Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

tiga belas

"Erza, Haekal?"

Ya, pemilik suara indah itu adalah Dhea. Kembang desa itu berjalan menghampiri Erza dan Haekal yang tampak mencurigakan sambil berjongkok membelakanginya.

"Kalian ngapain?" tanya Dhea yang penasaran.

Insting binatang buas Erza dan Haekal bergejolak. Mereka sadar, jika mereka tak bekerjasama sekarang, maka hanya kematian yang akan mereka jumpai. Tidak, melainkan sesuatu yang lebih buruk dari kematian. Yaitu ketika kehormatannya dipertanyakan oleh gadis pujaan hatinya.

"Gimana nih?" tanya Erza dengan wajah panik.

"Kita damai dulu kali ini," balas Haekal dan diikuti oleh anggukan Erza.

"Gue ada rencana," lanjut Haekal.

Haekal dan Erza memutar tubuhnya menghadap ke arah Dhea. "Kalian ngapain?" tanya Dhea yang belum mendapatkan jawaban atas rasa penasarannya.

Erza menyenggol lengan Haekal, ia hanya pasrah pada Haekal yang memiliki rencana untuk keluar dari situasi ini tanpa ketahuan Dhea bahwa mereka habis berbuka puasa sebelum waktunya.

"Itu, Dhe." Haekal menunjuk bungkus mie ayam yang tergeletak di tanah.

'Wah, wah, jangan-jangan rencana dia numbalin gue?' batin Erza yang meragukan Haekal.

"Kalian buka puasa sembarangan?" Dhea memicingkan matanya menatap Erza dan Haekal secara bergantian.

"Bukan, Dhe," jawab Haekal. "Jadi kita tuh lagi melakukan penyelidikan, bener ga, Er?"

"Hah? Penyelidikan apaan?" jawab Erza tak peka.

Haekal menginjak kaki Erza. Sontak membuat Erza melotot ke arah Haekal. "Penyelidikan itu loh, misteri bungkus mie ayam misterius," jawab Haekal.

'Ah, begitu cara mainnya. Iye, iye, iye.'

"Itu, Dhe. Jadi kita nemuin bungkusan mie ayam yang masih anget, tapi tuh enggak tahu punya siapa," ucap Erza.

"Nah! Jadi kita lagi melakukan investigasi tempat perkara kejadian, Dhe," timpal Haekal.

"Oh gitu, aku pikir kalian lagi pada buka puasa sembarangan," balas Dhea.

"Ya enggak dong, masa udah dewasa masih begitu hehehe malu sama umur, ya enggak, Kal?"

"Yoi, bener banget. Emangnya kita bocah?"

"Eh ngomong-ngomong ada apa, Dhe kamu ke sini?" tanya Haekal.

"Iya, mau ngasih undangan," jawab Dhea. "Besok jangan lupa dateng ya."

Setelah memberikan undangan itu, Dhea langsung pergi meninggalkan duo serigala. Sementara Haekal dan Erza membaca isi undangan yang diberikan oleh Dhea.

"Sahur on the road?" ucap mereka berbarengan sambil saling bertatapan.

'Wah, kesempatan buat unjuk gigi nih,' batin Erza dengan wajah jahatnya.

'Kalo Dhea yang ngundang, berarti dia juga ikutan kan? Kesempatan buat pepetin nih,' batin Haekal dengan wajah liarnya.

Lalu mereka berdua ingat bahwa mereka berdua belum minum setelah makan. Pantas saja tenggorokan mereka tak enak. Erza dan Haekal segera masuk ke dalam rumah mereka masing-masing sambil menyusun strategi untuk memikat Dhea ketika acara sahur on the road besok.

****

Hal yang paling curang dari waktu, ialah maju dengan egois tanpa menunggu. Tak terasa waktu sahur tinggal beberapa jam lagi. Erza keluar rumah dengan outfit terkeren yang ia miliki, yaitu kaus hitam dibalut jaket jin berwarna biru yang ia kredit sebelum mudik.

Ketika ia membuka pintu, rupanya Haekal juga baru saja keluar. Ia mengenakan kemeja putih dan celana bahan berwarna hitam.

"Mau ngelamar Dhea apa ngelamar kerja lo?" ledek Erza sambil terkekeh.

'Sial, ini rekor terpagi si Erza memulai perang.'

"Lu tuh harusnya cuci muka dulu! Mana rambut kayak adonan kue gitu," balas Haekal.

Erza langsung menatap spion motor R15 yang ia pinjam dengan jaminan laptop Ayahnya dan juga ponselnya yang ia gadaikan.

"Ah bodo amat, Dhea enggak pandang fisik kok," balas Erza sambil naik dan menyalakan mesin motornya.

Tak mau kalah, Haekal juga naik ke atas motor milik Ayahnya dan mulai memanaskan mesinnya. Mereka berdua saling beradu knalpot. Saling menggeber-geber gas untuk memberikan tekanan.

"WOI BERISIK, JAMET!" sebuah panci melayang dari samping rumah Erza. Rumah itu adalah rumah Romlah. Hampir saja benda itu mengenai kepala Erza, sehingga membuat Haekal terbahak-bahak.

"Iri aje, Romlah! Rombongan orang kalah!" balas Erza sambil menarik gas dan on the way ke tempat yang tertera pada undangan. Haekal melaju di belakang Erza.

Memang hubungan mereka kurang baik, tetapi percayalah ... mereka selalu bersama sejak kecil. Di mana ada Haekal, di situ ada Erza, dan sebaliknya.

Tiba saatnya mereka tiba ditujuan. Dhea dan rekan-rekan SMA mereka sudah berkumpul di tempat yang dijanjikan. Mereka semua menatap Haekal dan Erza.

"Yang satu sok kayak geng motor, yang satunya lagi mau ngelamar kerja subuh-subuh," ledek Pras, diikuti kekehan seluruh teman-teman.

Diledek oleh Pras adalah sesuatu yang membangkitkan kemurkaan tiada tara. Bagi Haekal masih jauh lebih baik dihina oleh Erza. Begitu juga sebaliknya.

"Kok pada make baju koko sih?" tanya Erza heran.

"Kita kan mau sekalian bakti sosial, Er. Sekalian bagi-bagiin makanan untuk warga yang ekonominya di bawah," jawab Dhea.

"Oh gitu ya, aku enggak baca yang itu. Soalnya ya kalo di kota biasanya begini pakaiannya." Erza berusaha mengelak.

"Seenggaknya enggak kayak orang PKL," lanjut Erza sambil melirik Haekal.

"Ini ada filosofinya, jangan salah! Putih itu melambangkan kesederhanaan. Ketika kita memberikan makanan sahur untuk mereka, pastikan bahwa kita tetap sederhana. Karena bisa jadi ketika kita berpakaian mahal, mereka terluka dan timbul sifat iri melihat pakaian kita yang mahal. Makanya aku pake baju gini ya biar sederhana, dan menjaga perasaan mereka." Entah, Haekal sudah kehabisan akal. Ia asal bicara sambil memajukan dagunya. Kedua tangannya bersembunyi dibalik kantong celananya. Kata-katanya boleh asal, tetapi kehormatan adalah harga mati. keep stay cool.

Dhea membagikan plastik berisikan nasi bungkus. Mereka akan dibagi menjadi beberapa tim yang akan berpencar. Satu tim terdiri dari dua orang.

"Dhe bareng aku yuk?" ajak Haekal.

"Cih! Mending sama aku aja, Dhe. Naik R15, seru deh," celetuk Erza.

Dhea tampak terdiam beberapa saat. "Maaf, aku udah sama Pras."

Pras, Pras, Pras, Pras,Pras, Pras,Pras, Pras.

Nama itu terus ternginang-nginang di kepala Erza dan Haekal. Mereka akhirnya berkeliling desa dengan tatapan kosong, masih sambil mengingat nama itu. Pras, Pras, Pras, Pras,Pras, Pras,Pras, Pras.

Mereka berdua akhirnya berkeliling untuk membagikan sahur gratis, dengan tatapan kosong.

"Mas, itu orang bukan ya?" ucap seorang istri pada suaminya.

"Kayaknya orang dah," balas suaminya.

"Tatapannya kosong gitu, kayak bukan orang. Ih, serem."

Bahkan mereka berdua membagikan makanan itu pada rekan-rekannya yang tak sengaja mereka temui.

"Woy, lu gila ya? Gue kan anggota juga, kok malah dibagi ke gue sih?" protesnya.

Mereka menggelengkan kepala melihat Erza dan Haekal yang tidak pernah berubah. Selalu aneh dan absurd.

"Kal, Kal, haekal!" panggil salah satu temannya.

"Er, Er, Erza!" panggil temannya yang lain.

"Pras?" balas Haekal dan Erza seperti terhipnotis.

"Pras, Pres, Pras, Pres. Gua bukan Pras woy!" Akhirnya salah seorang temannya menyiram air seember ke wajah Erza dan Haekal. Hingga membuat mereka tersadar.

"Gue di mana dah?" ucap Erza ling-lung. "Lu mau ngelamar kerja di mane?"

"Enak aja ngelamar kerja! Gua mau sahur on the road!"

"Yaudah, mumpung udah kelar ketempelan jinnya, kita sahur sama-sama yuk."

Tak lama setelah itu, mereka semua berkumpul kembali ke titik awal dan sahur bersama-sama pinggiran hamparan sawah.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro