2. Prahara Mudik.
Iblis lucifer dengan bangga mempersembahkan😎🔥🔥
Prahara Mudik
*****
Bukan Setan namanya, kalau langsung pasrah dengan keotoriteran dan keprimitifan Bang Sat. Kakinya terus mengentak tiap berpindah dari stan satu ke stan lainnya, menggerutu meski semut pencuri kelapa toping klepon tidak juga mendengarnya. Andai tidak sedang berpuasa, penjual yang kewalahan melayani pembeli pun akan kena semprot hanya karena manusia tidak bersalah itu memiliki dua tangan saja.
Helaan sebal baru saja lolos, ketika ponsel di sakunya berderit pendek, tanda bahwa sebuah pesan menyambangi ponselnya. Dengan kedua tangan dipenuhi plastik hasil buruan, dia beranjak ke stan terdekat agar tidak berdiri di tengah jalan dan berakhir ditubruk atau diumpati para pejalan.
"Ancene, Bang Sat!" gerutunya karena kesusahan meraih ponsel di saku.
Sekonyong-konyong, decakan langsung tercipta saat nama yang terpampang sebagai pengirim memanglah Satria alias Bang Sat.
Tan, beliin swiwi bakar, jangan pedes.
"Lha ancene, Bang Sat!"
Sekali lagi, kalimat serupa lolos dari mulut Setan, dan kali ini cukup keras hingga beberapa orang melirik ke arahnya. Gadis itu tersenyum kikuk sambil mengangguk singkat. Tidak mau seluruh dunia memberikan cap tak bermoral pada mulutnya, Setan memilih untuk mengantongi lagi ponselnya, lalu mengucapkan pesanan Bang Sat kepada penjaga stan.
"Sayap ayamnya yang super pedas, Mbak."
Sudah dibilang kan, kalau Setan bukan tipe penurut? Kalau saja bisa, akan dia belikan sayap burung gagak sekalian, agar pria kuno yang menjadi kakaknya itu terkena bala sepanjang masa.
Senyum penuh pembalasan tercetak jelas di wajah Setan, kala plastik berisi sayap ayam pesanannya sudah berada di genggaman. Direpoti dan hanya pasrah dan menerima? Oh, maaf. Setan bukan grup gambus yang dengan penghayatan penuh menyanyikan lagu Sapu Jagat, menggumamkan kalimat "pasrah dan menerima" berkali-kali banyaknya.
Heh, jangan kalian cari lagu yang dimaksud Setan itu. Cukup satu manusia Google bin bikin pusing yang dikenal Setan. Kalian jangan ikut-ikutan.
"Oh my gosh! You are here!"
Baru saja dipikirkan, manusia Google itu sudah menepuk bahu Setan dengan heboh. Setan memejamkan matanya dengan jantung yang seperti menggelar dugder dadakan. Untung saja belanjaan di tangannya tidak melayang dan berakhir ditangkap burung-burung yang sedang bermigrasi, seperti dalam serial kartun yang mengumbar kebohongan publik.
Perlahan, seperti biksu yang sabar dan anti tergesa-gesa, Setan membalikkan badan. Kala senyum lebar Lucy terpampang jelas, Setan mendesis tajam di balik maskernya, sebelum berujar keras, "Raimu cah! Apa nggak tahu kalau tenaga medis lagi sibuk ngurus covid? Pengen nambahi pasien tah koe iki!"
Di depannya, Lucy memundurkan wajah sambil mencengir lebar. Sejujurnya, dia tidak tahu betul apa yang dikatakan Setan. Akan tetapi, tidak butuh ahli bahasa untuk tahu bahwa gadis itu sedang murka.
Lucy mengacungkan kedua jari, sementara Setan menarik napasnya dalam. Ah, jangan sampai pahala puasanya hangus hanya karena kemarahan menguasai. Sayang haus dan dahaganya seharian ini.
"Have you done with all of your belanja-belanja things? Mau pulang sekarang?"
Kadang, Setan pening jika menghadapi gadis berdarah Amerika yang suka mencampurkan dua bahasa dengan seenaknya ini. Namun, untuk sekarang, dia tidak mau memperpanjang urusan. Setan hanya mengangguk, mengiyakan bahwa dia sudah akan meninggalkan bazar.
"Let's take a step together, then!" Lucy menggandeng lengan Setan.
Setan mendengkus sebal. Mau bilang ayo mlaku bareng wae ribet banget ngono kuwi, gumamnya dalam hati.
Belum selangkah pun beranjak, lampu pijar di kepala Setan menyala. Dia tersenyum manis ke arah Lucy, membuat lawannya itu mengernyit tak mengerti.
"Bawain belanjaan gue, ya, Cy? Tangan lo nganggur gitu. Mubazir, ntar jadi temennya setan, loh," ujarnya sambil mencengir.
Dengan ekspresi mafhum, Lucy mengangguki. "Sini, let me carry this untuk kamu, Tantia."
Meski dalam hati, Lucy bergumam, Doesn't she relize that namanya adalah Setan?
Kedua orang itu terkikik geli di benak masing-masing, tanpa saling menyadari bahwa objeknya adalah mereka sendiri.
"Lo ngapain ke sini, dah? Puasa juga kagak."
Setelah lontaran kalimat itu, langkah dua manusia yang semula seperti Angeli dan Tina sebelum tahu bahwa Rahul mencintai salah satu di antaranya dan berakhir menjadi cinta segitiga, tersendat begitu saja. Tepat ketika Lucy menjeda gerakan kakinya.
"Didn't I tell you?"
Seruan antusias Lucy ditanggapi pelototan oleh Setan. Dia menarik tangan teman satu jurusannya itu untuk kembali melangkah, kemudian berujar, "Lo kalo jalan, jangan seolah nenek moyang lo seorang kontraktor, dong! Gue yang nenek moyangnya bangun jalan dari Anyer ke Panarukan aja punya adab, buset!"
Setan kesal, tetapi dapat dipastikan bahwa Lucy lagi-lagi tidak benar-benar memahami omelan panjang itu. Lucy hanya mencengir, lagi. Sebelum akhirnya memindahkan seluruh kantung plastik ke tangan kiri, tangan yang menggandeng Setan. Sementara tangan kanannya meraba saku untuk mengeluarkan ponsel.
"You must read this! Senang sekali, aku bisa menemukan makanan khas Wales di sini, Tantia! Look, kali ini Google membuat rinduku dengan rissoles Wales terbayarkan."
Binar antusias tampil di mata Lucy. Gadis itu menyodorkan ponsel yang sedang menampilkan sebuah artikel ke hadapan Setan.
Tujuh Kue Risoles di Seluruh Dunia. Nomor Dua Bikin Kayang Saking Enaknya!
Sederet kalimat itu membuat Setan berdesis. "Kayang gundulmu plontos! Ngerasain suduken, dijamin tobat kalian nulis di blog!" komentarnya cepat, membawa-bawa suduken, istilah yang digunakan orang Jawa untuk menyebut rasa nyeri di perut saat bergerak terlalu banyak dalam keadaan perut kenyang.
"Kamu ini berbicara apa, Tantia? Use the human language, please!" Lucy memprotes, sebelum melanjutkan dengan antusiasme yang masih sama. "Kenapa kamu tidak bilang kalau ada rissoles di sini, Tantia? This is a million times cheaper than rissoles yang dijual di Wales."
Mendengar hal itu, Tantia menoleh. Mengalihkan mata dari pintu keluar bazaar yang hanya tinggal beberapa meter saja. "Berapaan emang?"
"It's only tiga ribu rupiah!"
Lucy memamerkan seplastik penuh risoles di tangan kirinya yang tidak lagi menggandeng Setan. Hal itu membuat Setan menggeleng-geleng dan membatin, paling isinya cuma sosis satu senti kayak akhlaknya Bang Sat.
Setan tersenyum geli di sisa perjalanan, sementara Lucy sibuk mengoceh tentang buruannya hari ini. Mulai dari kolak, bubur pacar cina, hingga kue cucur dan talam.
"Lama banget, sih, kayak Kera Sakti pas nyari kitab suci?"
Suara siapa? Tentu saja Bang Sat. Setan yang kini sudah berada di depan pria itu dan melihatnya bangkit seperti menyambut pasukan yang pulang dari perang tetapi mendapat kegagalan, hanya memutar bola mata.
"Lo tuh nitip, tapi cangkeman ae!"
"Heh, lambemu!"
Bang Sat dan Setan, tentu saja tidak pernah puas jika tidak adu mulut.
Namun, keributan mereka berhenti saat mata Setan beralih ke laki-laki di samping Bang Sat. "Loh, Oppa di sini?"
"Iya, pengin beli takjil."
"Oh, kirain sehari-hari di pantai jompo. Aduh!"
Celetukan Setan dihadiahi sentilan di kening oleh Bang Sat, membuat gadis itu mengaduh. Pelototan serius langsung diperolehnya. Setan mencebik, tetapi tidak bertahan lama karena dehaman dari Lucy segera terdengar. Dia pun menoleh ke sebelah, di mana Lucy berdiri. Sebagai seperangkat kepantasan, Setan memperkenalkan Lucy kepada dua pria di hadapannya.
"Oh, iya. Ini Abang gue, Cy."
Bang Sat mengulurkan tangannya, yang langsung disambut oleh Lucy. "Satria."
"Lucy."
"Oh, iya. Ini temen gue, Tay ...."
"Taeyang, Satria." Taeyang yang berfirasat namanya akan dinistakan menjadi Tayang, segera memotong. Lucy hanya cekikikan memperhatikan dua orang yang kini saling beradu pandangan menyebalkan.
"I'm Lucy. Annyeong, Oppa! Kamu tahu? Aku selalu ingin ke Korea Selatan! Sebenarnya, tahun ini adalah targetku pergi ke sana, tapi malah pandemi begini. Will you be back to your country, Oppa?"
Antusias dan menggebu, khas Lucy. Sementara Taeyang hanya menggaruk kepala sebab gadis itu masih menjabat tangannya.
"Lo kedengeran kayak ngusir Oppa, Lucy." Bukan Taeyang, tetapi Setan yang membalas, yang kemudian dihadiahi garukan kepala oleh Lucy.
"Aku tidak pulang, Lucy. Mau ikut Satria saja ke kampungnya." Taeyang akhirnya bersuara, setelah tangannya bebas.
"Hah? Eh, kita jadi pulang, Bang?"
Setan yang pertama merespons, tetapi mengarahkannya kepada Bang Sat, bukan Taeyang. Lelaki yang diajaknya berbicara itu mendudukkan diri di kursi.
"Duduk, deh. Kita batalin puasa di sini aja, sambil bicarain gimana baiknya. Nggak keburu juga kalau mau pulang sekarang."
"Bentar. Ini kita mau mudik?" kejar Setan, dengan mata yang berbinar.
"Duduk, Bocah. Aku jelasin."
Setan akhirnya menurut, diikuti oleh Lucy yang mengambil tempat di sebelahnya, sementara Taeyang berada di ujung di samping Bang Sat.
Gadis itu semangat mendengarkan penjelasan Bang Sat, tetapi jawilan di lengan membuatnya menoleh. "Apaan?"
"What is mudik, Tantia? Apakah seperti berwisata alam?"
Setan menghela napas. "Tanya pacar lo aja, deh."
Begitu saja, Lucy menuruti. Jarinya langsung sibuk menari di atas ponsel.
Setan menyimak penuturan Bang Sat. Tentang Taeyang yang ingin ikut mudik dan berpikir bahwa mungkin sebaiknya mereka mudik saja. Taeyang turut menimpali, tetapi terinterupsi oleh suara Lucy.
"Mudik adalah kegiatan perantau atau pekerja migran untuk pulang ke kampung halamannya," eja Lucy, jelas dari hasil selancarnya di internet.
Bang Sat dan Taeyang memandang tak percaya, sedang Setan memasang tampang memelas. Apakah memiliki teman seperti ini bisa disebut aib?
"Tantia, I want to come with you! Mudik!" celetuk Lucy. Tanpa menunggu persetujuan, gadis itu kembali fokus pada ponselnya.
Setan kembali pada Bang Sat dan Taeyang yang menatapnya aneh. Sekarang, Setan mengangguki bahwa memiliki teman yang berpacaran dengan Google cukup membuat repot.
Mereka kembali membicarakan rencana mudik. Namun, belum juga tercipta kejelasan, suara dari samping Setan kembali menyita perhatian.
"Arus mudik diperkirakan akan mencapai puncaknya pada H-2 idul fitri atau 11 Mei 2021. Meski pemerintah tidak melarang, tetapi momentum mudik di masa pandemi harus dilengkapi dengan protokol kesehatan."
Suara itu berasal dari ponsel Lucy, dengan pemilik yang awas menatap ke sana. Laporan biasa sebenarnya, tetapi mampu membuat kepala Setan menyadari satu hal.
"Ih, iya, pandemi gini, Bang. Nggak usah mudik aja, deh. Ntar malah bahaya kalau sampai rumah kita bawa virus." Itulah isi kepala Setan, yang direspons negatif oleh Bang Sat.
"Dibilang nggak ada yang namanya virus, Tan."
"Dih, terus itu angka di Dinas Kesehatan angka apaan? Setan?" Setan berkata alot. Bang Sat ini memang kolotnya keterlaluan.
"Kamu nggak mau silaturahim gara-gara takut sama virus. Pendek rezeki baru tahu rasa!"
"Dih, kok lo nyumpahin, sih?"
"Kamu juga nyumpahin kita kena virus."
"Buset. Itu namanya antisipasi, Cumplung!"
"Lambemu iku, lho, Tan!"
Perdebatan panas nan alot menggelora, tetapi suara azan langsung mengguyurnya dengan segera. Kakak beradik itu menjeda suara, sedangkan Lucy dan Taeyang menatap keduanya tanpa berkedip, bahkan sampai Bang Sat dan Setan berebut plastik untuk mendapatkan kudapan pembatal puasa.
Setan yang memegang kuasa paling banyak akhirnya menang, sementara Bang Sat hanya mendapatkan kantung plastik berisi sayap ayamnya. Namun, tidak ingin terlalu lama menunda waktu berbuka, karena itu makruh, Bang Sat pasrah saja.
Dia berdoa, lalu langsung menggigit sayap ayam kesukaannya tanpa sedikit pun kecurigaan. Sedetik kemudian, daging tidak bersalah itu terlempar dari tangan, sedang pemiliknya sibuk meludah untuk menghilangkan rasa pedas yang dengan cepat menguar di lidahnya.
Sontak, hal itu mengundang tawa Setan, juga Taeyang dan Lucy.
"As ...."
"... tagfirullaaah!"
Niat Bang Sat untuk mengumpat tertelan bulat-bulat, sebab Setan lebih dulu memotongnya. Dalam hati, Setan tertawa lebih keras lagi. Liputan mudik yang diputar Lucy membuat dosanya berkurang, sebab pria yang tak tahu ikhtiar itu sedikit pantas untuk mendapatkan pelajaran.
to be continued ....
b
est regards, itsmeqia mssana7 DRestiPertiwi xxtnaruwlsy RanEsta13 onederfulonly Ren-san22 wishasaaa yuniizhy_ Kokokruunch
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro