alinea kelima
Sesampainya Erza di rumah, ia langsung diinterogasi oleh seluruh keluarganya. "Ya ampun! Kamu bawa apaan aja itu? Banyak banget!" seru Dewi ketika ia dan Erza tiba di rumah.
Memang, Dewi sempat menyambut kepulangan anaknya di depan, tetapi karena melihat Arum dan anaknya yang sad boy, Dewi jadi tidak terlalu fokus dengan oleh-oleh yang dibawa oleh Erza. Ia lebih fokus menyombongkan kesuksesan anaknya yang sebenarnya tidak sukses.
"Ih oleh-oleh Jekardah!" pekik Riana--adik dari Erza. Seorang gadis kucel yang terlihat lusuh, tetapi cukup manis. Jika diibaratkan makanan, mungkin sosoknya seperti gemblong.
"Salim dulu dong sama Sultan." Erza menyodorkan tangan kanannya pada Riana. Terlihat jelas cincin-cincin batu akik yang terlihat mahal di setiap jari-jarinya. Nyatanya sepulang kerja, Erza selalu mencari batu-batu yang mirip seperti batu mahal dan menjadikannya sebagai cincin.
"Kakakku keren!" Riana segera mencium punggung tangan kakaknya, dan setelah itu langsung membuka paket-paket yang dibawa oleh Erza dari kota.
Banyak makanan dan juga beberapa souvenir dari Jakarta. Barang-barang itu bukanlah barang yang mahal. Erza membelinya di Pasar Poncol, pasar yang menjual beraneka ragam barang bekas, tetapi yang masih terlihat bagus.
"Za, ini kok ada roti buaya? Kamu mau kawin apa gimana?" tanya Dewi yang juga sibuk meringkus oleh-oleh tersebut.
Memang, suku Betawi percaya bahwa buaya hanya kawin sekali dengan pasangannya. Karena itu roti buaya dipercaya melambangkan kesetiaan dalam perkawinan. Buaya secara tradisional dianggap bersikap sabar, ia tenang dan menunggu mangsanya dengan sabar. Selain kesetiaan, buaya juga melambangkan kemapanan. Namun, makna buaya di era modern kini berubah menjadi hal yang negatif, misalnya buaya judi, buaya minum, dan juga buaya darat.
"Ya, namanya juga oleh-oleh dari Jakarta, Bu. Khasnya kan roti buaya. Kalo aku kerja di Italy, mungkin aku bawa roti pizza," jawab Erza terkekeh.
Untuk melepas kerinduan, mereka semua duduk di ruang keluarga sembari mendengarkan semua bualan yang telah dirancang matang-matang oleh Erza sepanjang jalan. Erza juga telah menulis naskah kebohongan apa saja yang akan ia presentasikan dalam rapat keluarga pada kesempatan kali ini, dan tentunya mempersiapkan jawaban-jawaban pengalih, jika muncul skenario terburuk.
****
Sementara itu, Haekal dan keluarganya juga sedang duduk bersama di ruang keluarga mereka.
"Jadi, kapan nikah?" tutur Arum pada putranya yang baru saja tiba.
Duh, sompret! Pasti gara-gara lihat oleh-oleh bejibun si Erza nih. Jadi ke trigger si Ibu.
Belum sempat Haekal menjawab, tiba-tiba saja adiknya menyela dan langsung menunjukkan sebuah gambar dari ponselnya pada Arum. "Pacarnya Kak Hae cantik tau, Bu."
Adinda Panukering, adik dari Haekal. Ia merupakan gadis yang selalu mengikuti perkembangan Haekal di media sosial. Gadis yang cukup manis, tetapi banyak panu karena jarang mandi. Jika diibaratkan makanan, ia seperti kue lapis.
Arum kini menganga, menatap gadis yang bersama Haekal di dalam foto. "I-ini kan artis yang viral itu?!" seru Arum terkaget-kaget.
"Siapa sih, Dek namanya?"
"Ghea Indrawari, Bu," jawab Adinda.
"Oh iya, yang dulu tampil di Indonesia Mencari Zakat, kan?"
"Ih bukan! Dia tuh yang ikut Indonesian Dodol."
"Ah—itu ya," gumam Haekal.
Haekal merupakan Mahasiswa jurusan Desain Komunikasi Visual. Gambar tersebut hannyalah rekayasa yang ia buat untuk tugas kuliahnya. Ia sengaja menguploadnya di instagram hanya untuk iseng saja, tetapi rupanya Adinda menganggap itu nyata.
"Iya, kita udah kenal deket banget, tapi belum sampai pacaran sih," jawab Haekal memberikan klarifikasi.
"Besok-besok ajak main ke sini ya, Ibu ngefans sama dia tau!"
"Ah, aku chat ah official account nya," gumam Adinda.
"Eh jangan!" pekik Haekal secara refleks.
Semua mata tertuju pada Haekal yang tiba-tiba terlihat panik. "Emang kenapa, Kak?" tanya Adinda heran.
"Ya, tau sendirilah kehidupan artis tuh gimana? Sibuk dan enggak terlalu nanggepin orang di instagram."
Semua hanya mengangguk karena tidak tahu kehidupan artis yang sesungguhnya dan menurut saja dengan apa yang Haekal katakan.
"Jadi, kapan mau nikah?" tanya Arum memecah keheningan.
Semua kembali ke titik awal lagi. Rasanya seperti percuma untuk mengalihkan pembiaraan. Haekal masih mencoba merubah topik pembicaraan, hingga akhirnya mereka semua memutuskan untuk tidur, mengingat besok pagi harus bangun untuk sahur.
****
Keesokan harinya Riana dan Adinda tak sengaja berpapasan. Mungkin sudah menjadi DNA dua keluarga ini yang terlalu tinggi gengsinya, hingga pertempuran juga terjadi di klasemen bawah. Riana dan Adinda lebih brutal dari klasemen atas yang mayoritas sudah dewasa dan dapat menahan diri.
"Duh pagi-pagi udah ketemu sama ampas kopi aja," tutur Adinda sambil menaikkan satu alisnya.
"Eh, ngaca ya, kopi susu!" balas Riana mengibaskan rambut.
"Selamat pagi, Nyonya Kue Lapis!" Riana sengaja memperlihatkan deretan cincin mainan yang ia percaya adalah emas murni pemberian dari Erza.
"Pagi juga, Putri Gemblong!" balas Adinda sambil memperlihatkan wallpaper ponselnya yang berisi foto Haekal dan seorang artis.
"Hih! Foto editan!" cibir Riana menatap layar ponsel Adinda.
"Yeee, daripada banggain cincin mainan!" Adinda mendengkus pelan kemudian tertawa remeh.
"Heh! Ini tuh bukan mainan tau!" Riana meninggikan suara karena tak terima dengan pendapat Adinda.
"Ini juga bukan editan tau!" balas Adinda tak mau kalah.
Tiba-tiba muncul Erza dan juga Haekal yang kebetulan mendengar keributan di dekat rumah mereka. Tentu saja sebagai seorang Kakak, sudah sewajarnya untuk mengayomi adik-adiknya.
"Ngobrolin apaan sih seru banget?" tanya Haekal.
"Iya nih, tumben akur," sambung Erza.
“Ini, Kak. Masa kata Adinda ini cincin mainan,” ucap Riana.
"Pfftt ...."
Haekal menggembungkan pipi guna menahan tawa melihat cincin-cincin yang Riana kenakan. "Hadiah chiki!"
"Masa ya, kata Si Gemblong foto ini editan!" Adinda merajuk, bibirnya mengerucut sebal pada Haekal.
"Pfffttt ...." Erza gantian menahan tawanya menatap foto tersebut. "Ngarep lo, Jamet!"
Terbesit sesuatu di benak Erza secara spontan, begitu juga dengan Haekal.
"Jadi beneran editan?" tanya Adinda dengan mimik wajah yang terlihat kecewa. Mata bulat hitamnya mulai memproduksi air agar si lawan merasa bersalah.
"Ekhm ...." Erza berpura-pura batuk sambil menatap Haekal. Haekal membalasnya dengan anggukan kepal, seakan paham maksud dari rivalnya itu.
"Itu foto beneran kok, asli," ucap Erza berusaha meyakinkan Adinda.
"Cincin itu gua pikir buat siapa, ternyata buat adek lo? Cincin mahal kan itu?" tanya Haekal.
"Ya gitu deh," jawab Erza.
"Jadi ini beneran emas murni?" tanya Riana yang sempat meragukan kebenaran cincin tersebut.
"Beneran," jawab Haekal. "Tapi ya, enggak seberapa ketimbang punya kenalan artis sih. Kalo cuma cincin mah semua orang juga bisa beli."
Erza menaikan alisnya sambil menatap Haekal. "Temenan sama artis. Bukan artisnya loh."
Haekal berjalan mendekat kearah Erza. "Nanti malem, buka puasa di rumah gua ya. Jangan lupa bawa oleh-oleh buat keluarga gua. Orang setajir lo udah pasti nyiapin oleh-oleh buat orang sekampung, kan? Nanti biar gue ramein acaranya."
Mampus gua!
Batin Erza berteriak meski senyum masih setia bertengger. Yaaa ... Memang harapan manis sering kali berujung pada ironis.
"Oke."
Bukan hanya pertempuran Arum dan Dewi, bahkan Riana buluk dan juga Adinda panu menjadi panas. Mereka sama-sama membangga-banggakan dua pujangga yang menjadi pemeran utama dalam kisah ini. Mereka hanya belum tahu, sejatinya dari kebenaran kisah Erza dan Haekal.
Uwooww uwoooww uwoooww ...
Nggak nyangka project ini sampe di bab 5
Gimana? Makin seru apa makin ngaco? Wkwkwk ...
Ikuti kisah duo mengenaskan ini sampe tamat yaa!!
See you!!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro