Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

bagian sembilan

Sore yang mengenaskan bagi Erza sebab dia gagal mendapat takjil gratis, dia juga gagal menarik hati sang kembang desa, Dhea. Nasib pula dirinya tidak memikirkan bahwa sang ibu yang tadi menyuruhnya membeli takjil tengah menunggu di rumah dengan harapan anak kebanggaannya membawa takjil mewah.

"Loh, Ja, mana takjilnya?" tanya Dewi saat mendapati tangan Erza kosong, tidak ada gandengan plastik kresek.

Erza lupa pula menyiapkan skenario jawaban paling pas untuk menjawab pertanyaan ibunya agar terlihat berkelas. Dia masih berdiri di depan pintu dengan bengong memikirkan sebuah jawaban pertanyaan sederhana itu.

"Dor!"

"Eh takjil ilang diambil orang!" latah Erza terkaget akibat suara cempreng milik adik gemblongnya. Riana.

"Haha! Kak Eja ngenes banget, pacar gak punya, eh takjil aja diambil orang." Tawa menggelegar Riana menyulut emosi Erza yang tersinggung karena perkataan sang adik benar. Meski takjil tadi terjatuh akibat menatap sang kembang desa yang rupawan.

"Awas, ya, nanti kamu gak jadi dapat uang buat beli skincare," ancam Erza yang langsung membuat Riana memohon ampun dan memuji-muji sang kakak dengan segala rayuan agar dirinya mendapatkan uang jatah membeli skincare yang dijanjikan Erza.

"Takjilnya diambil siapa, Ja?" tanya Dewi lagi sebab tadi Erza belum menjawab pertanyaan pertamanya.

Erza kembali mengumpat dalam hati, dengan segala alasan yang spontan--semoga saja masuk akal dan terkesan berkelas--dia menjawab, "Itu ... tadi ada perempuan sedot WC. Kasian dia capek gitu. Akhirnya Eja kasih aja takjilnya, terus kita tukeran nomor telepon. Cantik, Bu, orangnya." Dengan lancar kebohongan itu keluar dari bibir dengan hiasan kumis tipis-tipis milik Erza.

"Oh gitu, toh. Ya sudah anggap aja sedekah. Lagian, kalau dia suka sama kamu gak rugi juga," ujar Dewi seraya masuk ke dalam rumah untuk menyiapkan buka puasa.

****

Haekal sudah tidak berdaya saat tahu dirinya diperdaya perempuan dengan diberi nomor WC dan pendekatan dengan Dhea anak Pak Lurah yang tidak ada progresnya.

"Mas Ikal nanti ikut salat tarawih gak?" tanya Adinda saat melihat sang kakak duduk melamun di atas tikar.

Haekal dengan cepat memproses pertanyaan tadi dengan pemikiran seorang pujangga sejati. Dia harus rajin beribadah tidak lupa pamer diri di depan sang pujaan hati, Dhea, sang kembang desa yang pastinya juga ikut salat tarawih. Tanpa menjawab pertanyaan Adinda, Haekal justru dengan kecepatan kilat menuju kamarnya untuk menyiapkan OOTD terkeren buat ke masjid nanti.

Saat azan isya berkumandang, Haekal sudah siap dengan baju koko putih barunya--padahal itu untuk lebaran nanti, tapi sekarang dia ingin tampil lebih rapih agar tidak kalah dengan tetangga sebelah yang menjengkelkan--dipadupadankan dengan sarung premium Cap Anu bukan original alias KW berwarna hijau, tak lupa peci, sajadah, dan sandal yang meski bukan Eiger tapi masih bisa dipandang.

Usai menutup pintu rumah dan bermaksud untuk pergi ke masjid, bertepatan pula Erza keluar dari rumahnya dan secara spontan Haekal memperhatikan penampilan Erza dari atas sampai bawah. Anjir! Ini kita udah kaya kembar siam tapi beda rupa. Batin Haekal.

"Lu gak punya setelan baju lain apa? Sana deh ganti! Ogah gue kembaran sama kaya lu," sarkas Haekal.

Dengan heran Erza mulai memperhatikan penampilan dirinya dan Haekal bergantian. Lalu, sama-sama mengumpat dalam hati. "Eh lu kali yang jiplak OOTD gue. Ini mah emang gaya gue kalo mau ke masjid," jawab Erza tidak santai.

"Sana ganti! Gitu aja susah amat," suruh Haekal geram saat perkataannya tidak diindahkan Erza.

"Mana bisa. Lo aja sana yang ganti! Ini gue udah paling top markotop, sarung gue premium Cap Anu original, pasti punya lo KW, 'kan. Ngaku aja," ejek Erza dengan membandingkan sarung kebanggaan keduanya.

Haekal berang karena ejekan Erza benar adanya. Sudah lelah berdebat masalah pakaian dan sebentar lagi akan iqomah. Akhirnya Haekal memutuskan, "Lo jalan abis gue jalan lima menit kemudian. Jangan sampai kita barengan ke masjid. Awas aja lo!" ancam Haekal.

Erza setuju dengan Haekal karena dirinya juga mager alias male gerak untuk mengganti setelannya dengan yang lain. Tentu saja karena sarung premium Cap Anu miliknya memang original, berkat memenangkan give away di sosial media.

Lima menit kemudian Erza baru berjalan menuju masjid dan bertepatan di tengah jalan suara iqomah terdengar, membuatnya mempercepat jalan menjadi sedikit berlari. Takut ketinggalan salat berjamaah. Namun, hal itu justru membuatnya dan Haekal datang bersamaan di teras masjid. Jamaah yang sudah berdiri siap untuk melaksanakan salat secara otomatis menatap keduanya yang seperti kembar tapi tak seiras.

"Mas Eja sama Mas Ikal kaya upin upin," ejek salah satu anak kecil yang berada di barisan saf paling dekat dengan pintu. Membuat Erza dan Haekal mendengus jengkel. Mau bagaimana pun juga mereka tidak bisa mengelak hal itu karena nyatanya mereka tetap bersebelahan di saf belakang saat salat berlangsung.

****

Salat tarawih dan witir sudah berakhir. Sekarang, Saat Erza dan Haekal tengah mengenakan sandal, sebuah suara halus nan merdu masuk ke gendang telinga keduanya.

"Kalian kompak sekali, ya. Enak diliat kalo rukun gini," ujar Dhea dengan diakhiri kekehan halus yang membuat hati Haekal dan Erza cenat cenut.

"Masya Allah ada bidadari dari surga. Dhea cantik sekali pakai mukena putih itu, serasi dengan pakaianku," goda Haekal dengan menampilkan senyum yang paling manis menurutnya.

"Gak! Dhea mah serasinya sama gue. Liat nih baju kita juga sama-sama putih!" elak Erza menyanggah ucapan Haekal.

"Loh, baju kalian kan sama. Justru kalian yang keliatan serasi, loh," ucap Dhea dengan kekehan ringan yang menyegarkan telinga Erza dan Haekal.

"Beda, Dhe. Sarungku ini sarung original Cap Anu yang harganya ada lima digit nol di belakang. Nah, punya Haekal itu KW, lihat aja warnanya lebih busuk," ucap Erza senewen membanggakan sarungnya.

"Ini sarung Ikal sama kaya warna sandal Dhea, loh. Ijonya sama gak terlalu cetar kaya punya si Eja," bela Haekal menunjuk sandal swallow milik Dhea yang gagangnya berwarna hijau agak busuk.

"Ini sandalnya Bapak, tadi aku buru-buru ke masjid. Jadi, asal pakai saja," ucap Dhea karena memang tidak biasanya Dhea memakai swallow, ternyata itu sandal milik Pak Lurah, ayah Dhea.

"Haha, sukurin! Tuh, sana lo kembaran sama Pak Lurah aja. Biar Dhea sama gue," ejek Erza.

"Ehem!"

Tiba-tiba suara deheman berat terdengar di balik punggung mereka. Erza dan Haekal sudah mematung sejak mengenali suara tersebut. Dengan gerakan slow-motion, mereka membalik badan ke belakang dan mendapati ternyata Pak Lurah tengah berkacak pinggang. Tatapan tajam dengan kumis tebal di bawah hidung bangirnya membuat Erza dan Haekal terpaku seketika.

"Kalian ganggu anak saya, hah?!" tanya Pak Lurah dengan nada biasa saja tapi terdengar menyeramkan.

"A-anu tidak, Pak. Permisi, duluan." Dengan bersamaan keduanya menjawab dan berlari terbirit-birit menghindari kengerian Pak Lurah yang terkenal tegas dan berwibawa.

"Loh, kok malah lari. Padahal Bapak mau tanya sarung Cap Anu mereka itu beli dimana. Bagus ternyata dilihat-lihat," ucap Pak Lurah yang terheran-heran menatap dua pemuda yang sudah tidak menampakkan diri lagi.

"Haha. Mereka takut sama Bapak. Ya udah, ayo pulang, Pak," ajak Dhea. Akhirnya mereka pulang ke rumah dan begitu saja melupakan kedua pemuda bak upin ipin yang tadi mendekati Dhea. Seolah-olah kehadiran mereka tidak berarti penting padahal bagi Erza dan Haekal, bertemu Dhea adalah sebuah mukjizat dan keberuntungan.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro