AOL | 23
Malam ini, Erza dan Ayu mengaji bersama di masjid. Mereka terlihat sangat khusyuk saat melantunkan ayat-ayat Al-Quran. Tidak hanya mereka, teman-teman yang tadinya tak pernah datang untuk mengaji pun ikut serta malam ini. Maklum, malam ini adalah malam ke sepuluh harinya menuju lebaran. Tak heran jika semua berlomba-lomba untuk mendapatkan pahala yang berlipat ganda dan mustajabnya malam Lailatul Qadar selama beberapa hari ke depan.
Sembari mengaji, Erza diam-diam merenungkan perbuatannya selama ini. Rasa bersalah mulai muncul dibenaknya. Ia menyesali perbuatannya yang lalu, terutama pada Mifta dan Haekal. Bisa-bisanya ia memusuhi Haekal hanya karena Mifta lebih memilih Haekal. Padahal mereka harusnya masih bisa berteman baik. Jika begitu, pertemanan mereka akan tetap berlangsung dan tak hancur hanya karena 'cinta'ㅡpikir Erza.
Erza merasa sangat menyesal karena sempat meninju wajah Haekal. Walau tadi ia tak merasa bersalah meninju wajah yang menurutnya tak seberapa itu, kini ia merasa menyesal karena hal itu membuat pertemanan mereka semakin renggang.
Di sisi lain, ternyata bukan hanya Erza yang merasa bersalah. Namun, Haekal juga. Tak seharusnya ia merebut Mifta dari Erza. Sesungguhnya Haekal hanya ingin bermain-main agar Erza kesal dan cemburu. Namun, ia tak menyangka akan menjadi seperti ini. 'Permainan' yang tadinya hanya untuk menjahili Erza malah menjadi benih-benih permusuhan dan kebencian satu sama lain.
Ia juga sangat merasa bersalah pada Mifta. Perbuatannya yang seperti ini sama saja mempermainkan perasaan gadis itu, bukan?
Duh, pokoknya gua harus minta maaf sama mereka, batin Haekal sembari kembali melanjutkan kegiatannya.
Pokoknya, selesai ngaji, gua harus minta maaf ke Haekal! batin Erza. Kali ini, dia benar-benar serius.
🍪🍪🍪
Selesai mengaji, tanpa basa-basi Erza langsung mencari Haekal. Tentu saja dengan mode mata-mata, gengsi jika orang lain tau ia mencari-cari Haekal yang dikenal sebagai musuhnya itu. Jika ketahuan, bisa-bisa Erza tak menginjakkan kaki keluar rumah sampai tahun depan.
Walau ingin berbaikan, Erza masih segengsi itu. Dasar Erza.
Di sisi lain, tanpa sepengetahuan Erza. Haekal pun juga turut mencari Erza. Singkat cerita, mereka saling mencari satu sama lain. Berbekal sarung yang dipakai di kepala bagaikan seorang ninja, mereka berdua mengelilingi masjid hanya untuk mencari satu sama lain. Beruntunglah mereka belum menabrak bapak-bapak yang tengah bersih-bersih di masjid.
Hanya saja, kelakuan mereka turut menjadi perhatian orang-orang. Bagaimana tidak? Dua bocah dengan sarung bagaikan ninja yang mengelilingi masjid pasti sangat mencolok dan mencuri perhatian. Ditambah, mereka berlari dengan kedua tangan di belakang. Persis seperti adegan klasik di anime yang sempat tayang di televisi.
Beruntunglah mereka menutupi wajah dengan sarung. Jika dilihat ibu-ibu komplek, mungkin setelah lebaran nanti akan jadi bahan gibahan.
Mereka sepertinya terlalu fokus mengelilingi masjid, sampai-sampai tak sadar sudah tiga kali berlari ala ninja sambil mengelilingi masjid. Bahkan mereka tak melihat sekitar lagi, saat putaran ketiga tiba-tiba saja ....
BRUK!
Mereka saling bertabrakan satu sama lain. Erza dan Haekal langsung terjungkal ke belakang. Membuat mereka saling meringis kesakitan.
"Kalo jalan, pake mata, dong!" ujar Erza sambil membersihkan pakaiannya yang sedikit kotor akibat terjatuh.
"Heh, gua lari, ya! Bukan jalan! Sarung buluk kayak gitu gak usah sotoy, deh!" balas Haekal sambil bangkit dari posisinya. Suasana hatinya jadi agak memburuk.
"Apaan sih! Ngapain bawa-bawa sarung segala deh, dasar bocah sarung ninja alay!" balas Erza, tak terima sarung legendaris miliknya dihina.
"Ngaca, bodoh! Dasar ninja gagal! Pasti fans Naruto dadakan!" Haekal melontarkan hinaan lagi pada Erza, padahal ia seharusnya berbaikan. Namun, karena wajah orang dihadapannya ini tertutup dengan sarung, ia tak tahu itu Erza.
"Apaan sih! Gua aja ikutin semua episode Naruto! Boruto aja gua nonton, loh! Gak usah sok iye dah!" Karena Erza mulai emosi akan kata ' fans dadakan', ia langsung menarik sarung yang menutupi wajah Haekal.
"Loh, Haekal?" ujar Erza dengan perasaan terkejut. Erza melepas sarung yang menutupi wajahnya juga, membuat Haekal ikut terkejut. Jadi ... selama ini mereka saling mencari dengan cara yang sama?
"Lah, Erza?" Haekal terdiam. Suasana canggung meliputi mereka berdua. Ia ingin segera meminta maaf akan kejadian yang lalu. Terutama masalah Mifta.
Oke, gua cowok, gua harus berani, batin Haekal sembari menarik napas perlahan. Untuk menyiapkan mental katanya.
"Za ... gua minta maaf ya. Sebenernya gua gak ada maksud nikung lu. Awalnya gua cuma iseng aja bikin lu kesel sama cemburu, eh lu malah beneran musuhin gua. Gua gak serius kok sama Mifta ... maafin gua ya, Za? Kita bisa jadi temen baik kayak dulu, gak?" Haekal mengucapkan permintaan maaf dengan sangat cepat saking gugupnya. Gengsi masih menguasai dirinya. Bahkan ia tak berani menatap Erza karena takut akan dimaki.
Namun, Erza malah tertawa.
"Duh, santai aja kali! Gua juga tadi nyari lu buat minta maaf. Maafin gua ya baperan banget, cuma karena masalah begini malah ngejauhin kalian berdua yang notabenenya temen baik gua sendiri. Maaf ya," ujar Erza.
Mereka berdua akhirnya berjabat tangan, dan kembali berteman seperti dulu lagi. Mereka kembali akrab dan tak ada rasa ingin menyaingi seperti dulu.
Mereka sudah damai.
🍪🍪🍪
Erza pulang ke rumah agak telat hari ini. Sehabis mengaji tadi, bukannya langsung kembali ke rumah, ia malah keasikkan lomba lari ala ninja bersama Haekal. Sampai-sampai sarung yang digunakannya agar mirip ninja tadi tersobek dan kotor karena debu.
Sesampainya di depan rumah. Ia melihat Bayuㅡayahnyaㅡyang berlari ketakutan keluar rumah. Diiringi suara kemurkaan sang ibu di dalam sana. Sepertinya hal buruk tengah terjadi.
"Ayah! Itu di dalam kenapa?" ujar Erza pada Bayu yang sembunyi di belakang dirinya. Ia sangat bingung akan tingkag laku ayahnya itu. Tak biasanya terjadi hal seperti ini.
"Cepat masuk ke dalam, Za! Selamatkan Ayah!" ujar Bayu sambil mendorong Erza masuk ke rumah.
Erza yang kebingungan lantas masuk menyusuri rumah dan mendapati kue-kue yang harusnya akan disantap saat lebaran hancur berserakan. Ditambah Nurand dengan ekspresi kurang menyenangkan bersama gagang sapu di tangannya.
"Erza! Cepat kamu bersihkan semua ini! Ibu yakin ini ulah kamu!" Nurand terus mengomel sambil memukul-mukul sapu ke dinding. Erza tak mengerti mengapa ia yang kena, padahal menyentuh kue itu saja tidak.
"Ibu yakin ini kerjaan kamu sama Ayu, 'kan? Emang mainan yang kalian punya kurang sampai harus berantakin kue kayak gini? Beresin sekarang Ibu gak mau tahu!" Setelah mengomel seperti itu, Nurand langsung masuk ke kamar. Meninggalkan Erza yang masih termenung akan kue-kue yang hancur.
Mau tak mau, Erza harus membersihkan kekacauan ini. Walau bukan dirinya yang melakukan hal ini. Namun, lebih baik dibanding jika besok pagi namanya sudah tak tercantum dalam kartu keluarga.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro