duapuluh tiga
Tidak terasa bulan ramadan sudah hampir di penghujung haru. Sedang Erza dan Haekal masih saja memakai topeng kesuksesan yang kian hari semakin muak mereka kenakan. Mereka ingin mengakui kesalahan dan meminta maaf, tapi di sisi lain rasa malu menghalau semuanya. Mereka terjebak dalam permainannya sendiri, permainan yang bemula dari kebohongan akan sukses yang belum nyata.
Saat hari menjelang sore, bias jingga menyuar dari matahari yang akan tumbang. Erza yang berada di teras rumah mendengar suara pengumuman yang berasal dari masjid. Pengumuman itu berbunyi bahwa akan dilaksanakan pengajian ceramah membahas tentang malam lailatul qodar yang bertempat di masjid saat setelah salat tarawih. Erza berniat untuk menghadiri acara tersebut. Dapat pahala sekalian dapat konsumsi, ucapnya membatin.
Di sisi lain, Haekal yang sedang bermain ponsel juga mendengar pengumuman itu, ia juga ingin hadir. Siapa tahu bisa bertemu Dhea, itu harapannya.
“Kal ... ayo siap-siap buka puasa. Nanti kamu ikut pengajian juga, ya,” kata Arum dengan nada keras.
“Iya, Bu,” jawab Haekal.
****
Suasana masjid saat itu sangat ramai. Anak kecil sampai orang tua banyak hadir dalam acara pengajian ini. Haekal mengamati dengan teliti setiap orang, ia mencari sosok Dhea yang biasanya selalu hadir di acara seperti ini. Namun sosok yang di cari Haekal tidak kunjung muncul, yang muncul malahan Erza. Ia mengembuskan napas kesal, tapi setelah kesepakatan antara mereka berdua, kini mereka tidak sering bertikai seperti yang dulu-dulu. Ya, mungkin mereka mulai sadar bahwa hal yang mereka ributkan sama sekali tidak ada gunanya.
“Nyari takjil, ya?” tanya Haekal saat Erza berada di dekatnya.
“Enak aja kalau ngomong. Gue nyari ilmu dateng ke sini,” jawab Erza ketus.
“Syukurlah kalau lu udah tobat.”
“Haekal, Erza, kalian juga ikut pengejian?” Suara lembut itu adalah Dhea yang datang dari belakan dengan dua orang temannya.
Kemunculannya yang tiba-tiba membuat Haekal dan Erza kikuk. “Iya Dhe. Mumpung malam-malam Laila Qodar” jawab Haekal.
“Syukurlah,” ucap Dhea lalu tersenyum. Senyum yang mampu membuat kedua pria itu terpaku untuk beberapa saat. “Ya udah, aku duluan, ya.”
Dengan masih terpaku mereka berucap, “Iya, Dhea hati-hati.”
Kemudian dengan dua temannya Dhea pergi lebih dahulu meninggalkan Haekal dan Erza yang masih bengong setelah melihat senyum Dhea.
“fix Dhea jodoh gue,” kata Haekal yang masih memandang Dhea dari belakang.
“Enak aja. Dhea jodoh gue lah,” balas Erza.
Saat mereka asyik mengobrol tanpa di duga-duga, ada segerombolan anak kecil yang sedang main petasan di dekat mereka. “KAK! AWAS ADA MERCON TIKUS!” teriak salah satu bocah memperingatkan.
Mercon itu meledak di antara kaki Haekal, yang membuat sarungnya bolong. Erza yang berada di dekatnya juga sangat terkejut atas kecelakaan barusan. Namun saat mengetahui sarung yang di kenakan Haekal bolong akibat petasan, Erza tertawa terpingkal-pingkal. Ia terbahak sampai sedikit menangis. Sedang Haekal sangat marah kepada anak-anak itu. mengetahui situasi semakin memburuk gerombolan anak itu langsung kabur semua.
“KABUR!”
Anak-anak itu lari berhamburan. Haekal tidak tinggal diam, ia juga langsung mengejar anak-anak itu untuk bisa ia marahi, setidaknya emosi harus tersalurkan pada orang yang tepat.
“Mau lari kemana kamu?” tanya Haekal saat mendapat salah satu dari anak itu.
“Bukan salahku, Kak. Ini semua salah mercon itu,” jawab anak itu dengan nada ketakukan.
“Sama saja. Kalau kalian nggak nyalain nggak bakal gini merconnya.” Haekal masih memegangi anak itu biar tidak kabur, sedang Erza masih terbahak-bahak menonton kejadian itu.
“Kak, Kak. Lihat itu, ada bidadari, “ ucap anak itu antusias seraya menunjuk ke belakang Haekal.
Haekal yang penasaran lalu menoleh dan dengan sengaja anak itu menginjak kaki Haekal yang membuat pegangannya terlepas. Anak itu berhasil lolos, sedang Haekal menahan sakit di bagian kakinya. Haekal hendak mengejar lagu namun anak itu sudah menghilang dari pengelihatan Haekal.
“Goblok!” maki Erza, “Mau aja dikibulin bocah.” Erza sebenarnya kasihan dan ingin menolong, tapi kejadian ini sangatlah mubazir untuk tidak ditertawakan.
“Diem lo!” bentak Haekal.
****
Setelah pulang dan ganti pakaian, Haekal bergegas untuk menghadiri acara itu. Terdengar dari jauh acara itu sudah dimulai.
Dengan terburu-buru Haekal berlari menuju masjid, napasnya memburu saat ia sampai di serambi masjid, menerawang tempat yang kosong untuk ia duduki tapi tidak ada. Semua tempat sudah terisi penuh oleh pengunjung yang lain. Jadilah Haekal hanya mendengarkan ceramah di serambi dengan beberapa orang yang juga terlambat datang.
****
"Para hadirin yang dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala,
Lailatul Qadar merupakan peristiwa penting yang terjadi diantara sepuluh hari terakhir bulan ramadan. Malam lailatul qadar memiliki keistimewaan dari malam-malam lainnnya karena Allah memberikan banyak kebaikan di waktu tersebut."
"Di antara kebaikan tersebut, Alquran yang merupakan salah satu mukjizat dari Nabi Muhammad diturunkan pada malam Lailatul Qadar."
Erza yang berada di dalam masjid mendengarkan baik-baik ceramah yang disampaikan ustadz meski ia melawan kantuk yang sangat luar biasa akibat tempat yang ia duduk terkena embusan kipas angin. Ia berusaha melawan matanya yang sangat ingin terpejam, sesekali ia mengucek matanya agar mengurangi rasa kantuk. Namun semua itu sia-sia.
Sedang Haekal yang berada di serambi masjid, mencoba fokus untuk mendengarkan ceramah. Namun pandangannya sering teralihkan oleh para gadis desa yang cantik. karena Haekal duduk di serambi, ia bisa dengan bebas melihat ke saf perempuan tanpa terehalang kain.
“Malam lailatul qodar adalah malam yang sangat istimewa. Banyak kebaikan yang Allah janjika apa bila kalian melakukan kebaikan. Maka muslimin dan muslimat sekalian mari kita perbaiki amalan kita. Mari kita sucikan hati kita dengan melakukan hal yang positif.”
Saat khotbah masih berlangsung tak sengaja Haekal melihat Arum juga ada di antara saf perempuan, bersama dengan Adinda.
Seketika Haekal ingat tentang segala hal yang disembunyikan olehnya. Ia merasa bahwa hal yang selama ini ditutupi akan sangat menyakitkan jika mereka tahu kebenarannya tetapi bukan langsung dari mulut Haekal. Namun, Haekal juga bingung akan mulai bicara dari mana. Dalam diam Heakal berpikir, pandangannya lurus melihat Arum yang terlihat sangat memperhatikan ceramah itu.
****
Pengajian ceramah itu berakhir pukul 21.00, itulah yang ditunggu-tunggu Erza. Perlahan konsumsi dikeluarkan dan dibagikan kepada seluruh jamaah yang hadir. Kantuk yang tadi Erza alami sekarang lenyap dan berubah menjadi semangat. Erza menebak apa yang tersaji dalam nasi kotak itu. Ayam goreng. Itulah tebakannya saat melihat kotak pertama keluar.
Saat semua nasi kotak sudah dibagi rata kesemua jamaah, pengajian ditutup dengan sholawat bersama. Tak sabar Erza menikmati nasi kotak itu, hingga akhirnya ia menikmati nasi kotak itu di sebuah pos kamling pinggir jalan, searah dengan jalannya pulang ke rumah. Tampatnya tidak terlalu ramai dan sangat pas untuk menikmati nasi kotak itu.
Saat Erza membukanya benar apa yang ia tebak. Paha ayam lengkap dengan sambel dan seiris telur rebus dengan bumbu merah. Sangat menggugah selera.
Ketika Erza akan makan tak sengaja matanya melihat ada anak kecil yang sedang mengais sampah di tempat sampah dekat pos kampling itu. Anak kecil itu membawa karung besar di tangan kirinya sedang di tangan kanan ia sibuk mengorek sampah plastik dengan bantuan besi panjang. Erza menatapnya lama dengan tatapan belas kasih.
Andai aku bisa membantunya.
Kemudian Erza menutup kembali nasi kotak yang ada di genggamannya, ia hendak memberikan nasi kotak itu. Anak itu pasti akan senang mendapat makanan ini.
“Ini, Dek. Nasi kotak buat Adek,” kata Erza seraya memberikan nasi itu.
Anak itu menoleh. “Wah ... terima kasih banyak, Kak. Adik saya di rumah pasti sangat senang,” jawab anak itu. matanya berbinar cerah menatap Erza.
Kemudian Erza pulang dengan wajah yang terlihat bahagia.
Aku nggak tau kali ini mau bilang apa. Jadi, mati kita tutup bab ini dengan ucapan Terima Kasih!!
Vote ya, vote dong!
Masa nggak??
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro