Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

6. Daster Meresahkan.

Annyeong, Yeorobun!” sapa Taeyang dengan suara dan ekspresi wajah dibuat-buat. Niatnya sih pengin kayak idol-idol di Korea, ingin menebar wajah kiyowo, tapi sayang ... wajah itu justru membuat Setan dan Lucy pura-pura muntah.

Annyeong, Oppa. How are you today? Keliatan lagi happy, nih.” Lucy yang langsung menyadari raut wajah Taeyang begitu cerah, secerah matahari yang baru saja mentereng menapaki kaki langit.

“Ooh, tentu nemou happy. Aku kan mau mudik sama kalian semua. Ke kampungnya my best friend, Satria.” Taeyang melirik Bang Sat yang hanya tersenyum simpul.

Kalem sekali. Agaknya Bang Sat ingin memamerkan kepada teman-temannya bahwa dialah cowok Jawa terkalem yang pernah ada. Namun, di sisi lain, sang adik ingin sekali gumoh kulkas dua pintu. Melihat kelakuan abangnya yang aneh. Setan menatap curiga, ada apa gerangan yang membuat abangnya hari ini terlihat begitu kalem.

Setan menoleh ke kanan-kiri, mencari sesuatu yang membuat abangnya tampak kalem. Bukan Bang Sat namanya kalau kalem begini. Sungguh tidak cocok. Setan mendesah saat menemukan alasan di balik sikap abangnya yang bertingkah aneh. Pantas saja! Dasar bunglon!

Pujasera! Seranissa Rahmawati.

“Bang Sat, nggak usah sok kalem begitu.”

Opo, sih, Tan? Wes, diam aja kamu!” Tampaknya Bang Sat tengah duduk menopang dagu. Menatap sang pujaan yang sedang menjemur kain di halaman depan.

Subahanallah, maka nikmat apa lagi yang kau dustakan! Bak sinetron India, Bang Sat terpukau melihat Seranissa yang sedang menjemur. Kain melambai-lambai dengan estetik, sesekali menutup pahatan wajah yang tiada celah untuk mencari jeleknya. Sungguh luar biasa! Bang Sat terus memperhatikan pujaannya, tak peduli dengan Setan, Lucy, dan Taeyang menatap ngeri.

“Adem. Iki lebih adem dari es cendol dawet depan gang. Senyummu itu, lho, Dek Nissa.” Bang Sat menggumam sendiri. Tepat saat itu Nissa tak sengaja meliriknya, degup jantung Bang Sat melonjak drastis bak harga BBM yang dinaikkan pemerintah.

Seranissa tersenyum ramah, tubuh Bang Sat rasanya akan goyah. Hanya karena diserang senyuman Nissa, Bang Sat rasanya ingin melanglang buana ke Galaksi Andromeda. Akan lebih lengkap jika saat itu terdengar backsound lagu India.

“WOY, BANG!”

Bukan Setan namanya jika tidak segera mengganggu khayal sang abang. Seranissa sudah tidak terlihat. Eh, digantikan Pak Haji Mansur yang bertolak pinggang di depan teras. Perut buncitnya bergerak sesuai deru napas, wajah bulat dilengkapi kumis tebal itu, tampak tak suka saat Bang Sat memperhatikan putri semata wayangnya. Menyadari tatapan menyalang itu untuknya, nyali Bang Sat auto menciut. Pak Haji Mansur lantas kembali memasuki rumah setelah memperbaiki pecinya.

“Kamu naksir dia, Satria?” tanya Taeyang yang diam-diam terkikik karena kelakuan temannya.

“Doakan, semoga aku dan dia berjodoh, Yang.”

“Bang, kita jadi pergi nggak, sih? Katanya mau cari oleh-oleh. Udah mau lebaran aja nih."

Bang Sat menepuk jidat, gara-gara Seranissa yang indah untuk dipandang, dia lupa pada ide yang dibuat Lucy untuk membawa oleh-oleh saat mudik nanti. Salah siapa? Kenapa menciptakan makhluk indah seperti Seranissa? Bang Sat kan nggak mau munafik, ada cewek cantik depan mata, ya sudah ... apalagi yang lebih indah dari itu?

Astagfirullah, maaf. Aku lupa!” Sambil mencari-cari  di internet, barang apa yang akan mereka bawa saat pulang nanti,  Bang Sat mencuri-curi pandang ke arah rumah Haji Mansur. Tak ada tanda-tanda Seranissa keluar. Ah, adegan saling lirik meski cuma sedikit tadi, alangkah lebih baik terulang kembali. Bang Sat sangat amat menikmatinya.

“Kalau naksir, tikung di sepertiga malam, Bang Sat.” Entah kenapa Setan mengeluarkan kata-kata mutiaranya. Hm, bukan kata-kata mutiara milik dia sebenarnya. Ya, iseng-iseng aja menyontek dari pengajian online yang sering ditonton di YouTube. “Tahajud, Tahajud. Eh, tapi, manusia kayak lo kan tidurnya udah kebo banget, ya. Mana sempat Tahajud, Subuh aja lewat.”

What is Tahajud, Tantia?”

“Nih, orang ngeribetin aja. Coba tanya itu deh, your boyfriend. Dia tahu segalanya. Malas gue jelasin.”

“Oh, i know. You don’t  know Tahajud too, right? Makanya gak mau jelasin.”

Wah, wah! Tampaknya si bule satu ini ingin menguji pemahaman Setan. Gadis itu lantas mengubah posisi duduk, menaikkan kedua kaki di atas kursi dan segera bersila. “Begini, Lucy ... Tahajud itu adalah salah satu Shalat sunnah. Lebih tepatnya, sunnah muakkad. Sunnah itu adalah salah satu hukum dalam Islam, apabila tidak dikerjakan maka tidak mendapat dosa, apabila dikerjakan mendapat pahala. Tahajud bukan bagian dari Shalat lima waktu yang dikerjakan secara wajib.”

“Hm, begitu. Oke, Arraseo.” Bukan Lucy yang menimpali, tetapi Taeyang. “Lalu, kapan umat muslim Tahajud, Tantia?”

“Tahajud dilakukan sendiri di sepertiga malam setelah bangun dari tidur. Minimal dua rakat, maksimal sebanyak-banyaknya. Ngerti, ora?”

Lucy menggaruk kepala bagian belakang yang tak gatal, agaknya bertanya pada Mbah Google lebih membuat gadis itu paham, dari pada dijelaskan oleh Setan. Soalnya, Lucy tidak begitu yakin. Sementara Taeyang, cuma bisa mengangguk, meski tidak paham terlalu banyak. Sedangkan hanya Setan yang terlihat bangga, tidak sia-sia juga ilmu pelajaran Pendidikan Agama Islam yang dulu dipelajarinya.

Wes, ketemu!” Suara keras Bang Sat nyaris membuat Setan, Lucy, dan Taeyang melompat dari kursi. “Ayo, cari oleh-oleh.”

Wait, kita nggak jadi beli roti itu?” tanya Lucy.

Setan yang kepalang gemas lantas menoyor kepala teman bulenya yang kadang-kadang bikin pengin garuk tembok. “Nggak ada roti buaya! Heran, mau mudik malah bawa roti buaya. Nanti disangka mau lamaran.”

“Oh, santuy dong, Tantia. Kalau begitu, kita mau beli apa?”

“Baju!” seru Bang Sat.

*****

Menjelang hadirnya sang lembayung, empat anak manusia baru saja menginjakkan kaki di salah satu daerah yang dikenal sebagai tempat berburu oleh-oleh. Mulai dari makanan, pakaian, hingga pernak-pernik. Angkutan umum yang dinaiki keempatnya sudah melaju, menyisakan asap knalpot yang membubung di udara. Lucy sesekali terbatuk, Setan tampak enggan untuk berdesak-desakan dengan pengunjung yang penuh, lalu hanya Taeyang dan Bang Sat yang tampak santai.

Sejujurnya Setan ogah untuk menjamah tempat ramai, bayangkan saja! Bahaya Corona mengintai di mana-mana. Setidaknya itulah yang dipercaya olehnya. Namun, sekali lagi abangnya yang kelewat kolot dan tak memercayai segala tetek bengek Corona membuat Setan pasrah dibawa arus. Ide Lucy yang ingin membawa oleh-oleh langsung disetujui.

Oh my god! Aku ingin beli yang itu, ahhh ... yang itu aja!” Lucy yang super excited lantas berlari lebih dahulu ke salah satu tempat yang menjual makanan. Makanan dan Lucy memang tidak terpisahkan, selain dengan mesin pencarian raksasa, Mbah Google, tentunya.

“Setan, kamu sama Lucy berkeliling aja. Aku dan Taeyang ke tempat lain.” Tanpa membiarkan adiknya memprotes, Bang Sat sudah lebih dahulu menyeret lengan Taeyang.

Setan menghela napas lelah dan bergumam, “Kenapa gue ada di sini?”

Pada akhirnya, dia mau tak mau menyusul Lucy. Melihat Lucy yang super excited membuat Setan pasrah. Beberapa kali Lucy meminta pendapat ingin membeli pakaian A atau B. Lama-lama bikin malas juga, niatnya kan mau beli oleh-oleh, tapi sepertinya Lucy akan memborong untuk diri sendiri.

Astagfirullah, Corona!” Setan memekik saat beberapa kali tubuhnya terhuyung karena ditabrak. Untung saja dia masih bisa menahan tubuh sendiri, jika tidak? Setan tak bisa membayangkan jika nanti dia terjatuh. “Lucy, udah belum? Lo mau beli oleh-oleh buat yang di kampung apa buat diri sendiri?” omel Setan.

“Hushh! Aku lagi milih ini, lho. Aaaa, I want this!” Lucy menunjuk baju daster dengan motif bunga berwarna-warni. Silau! Setan yang melihat Lucy begitu norak karena gemas melihat daster, lantas menutup wajah.

Pasalnya, kini beberapa pengunjung melihat Lucy yang heboh sendiri. Duh, malu tujuh turunan ini mah. “Cy, Cy, jangan norak, deh.”

Alih-alih mengindahkan Setan, Lucy justru menepis tangan gadis itu yang sedang menarik ujung baju. “Excus me, Sir. How much is this?” Lucy merentangkan baju daster yang biasa dipakai emak-emak komplek.

“Aduh, saya nggak paham bahasa Inggris, Mbak,” kata si abang penjual.

“Teman saya mau beli, berapaan, Bang?” Syukur ada Setan yang menjadi penerjemah.

“Oh, murah. Dua ratus rebu.”

“Buset! Murah dari mana? Ini, mah ... dua ratus rebu bisa borong bakso, sekalian gue berenang di kuahnya.” Setan menarik daster yang ada di tangan Lucy dan meletakkannya kembali.

Baru saja dia memasang inisiatif untuk membawa Lucy kabur dari sana, tetapi gadis bule itu sudah lebih dahulu kembali ke kedai abang-abang tadi. Betapa geramnya Lucy saat melihat seorang ibu-ibu memegang daster yang tadi diinginkannya. Secepat kilat, Lucy menyambar daster itu.

“Eh, Neng! Ini bajunya saya mau beli!”

“Tidak bisa! Aku yang duluan mau beli!”

Lucy tak mau menyerah, ditariknya daster itu. Si ibu-ibu sama saja. Hingga terjadi aksi tarik menarik antara Lucy dan pelanggan lain. Setan mulai kewalahan menahan tubuh Lucy yang terlalu kuat dan tak ingin menyerah demi daster emak-emak. Lagian banyak model lain, tetapi Lucy sepertinya enggan melirik itu semua, hanya satu ... si daster berwarna cerah yang menyilaukan mata. Itulah yang menarik perhatian Lucy.

“Lepasin bajunya! Ini punyaku!” teriak Lucy.

“Enak aja, saya yang duluan pegang.”

Don’t talk to much! Dari tadi saya yang tawar!”

“Cy, udah, Cy. Istigfar!” Semprul! Setan menggerutu sendiri, mana bisa Lucy mengucap istigfar. Kadang-kadang, Setan memang menyadari kebodohannya.

Aigo! Lucy-ssi! What happen?”

Setan sedikit bernapas lega saat Taeyang tiba-tiba muncul di antara kerumunan orang. Tak hanya itu, Bang Sat berlari menerjang kerumunan, tak peduli dengan belanjaan yang sejak tadi ditentengnya. Rupanya aksi rebutan daster yang sengit itu masih terjadi.

“Lepasin! Ini daster milikku!” teriak Lucy.

“Lucy, Lucy, berhenti! Astagfirullah!”

Geumanhae, Lucy-ssi!”

“Aaaa, Abang!” pekik Setan yang nyaris terjatuh karena dorongan Lucy.

Sreggg! Suara robekan seketika membuat suasana hening. Kerumunan terbelah perlahan, Lucy dan ibu-ibu tadi sama-sama melotot pada nasib si daster malang yang kini robek menjadi dua bagian. Satu di tangan Lucy, satu lagi di tangan ibu-ibu.

“Tuh, kan! Jadi sobek!” Abang penjual berteriak murka. “Ganti baju saya sekarang juga! Empat ratus ribu! Saya tidak mau tahu!”

Lucy, menyengir lebar pada Setan, Bang Sat, dan Taeyang. Sungguh berburu oleh-oleh yang berujung petaka. Bulan Ramadhan ternyata tidak hanya menahan dahaga, tetapi menahan emosi juga. Sepertinya benar kata Ustaz yang mengisi pengajian online, puasa harus banyak-banyak bersabar.

to be continue ....
best regards, itsmeqia mssana7 DRestiPertiwi xxtnaruwlsy RanEsta13 onederfulonly Ren-san22 wishasaaa yuniizhy_ Kokokruunch

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro