AOL | 6
"Nastarku! Bagaimana mungkin banyak remukan nastar di sini? Apa mungkin ... Bang Erza!" Ayu berteriak di akhir gumamannya menuduh seseorang yang memang pantasnya dicurigai.
Gadis itu berlari kecil mengelilingi rumah nenek sambil membawa setoples nastar kesayangannya, tetapi sosok yang dicarinya tidak juga menunjukkan batang hidungnya. Hingga akhirnya, Ayu melihat kehadiran sang ibu dan tantenya di dapur. Dua wanita paruh baya itu sedang asyik mengupas semangka yang nantinya akan dijadikan takjil berbuka puasa.
"Ibu! Ibu!" teriak Ayu sambil berlari kecil menghampiri Nurand.
Nurand mendesah pelan, kemudian meletakkan pisau dan semangka di atas piring. "Ada apa lagi, Dek?"
"Bang Erza di mana, sih?" tanyanya dengan tidak sabar.
"Lagi sama ayahmu mungkin Dek," jawab Nurand, "daripada lari-lari sambil bawa nastar, mending bantu ibu siapin takjil, ya?"
"Nanti, Bu! Ada yang harus Ayu omongin sama Abang. Ini perkara hidup dan mati!" seru Ayu melebih-lebihkan. Kemudian gadis itu berbalik badan dan kembali melanjutkan pencarian. Nurand yang melihat tingkah laku putrinya hanya bisa menggeleng-geleng pasrah.
Ayu membuka satu per satu pintu di rumah neneknya, hingga akhirnya sampai di depan kamar tamu yang pintunya tertutup rapat, tempat di mana ia dan keluarganya tidur. Gadis itu hendak mengetuk, tetapi ia mengurungkannya ketika mendengar suara aneh yang berasal dari dalam sana. Perlahan, gadis itu meletakkan telinganya di daun pintu untuk menguping.
"Kok ada yang dangdutan sore-sore, sih?" Ayu mengernyit.
Karena penasaran, gadis itu membukanya. Di dalam sana, hadir sosok sang kakak yang sedang berdiri membelakangi ponsel sambil menggerakan tubuhnya seirama dengan musik. Ketika mendengar decitan pintu yang terbuka, dengan refleks Erza menghentikan tariannya, kemudian mengambil ponselnya secepat kilat dan mematikan musik yang diputarnya.
"Abang Tiktok-an, ya?" tuduh Ayu.
"Dek, bisa nggak, sih, ketuk pintu dulu sebelum masuk?" cicit Erza yang kedua telinganya memerah karena malu. Pemuda itu sibuk mengutak-atik ponselnya, kemudian disimpannya benda pipih itu di dalam saku celana.
"Ih, Abang alay, sore-sore Tiktok-an pake lagu dangdut!" ejek Ayu dengan seringai jahil.
"Loh, biarin! Kalau FYP juga bisa dapet uang!" sungut Erza.
"Tapi nggak pernah FYP, tuh. Yang nonton video Abang, 'kan, cuma 50 orang!" ejek Ayu lagi.
Karena kesal, Erza menimpuk sang adik dengan bantal beberapa kali, sedangkan Ayu hanya tertawa melihat abangnya salah tingkah. Ia memeluk erat-erat toples nastarnya agar tidak terjatuh.
"Aduh, aduh, udahan, Bang! Ada yang mau Ayu tanyain!" seru Ayu sambil terkekeh.
"Apa lagi sih, Dek?" tanya Erza sambil kembali meletakkan bantalnya di atas ranjang.
"Abang yang terakhir makan nastar, 'kan? Remah-remahnya berserakan, tutupnya nggak rapat, semut di mana-mana! Kalau nastar Adek rasanya jadi nggak enak lagi gimana?" tuduh Ayu.
"Loh? Bukan Abang! Itu Om Rian, kali!" jawab Erza.
"Masa iya Om Rian nutup toplesnya nggak rapat? Bang Erza nih pasti!"
"Astaghfirullah, ini anak-anak Ayah kenapa sih, berantem terus?" Bayu yang tiba-tiba sudah berdiri di depan pintu menghentikan pertengkaran dua bersaudara itu.
"Ayu nih, Yah, nuduh Abang terus!" rengek Erza.
"Masa ya, Yah, Abang nutup toples nastar nggak rapat? Terus, malah Tiktok-an, bukannya ngaji!" seru Ayu.
"Eits! Udah, udah! Ayah nggak mau denger!" potong Bayu. "Ayu, simpan toples nastar itu di dapur! Dan kamu, Erza, ngaji dulu sama Ayah dan Om Rian! Kemarin tahajud juga bolong-bolong, 'kan?"
"Iya, Yah ...," lirih kedua saudara itu. Ayu kembali menyimpan toples nastar kesayangannya di dapur, sedangkan Erza bersiap untuk pergi ke mushala bersama ayah dan pamannya.
Sepeninggal ketiga manusia itu, Nastar membuka toples, lalu melompat keluar, diikuti oleh penasihat setianya.
"Kue-kue hina itu," geram Nastar. "Mengapa mereka semakin banyak? Ditambah kehadiran si Roti Buaya. Bagaimana jika manusia-manusia ini lebih mencintai mereka daripada aku?"
Si Penasihat membungkuk hormat. "Boleh saya memberi nasihat, Raja?"
"Silakan, penasihatku."
"Lihatlah dua manusia bersaudara tadi. Mereka mencintai Anda, Rajaku, terlebih lagi gadis kecil yang bernama Ayu itu. Anda tidak perlu khawatir, bahkan semut-semut pun mencintai Anda."
"Tapi dua saja tidak cukup! Semua manusia harus mencintaiku!" tegas Nastar. "Kita harus menyusun strategi lain! Tapi bagaimana caranya?"
"Kita harus melakukan pendekatan di saat kue-kue yang lain lengah."
"Ya, kamu benar, penasihatku." Nastar bergumam sambil menyeringai. Ia menoleh ke arah penasihatnya sambil mengangguk pelan. "Kita harus beraksi saat kue-kue lain tertidur."
"Itu artinya, kita beraksi di malam hari, saat manusia juga tertidur?"
Nastar terkekeh. "Tidak semua. Kau dengar itu?" Samar-samar, dua kue berisian nanas itu mendengar alunan ayat-ayat kitab suci dari arah mushala. Itu Erza, Bayu, dan Rian yang sedang mengaji. "Ketiga manusia itu tidak pernah tertidur di malam hari."
"Anda yakin, Raja?" tanya penasihatnya.
"100% yakin." Nastar mengentakkan tongkat mungilnya ke permukaan meja. "Siapkan pasukan! Kita akan begadang malam ini!"
🍪🍪🍪
Pukul satu malam, koloni nastar bergotong royong mendorong toples mereka ke mushala, kecuali sang raja dan penasihatnya. Nastar ingin Erza, Bayu, dan Rian menyadari kehadiran mereka setelah salat tahajud. Dengan melihat tekstur cokelat keemasan dan taburan keju di permukaan mereka, Nastar yakin ketiga manusia itu tidak akan bisa menolak pesona koloninya.
Di depan pintu mushala, Nastar melihat Erza sedang duduk di atas sajadah dalam posisi tahiyat akhir. Tidak ada tanda-tanda kehadiran Bayu dan Rian. Namun, itu bukan masalah, yang terpenting satu dari tiga manusia yang ia targetkan ada di sana. Dengan segera ia memerintahkan koloninya untuk kembali masuk ke dalam toples, dan menutup rapat kemasan tersebut. Begitu pula dirinya.
Setelah melakukan salam, berdoa, dan berzikir, Erza melepas sarung Cap Gajah Duduk bermotif kotak-kotak yang dikenakannya, kemudian disimpannya pakaian tersebut ke lemari. Ketika hendak melangkah keluar ruangan, tanpa sengaja kakinya menendang toples nastar. Untung saja, isinya tidak berceceran ke luar.
"Loh, apaan nih?" Erza membungkuk untuk mengambil toples tersebut. "Kok bisa ada di sini?"
Pemuda itu meneliti kue kering yang ada di tangannya. Mencium aroma khas mentega dan keju yang ada di makanan itu, Erza tidak kuasa menahan hasratnya. Pemuda itu kembali duduk di atas sajadah dan membuka toples di tangannya.
"Si Ayu kan udah tidur, nggak apa-apa kali, ya, kalau aku coba icip satu?" gumam Erza.
Erza mencomot salah satu kue di sebelah Raja Nastar, kemudian bersiap membuka mulutnya lebar-lebar untuk menyambut makanan itu dengan lidahnya.
Selamat, Anakku, kau yang terpilih! batin Nastar dengan bangga. Tanpa sadar, kedua netranya berkaca-kaca. Sang penasihat menyodorkan tisu untuk mengelap air matanya.
Raja! Suatu kehormatan menjadi Sang Terpilih! batin nastar yang ada di tangan Erza dengan wajah berseri-seri. Ya, sesama koloni nastar dapat melakukan telepati.
Jasamu akan selalu kami kenang, Nastar Nomor 34. Selamat menempuh hidup baru di lambung manusia! Raja Nastar mengelap air mata dan membuang ingusnya dengan bangga.
Pada akhirnya, Nastar Nomor 34 sampai di lidah Erza. Pemuda itu menghancurkan kue kering berisian nanas di dalam mulutnya, merasakan tekstur lembut, serta perpaduan gurih dan manis dari makanan yang dinikmatinya. Ia tidak dapat menahan senyum lebarnya.
Aku bahagia, Raja! batin Nastar Nomor 34 untuk yang terakhir kalinya sebelum Erza menelannya.
"Ya ampun, enak banget, kayak mau meninggal!" gumam Erza. "Makan satu lagi nggak masalah kali, ya?"
Lagi-lagi, Erza hendak mencomot nastar lainnya, tetapi pergerakan dari depan pintu menghentikan perbuatannya.
"Loh? Erza? Malah makan nastar bukannya tahajud," ucap Bayu.
"Udah dong. Sekarang giliran Ayah yang tahajud!" jawab Erza enteng.
"Ya sudah, simpan toplesnya di dapur! Jangan makan di mushala, nanti remahnya ke mana-mana," perintah pria paruh baya itu.
"Siap, Yah!" Erza bangun dan bergegas keluar dari mushala sambil membawa toples nastar, sedangkan Bayu bersiap mengenakkan sarung untuk beribadah di sepertiga malam.
Selamat, Rajaku! Satu manusia sudah berhasil kita rebut hatinya! batin si penasihat.
Ya, melakukan pendekatan selagi kue-kue yang lain tertidur adalah ide yang sangat cemerlang. Kita lakukan ini lagi besok! batin Nastar sambil tertawa penuh kemenangan di dalam hatinya.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro