11. Sambatan, Petasan, Keterlambatan.
Karena Lucy yang terus merengek meminta untuk membeli petasan, alhasil mereka berdua—Setan dan Lucy—kini tengah berada di luar stasiun untuk membeli petasan tersebut. Meskipun sebelumnya Bang Sat sudah melarang, tetapi Lucy tetap teguh pada pendiriannya ingin membeli petasan detik itu juga.
Setan hanya bisa menghela napas pasrah saat Lucy menarik tangannya menuju tempat penjual petasan. Lucy dengan semangat memilih beberapa macam petasan sementara Setan hanya diam sembari mengamati sekeliling.
Pandangan Setan tiba-tiba saja terpusat pada sebuah kegiatan. Terdapat beberapa warga yang sedang membantu warga lainnya untuk membangun rumah. Setan tahu nama tradisi itu—tradisi Sambatan—bisa dibilang nama lain dari gotong royong, tetapi lebih spesifik digunakan ketika ada keluarga yang sedang membangun rumah dan warga lain membantunya.
Setan jadi mengingat tentang kampung halamannya. Sewaktu ia kecil, keluarganya pernah membangun rumah dan para warga akan membantu, sehingga tidak perlu memanggil tukang dan sedikit mengurangi biaya pengeluaran.
Tiba-tiba saja Setan mengeluarkan air matanya. Ia tidak bisa menahan kerinduan terhadap kampung halamannya itu. Setan memang sudah sering melupakan tradisi-tradisi yang menurutnya kuno, tapi untuk saat ini, entah kenapa Setan menginkan berada di dalam tradisi itu, tradisi Sambatan.
Lucy yang sedang asyik memilih petasan segera menghampiri Setan karena ingin meminta uang untuk membayar. Namun, niatnya terhenti setelah melihat ada air mata yang mengalir di pipi sahabatnya itu.
Lucy menepuk pelan bahu Setan, membuat gadis itu menoleh ke arahnya. "Tantia, are you okay?" tanya Lucy lembut.
Setan mengangguk sembari tersenyum. Ia segera menghapus air mata yang mengalir secara tiba-tiba itu. "Ya, I'm okay," jawabnya.
Lucy menatap Setan dengan tatapan sedih. Pasalnya selama berteman dengan Setan, baru kali ini ia melihat gadis itu menangis. Biasanya Setan hanya marah-marah kepadanya.
"But, you don't seem okay, Tantia," ucap Lucy, "did I make you sad?"
Setan menggeleng sebagai jawaban. Lucy yang melihat hal itu segera menjulurkan tangannya untuk menghapus jejak air mata Setan.
"I just miss my hometown." Setan berkata pelan, membuat Lucy rasanya ingin ikutan menangis juga.
"Tantia, kita gak usah buy petasan, deh. Aku udah gak angry sama kamu," ujar Lucy yang membuat Setan tertawa renyah. "Sorry, Tantia. Karena aku paksa kamu keluar stasiun untuk buy this firecrackers, kamu jadi keinget your hometown."
Kereta tujuan Klaten akan segera berangkat. Diharapkan bagi semua penumpang untuk segera memasuki kereta dan duduk di bangku yang sudah disediakan. Harap ikuti protokol kesehatan dan dahulukan keselamatan, terima kasih.
"Lucy! Kita terlambat!" seru Setan sembari memegang rambutnya frustrasi. "Gue juga belum cetak tiket! Pasti habis ini gue diamuk Bang Sat. Ini semua gara-gara lo, Lucy!" lanjut Setan sembari marah-marah, membuat Lucy hanya bisa diam di tempatnya.
Baru saja tadi Setan menunjukkan sisi kucingnya kepada Lucy. Kini, sisi macan dalam tubuh Setan kembali muncul, membuat Lucy takut karena wajah Setan sangat seram.
"Jancok! Piye iki?"
Setan kembali merasa frustrasi saat mendapatkan panggilan telepon dari Bang Sat. Dalam hati ia terus mengumpati Lucy yang kini hanya diam saja menampilkan wajah polosnya.
Segera Setan mengangkat panggilan dari Bang Sat, dan detik itu juga sebuah omelan Setan dapati secara bertubi-tubi.
"Cah gendeng! Kowe neng ngendi, toh?"
"Ini gue udah mau masuk ke stasiun, sabar!"
"Kita ketinggalan kereta, Setan! Wong edan kowe!"
"Piye toh? Gue juga bingung! Ini semua salah Lucy!"
"Yowes kowe cepetan ke sini, jangan lama!"
Setan segera mematikan panggilan tersebut karena sudah tidak tahan dengan ocehan Bang Sat. Segera ia menarik tangan Lucy dan membawa gadis itu lari menuju tempat penjualan tiket dan memesannya.
Napas keduanya sama-sama memburu, bersamaan dengan seribu langkah yang mereka ambil tuk memperpendek jarak antara mereka dengan loket pencetakan tiket.
Setan yang begitu kalap, lebih dahulu mencapai loket dibandingkan Lucy. Tentu gadis itu seakan kesetanan, sebab ia menanggung tanggung jawab besar sebagai pemesan tiket, mengartikan bahwa ia adalah kunci perjalanan ini.
"Tantia, tunguin aku!" seru Lucy berusaha menyamai Tantia. Gadis bule itu tak mengerti kenapa temannya bisa lari secepat superhero the flash.
Dewi fortuna seakan tersenyum pada Setan kala antrian di depan ternyata kosong melompong. Gadis Jawa itu tersenyum lebar, begitu juga teman bulenya.
Setan sudah kegirangan saja, ia bersenandung sembari memulai proses pencetakan tiket. Namun, senyum yang tercetak di wajah kumal gadis itu memudar.
"Pencetakan gagal."
Netra Setan dan Lucy sama-sama membulat. Setan kembali meng-scan QR barcode di ponselnya, berharap kali ini berhasil. Namun, peringatan merah di layar komputer kembali menghancurkan ekspektasi gadis itu.
"As—astagfirullah ...." Hampir saja Setan berkata kasar jika saja Lucy tak langsung menyentilnya. Setan kembali menarik napas, menggantungkan harapannya pada cobaan terakhir.
"Pencetakan berhasil, harap menunggu tiket selesai tercetak."
"Oh my gosh! Tantia, we did it!"
"Woah! Pahala orang sabar!"
Keduanya sama-sama berjingkrak, tanpa mempedulikan rambut mereka yang sudah kusut malah semakin kusut bak jajanan gulali.
Selesai tiket tercetak, keduanya kembali memacu jantung dan memaksa otot kaki tuk bekerja ekstra. Setelah bertemu dengan Bang Sat dan Taeyang yang menunggu di dekat pintu menuju peron, kedua gadis itu akhirnya bisa mengambil napas.
"Haaa ... ini Bang Sat, tiketnya udah," ucap Setan disertai sengalan napas. Gadis itu berharap setidaknya Bang Sat memberikan apresiasi atas usahanya. Bukannya malah mendapatkan jitakan di kepala.
"Dasar, Setan! Kowe mikir atuh, waktu transit gak lama malah jajan!" serang Bang Sat dengan jitakan bertubi-tubi, kini giliran dia yang melakukan jurus seribu bor suci dengan cincin batu akiknya.
"Asu! Paling nggak kasih minum, kek!" desis Setan.
"Cangkemmu minum, puasa!"
"Udah, cukup," lerai Taeyang, "buruan lari, keretanya keburu berangkat!"
Kakak beradik itu sama-sama melotot, tak lupa juga dengan Lucy. Sempat-sempatnya mereka terdiam sebelum kembali heboh."
"Siphal! Lari!"
"Jancuk, salah kamu ini, Setan."
"Berisik, Bang Sat! Nyalahin orang mulu."
"Cut it out guys, run!"
Keempat muda-mudi itu langsung menolakkan kaki mereka dari tempat berpijak. Setan dan Lucy lagi-lagi harus memacu jantung mereka, Bang Sat terus mendumel selama mereka berlari, sementara Taeyang berhasil membuat beberapa kaum hawa terpesona saat ia berlari.
Di peron, keempatnya terus berlari di sepanjang peron, seakan sedang mereka ulang adegan film Train To Busan. Kepala mereka silih berganti antara melihat dinding kereta dengan tiket yang ada di tangan, berusaha mencari nomor gerbong yang sama.
"Wes, mana gerbong kita, nih?" tanya Bang Sat mulai panik. "Tan, gerbong kita kok, gak ketemu-temu, ya?"
Setan sama sekali tak berniat menjawab pertanyaan kakaknya, gadis itu sibuk mengatur ulang napasnya sembari mengumpati kakaknya dalam hati. Ya, cari sendiri dulu, dong! Bang Sat!
"Yang mana, Tan. Ditanya wes diem aja," ulang Bang Sat dan saat itu pula bokongnya tertendang oleh Setan.
"Mana gue tahu! Tanya Lucy, tuh. Gara-gara dia ngotot pengen petasan, kita jadi telat." Setan menunjuk Lucy yang langsung berjingkit kaget.
"Eh? Gerbong kereta ke berapa, ya?" tanya Lucy membalikkan pertanyaan Bang Sat. Gadis itu mencicit dan buru-buru mengambil ponselnya. "Ok Google, aku naik gerbong kereta yang mana, ya?"
"Gak bakal dijawab pacarmu!" tegas Setan. Geram sekali ia pada Lucy dan ketergantungannya dengan Google.
"Guys! Itu uri kereta." Suara lantang Taeyang langsung menarik atensi ketiga manusia yang sudah tak punya harapan ini. Jarinya menunjuk gerbong kereta yang ada di sebelahnya. Tak mereka sangka, ternyata gerbong yang mereka cari ada di sebelahnya.
"Oppa ...."
"Taeyang ...."
Sosok Taeyang di mata Lucy, Bang Sat, dan Setan, seperti matahari. Bersinar terang, mengalahkan awan keputusasaan yang menyelimuti mereka. Memang sesuai dengan arti nama Taeyang, matahari.
to be continue ....
best regards, itsmeqia mssana7 DRestiPertiwi xxtnaruwlsy RanEsta13 onederfulonly Ren-san22 wishasaaa yuniizhy_ Kokokruunch
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro