Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

baris pertama

Sore ini sedang terik-teriknya. Erza pikir, matahari pasti berbangga diri karena sudah diciptakan sebesar dan sepanas itu. Coba saja dia kecil seperti bola, sudah pasti akan ia lapisi dengan kain basah agar tidak terlalu panas seperti sekarang.

Niatan Erza datang ke pasar beduk tidak lain adalah mencari takjil. Kalau bisa, yang bertahan hingga dua hari dimakan tidak habis agar bisa ia bekal hingga sampai kampung halaman.

Sudah panas, ramai pula, peluhnya meluruh bersamaan dengan hela napas yang semakin lama semakin memendek saja. Tangannya masih setia menggenggam, bukan perempuan, melainkan kresek hitam besar berisikan baju yang ia beli di Pasar Tanah Abang untuk oleh-oleh. Untuk membuat barang itu terlihat mewah, tidak lupa Erza membeli dua belas dus packing dengan tali rami yang sedang ramai di jagat situs belanja online, biarlah tekor yang penting kesohor.

Sekarang waktunya membeli takjil untuk berbuka juga bekal murah yang akan menemaninya di perjalanan menuju kampung. Laki-laki itu merogoh kantong sebelah kirinya kemudian menampilkan cengiran pada Mohammad Hoesni Thamrin yang menatapnya pada uang lembar dua ribuan. Tidak patah semangat, ia merogoh kantong sebelah kanan, untung saja, dua lembar uang sepuluh ribuan masih bertengger di tangannya kini.

Masa bodolah! Erza pikir dia akan bisa makan di stasiun nanti malam. Untuk sekarang ia akan mencari masjid terdekat, siapa tau masih ada satu porsi kolak tersisa, lumayan akan menghemat uangnya sebanyak sepuluh ribu untuk membeli takjil karena uang untuk pulang kampung tidak lagi dapat ia ganggu gugat.

Setibanya di masjid, Erza meletakkan barang belanjaannya di tempat penitipan. Dugaannya benar, masih ada menu buka puasa gratis yang tersisa dan yang lebih membahagiakan, itu bukan sekadar kolak pisang, tetapi satu kotak nasi dengan ayam bakar yang tersisa dibagikan.

Masa bodo dengan kata sisa! Erza hanya fokus pada kata nasi dan ayam bakar saja.

Setelah kenyang dan melaksanakan sholat maghrib dan tarawih di masjid, Erza melangkah dengan percaya diri. Bukan karena perutnya sudah terisi, melainkan langkahnya kini ditemani sendal merk Eiger yang tadi tertukar di masjid. Bukan niat Erza, ya! Menukar sandalnya dengan yang lebih bagus, tetapi ketika keluar sandal Erza raib entah kemana, jadilah Erza memakai sendal yang ada saja, dan karena tidak mau rugi, Erza memutuskan memakai sendal terbaik yang ada di deretan sendal di sana.

****

Sial!

Umpatan itu hampir saja keluar dari bibir yang dihiasi kumis tipis-tipis. Astaga! Kalau dalam keadaan tidak terdesak dan uang di kantong masih dengan nominal angka nol berderet enam, pasti sudah Erza gunakan untuk kabur dari bus sialan itu.

"Ngapain lo di sini?"

Pertanyaan itu keluar dari laki-laki kurus dengan tas gunung di punggungnya dan lengkap beserta sebuah kardus popok yang ia minta dari pegawai minimarket gang depan. Dia Haekal, tetangga yang Erza beri predikat lelaki paling mengenaskan di kampungnya. Bagaimana tidak? Seingat Erza, sebelum memutuskan merantau, Haekal tercatat lebih dari lima belas kali ditolak cintanya. Sialnya ketika Erza mengatai Haekal, dengan cepat pula Haekal hanya menjawab 'butuh cermin?'

"Elo yang ngapain di sini? Eksekutif muda naik bus kelas ekonomi juga?" Serupa ledekan, Haekal melepas tasnya kemudian menyimpannya di atas bangku yang diduduki Erza. Sial! Kalau sudah begini penyamaran kesuksesan Erza di kota bisa-bisa terbongkar oleh Haekal.

"Apa-apaan lo? Nyempit-nyempitin aja kerjaanya." Erza mendorong Haekal yang tengah merapikan tas. Laki-laki itu bermaksud mencari keributan agar Haekal diusir dari bus.

"Ini bangku gue!" sentak Haekal tidak terima. Sementara Erza, hanya bisa melotot rival yang sependeritaan dengannya itu duduk di sampingnya.

"Nggak bisa nggak bisa! Gue beli bangku ini dua langsung, ya. Asal lo turun sekarang juga!"

"Gue juga bisa beli bangku ini dua kali lipat harganya!" balas Haekal.

"Kalian ini mau duduk atau mau kelahi? Kalau mau kelahi di luar sana! Busku ini mau jalan!"

"Bang usir aja dia dari bus ini, Bang! Sempit gue sama dia. Liat aja tuh! Barangnya banyak banget!" Erza berusaha mengompori.

"Nggak bisa gitu loh! Lo aja yang turun. Nih, Bang. Dia ini tukang nipu. Abang nggak takut ditipu dia?" Haekal tidak mau kalah. Pria itu sudah khatam betul sikap Erza. Jadi, sebaiknya ia juga menyiapkan amunisi untuk melawannya agar dia tidak kalah dari rivalnya itu.

"Duduk atau kutendang kalian keluar!"

Sentakan seorang penumpang dengan logat kerasnya mengalahkan duo Tom and Jerry kali ini. Keduanya sontak terduduk dengan Haekal yang merangsek memasuki kardus popoknya ke bawah bangku bagian Erza.

"Sempit!"

"Bodo!"

"Lagian bawa apaan sih lo! Banyak banget, mana pake kardus segala, nggak elit banget," cibir Erza yang jelas saja tidak mendapat jawaban.

Kruuuuuukk ...

Tepat ketika bus masuk ke dalam gerbang tol lingkar luar Jakarta bunyi itu terdengar.

Erza menggembungkan pipinya menahan tawa, sementara Haekal mengusap perutnya yang rata serupa ibu-ibu yang tengah hamil muda.

Haekal kini merutuki dirinya sendiri. Karena terlalu berhemat, ia melewati membeli takjil sebelum berangkat ke stasiun tadi sore. Meski bukan hanya karena berhemat yang menjadi alasan laki-laki itu enggan membeli makan. Namun, ia enggan mendekat karena deretan penjual makanan lebih banyak dikerumuni oleh ibu-ibu dan para perempuan ketimbang laki-laki atau bapak-bapak.

Alasannya sudah jelas, Haekal itu pendiam, dan dekat dengan satu perempuan adalah masalah besar bagi dirinya. Bagaimana kalau banyak? Meski ia jelas mengetahui, jika yang dikerumuni ibu-ibu itu bukanlah dirinya. Melainkan risol juga lontong untuk menu buka puasa.

Adakah seseorang yang lebih mengenaskan dibanding dirinya? Sepertinya sebuah lontong dan risol lebih menarik ketimbang Haekal.


Salam dari kami para pejuang kemalasan yang sebetulnya nggak malas-malas amat kok. Cuma yaa gitu ....

See you!!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro