris zamrud yang memerah dan mengerjap dengan polos kearahnya.

Suami mana yang tidak luluh kalau melihat istrinya memelas??

"Iyaa, lagian..."

Ia menggigit bibirnya lalu melirik Akaashi lagi dari atas ke bawah.

Sebenarnya, andai sudah buta oleh nafsu... Bokuto akan menerjang Akaashi detik ini juga.

Menindih Akaashi di kasur.

Membuka paksa kedua kaki jenjang itu dengan mencengkram paha yang menggiurkan untuk digigit hingga meninggalan cap tangan di kulit Akaashi.

Meninggalkan ciuman layaknya tanda tangan pada tropi kemenangan atau torehan tinta untaian puisi pada kertas kosong.

Sungguh, Bokuto ingin menelan Akaashi bulat-bulat detik ini juga.

Apalagi, Akaashi saat ini Heat berat.

Matanya sayu dengan bulu mata lentik menggoda menatap penuh nafsu.

Bibir plum yang menggoda dan selalu mendesahkan nama Bokuto.

Tubuh montok yang sebagian terekspos dari kain yang membalut.

Tanpa memakai celana.

Dan Akaashi hanya untuk Bokuto seorang.

Bagaimana ia tidak tergila-gila padanya?

"Aku juga lagi pengen."

"Kalo gitu..."

Akaashi menegakkan tubuhnya, membuka kancing mantel Bokuto.

Namun Bokuto dengan cepat menahan tangan Akaashi.

"Tunggu!"

"Kenapa?"

Akaashi tidak tinggal diam, kali ini tangannya turun dan membuka celana Bokuto.

"Bentar~ aku mau mandi dulu."

Bokuto bersikeras untuk menahan Akaashi.

"Nanti juga keringatan lagi."

Akaashi menggenggam apa yang ia cari dan menariknya keluar, menatap benda yang mengeras dan mengeluarkan cairan bening.

"Aku berkeringat banyak hari ini jadi bau-- Jiii!!! Sayang!!!"

Bokuto terperanjat saat Akaashi memanjakannya di bawah sana, Akaashi mengusap wajahnya pada milik Bokuto.

Sambil memberikan ciuman kecil, dan menyesap aroma Bokuto di bawah sana.

Akaashi melirik ke arah atas, menatap Bokuto yang meneguk ludah dengan gusar.

"Itulah bagian yang membuatnya bagus Kou."

Sialnya.

Bokuto harus mengingat bahwa istrinya tengah hamil muda.

Jika tidak, detik itu juga ia sudah membenamkan miliknya di mulut Akaashi.

"Aku ke dapur cuma sebentar ko, lagian kamu ga gerah apa keringatan gini? Gimana kalau mandi dulu?"

Bokuto mengusap puncak kepala Akaashi dengan lembut, membuat Akaashi cemberut.

Mencengkram milik Bokuto semakin kuat, namun tidak sampai membuat Bokuto kesakitan.

"Tapi aku tidak kuat untuk berdiri karena--"

"Iya-iya, mau mandi bareng?"

Akaashi mengangguk mengiyakan, lalu melepaskan Bokuto.

"Sebentar ya?"

"Jangan lama-lama."

Smoooch~ Bokuto mengecup bibir Akaashi lalu beranjak dari kamar.

Begitu berada di luar kamar, Bokuto melihat ke arah bawah di mana miliknya masih menegak.

"Sabar! Kou yang sabar disayang Keiji!"

Bokuto setengah berlari menuju dapur, melempar semua isi belanjaan ke dalam kulkas.

"Dan kau!"

Bokuto juga mengumpulkan botol kecil yang berserakan di lantai, membuangnya ke tempat sampah.

"Bisa-bisanya aku cemburu dengan bagian tubuhku sendiri!"

*****

Author Note :

Pemanasan dulu, masih rada panas kan pancinya?

Ntar masukin minyak goreng biar panas alias aku bahas kenapa jadi ada Bokuto dalam botol.

Trus masukin daging yang mau di masak atau ohok ohok/plak!

See you on next chapter~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro