Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

AOL | 15

Akibat pertengkarannya dengan Haekal tempo hari, Erza harus menelan pil pahit atas perbuatannya sendiri. Nurand melarangnya melakukan berbagai kegiatan remaja masjid untuk tiga hari ke depan. Itu artinya, ia tidak bisa membagikan takjil buka puasa dan nasi kotak untuk sahur. Pemuda berusia enam belas tahun itu juga tidak bisa bertemu Mifta, ataupun membalaskan dendamnya pada Haekal.

Sore ini, Erza sedang berbaring santai di sofa sambil menggulir sosial media. Ketika sedang melihat-lihat Instastory, dirinya dikejutkan oleh satu video berdurasi lima belas detik yang diunggah oleh orang yang paling ia sebelin.

"Bagi-bagi takjil buka puasa check!" Dari dalam perangkat ponselnya, terdengar suara remaja laki-laki dan perempuan yang familier baginya.

Itu Haekal dan Mifta. Di dalam video itu, keduanya berjalan sambil bergandengan tangan. Salah satu tangan Haekal sibuk membawa keresek yang berisi takjil, sedangkan tangan Mifta yang lainnya sibuk memegang ponsel, mengambil gambar mereka berdua. Berbeda dengan Nurand, Ibu Adel tidak menjadikan sang anak tahanan rumah, melainkan masih mengizinkan rivalnya itu untuk melakukan berbagai kegiatan remaja masjid.

Dengan spontan Erza menegakkan tubuh dan mengentak-entakkan kakinya ke lantai. "Nyebelin! Nyebelin!"

Tiba-tiba, Ayu melintas di ruang tamu dan melihat sang kakak misuh-misuh. Naluri jahilnya bangkit. Gadis kecil itu berjalan menghampiri Erza.

"Cieee ... yang lagi patah hati," goda Ayu.

"Diem, kamu!" bentaknya. Erza mengambil bantal dari atas sofa dan melemparnya ke arah sang adik.

Namun, Ayu sudah menghindar terlebih dahulu, gadis itu berlari ke arah dapur sambil berteriak, "Bu! Kakak jahat!"

"Erza! Jangan usil sama adikmu!" teriak Nurand dari arah dapur.

"Ayu duluan, Bu!" Erza berteriak, mempertahankan harga dirinya. "Nyebelin! Salah mulu Erza!"

"Loh? Cu? Nggak siap-siap ke masjid buat bagi-bagi takjil buka puasa?" Teriakan pemuda itu terhenti ketika sang nenek berjalan melewati ruang keluarga dan bertanya.

"Erza nggak dibolehin keluar rumah sama Ibu, Nek." Pemuda itu mengadu.

"Oalaaa, kok begitu?" Nenek berjalan menghampiri Nurand di dapur. Samar-samar, Erza dapat mendengar perkataan wanita tua itu. "Nak, kenapa Erza nggak dibolehin keluar rumah? Mukanya kusut banget, loh, kasihan dia."

"Bu ... dua hari lalu dia sama Haekal berantem di masjid loh, ngerebutin perempuan! Terus numpahin sirop Marjan ke baju Pak Mamat," balas Nurand, membuat wajah Erza semakin kusut.

"Namanya juga laki-laki," timpal Rian yang juga ada di dapur. "Besok-besok juga udah baikan lagi. Anak cowok kalau berantem nggak kayak cewek, lama banget, atau saling ngomongin yang jelek-jelek di belakang."

"Masalahnya nanti Erza nggak kapok-kapok loh, Kak." Nurand bersikeras.

"Coba kasih hukuman yang lebih ringan. Anaknya lagi nganggur, tuh. Ajakin bantu-bantu nyiapin buka puasa aja." Rian memberi saran.

"Loh, iya, bagus loh idenya Rian. Daripada kamu siapin semuanya sendiri," ujar Nenek.

Mendengar pembelaan paman dan neneknya, Erza mengepalkan tangannya dan bersorak 'yes' dalam hati. Pemuda itu yakin sang ibu tidak akan melarangnya lagi untuk keluar rumah.

"Erza! Sini ke dapur!" teriak Nurand.

"Iya, Bu!" Erza balas berteriak. Pemuda itu memasukan ponselnya ke saku celana dan bergegas pergi ke dapur.

🍪🍪🍪

Adzan magrib telah berkumandang, kue-kue kering yang sedang bercengkerama di dapur dengan segera kembali ke dalam toples masing-masing. Seluruh manusia penghuni rumah menghentikan kegiatannya dan bergegas berkumpul di dapur untuk menikmati takjil buka puasa, seperti sop buah dan biji salak. Selain yang manis-manis, di meja juga telah tersedia berbagai lauk pendamping nasi, seperti ayam kremesan, sayur capcay, dan kentang mustopa.

"Hari ini menu buka puasanya agak banyakan ya, Bu?" respons Bayu sambil mengambil mangkuk kecil untuk diisi dengan sop buah.

Nurand mengarahkan dagunya pada Erza. "Erza bantuin aku dan Sari bikin biji salak, nih."

"Oh ya?" Rian menoleh ke arah Sari, istrinya. "Erza beneran bantuin kamu?"

"Iya. Lumayan deh, jadi cepat selesai semuanya," ujar Sari.

"Tumben Abang rajin," respons Bayu.

Erza mendengkus dan menggerutu dalam hati. Nakal salah, baik juga salah. Memang serbasalah hidupnya.

Keluarga besar itu mengambil menu favoritnya masing-masing, termasuk Ayu. Gadis kecil itu mengambil biji salak, tetapi dirinya masih merasa ada yang kurang. Ia lebih suka menikmati yang manis-manis dulu sebelum makan berat. Netranya tertuju pada toples-toples kue lebaran di atas meja. Senyumnya merekah, ia mengambil toples putri salju dan berlari kecil ke arah ruang makan. Namun, karena terlalu bersemangat, tanpa disadari tubuhnya menubruk seseorang yang juga sedang berjalan ke sana.

Biji salak yang dibawa Ayu tumpah mengenai kaus partai berwarna merah-hitam kesukaan Erza, begitu pula mangkuk plastiknya yang mendarat dengan tidak cantik ke lantai. Toples putri saljunya juga terjatuh, hampir sepertiga isinya berceceran ke lantai.

Suara ribut dari mangkuk dan toples yang jatuh mengalihkan atensi keluarga besar itu. Sedetik kemudian, tangis Ayu pecah. Nurand yang mendengar putri bungsunya menangis, mengurungkan niatnya untuk mengambil sop buah dan berjalan cepat menyusul mereka.

"Baju partai merah-hitam gambar banteng kesukaanku! Ketumpahan biji salak!" keluh Erza.

"Biji salak dan putri saljunya tumpah semua ...." Tangis Ayu semakin kencang. Nurand berlutut dan memeluk putri kesayangannya.

"Udah, udah, Ibu ambilkan lagi, ya, biji salaknya?" ucap Nurand lembut.

"Putri saljunya ...." Ayu terisak. "Tumpah juga ...."

Gadis itu menangis semakin kencang. Karena terlalu sayang dengan kue bertabur gula halus itu, Ayu berjongkok, mengambil salah satu kue yang sudah remuk di lantai dan memasukannya ke dalam mulut. Dengan spontan, Erza dan Nurand berteriak.

"Kotor, Nak! Udah jatoh di lantai itu!" omel Nurand.

"Tapi ... Ayu suka juga sama putri salju ini, walaupun nggak sesuka nastar." Gadis itu kembali terisak. "Sayang kalau nggak dimakan, belum lima menit."

"Nanti Ayah beliin lagi yang baru, ya? Yang ini kotor, harus dibuang," tegas Nurand. Wanita paruh baya itu menoleh ke arah Erza. "Za, tolong lap biji salaknya, ya! Putri salju yang sudah jatuh ke lantai langsung disapu dan dibuang saja."

Erza ingin protes, tetapi ia mengurungkannya ketika melihat sang adik menangis seperti itu. Remaja laki-laki itu berjalan menuju belakang rumah untuk mengambil perkakas kebersihan.

Kue-kue lebaran mendengar keributan itu. Setelah seluruh manusia berkumpul di meja makan, Semprit keluar dari rumahnya dan mengintip toples putri salju yang kini menjadi lowong, seperti tempat di mana ia tinggal. Ia juga melihat Erza membuang kawan-kawannya yang bertabur gula halus ke tempat sampah.

"Kemarin kami, bangsa semprit. Sekarang bangsa putri salju," lirihnya. "Kasihan kawan-kawan kami."

"Rupanya yang membuang kue-kue itu adalah manusia," respons semprit yang lain. "Yang tadi itu adalah kecelakaan, mereka terpaksa melakukannya."

"Kau benar, kawan," jawab Semprit. "Setidaknya aku menjadi lebih tenang sekarang ketika mengetahui alasan para manusia membuang kami."

Setelahnya, Semprit dan kawannya kembali ke toples. Tidak jauh dari sana, Raja Nastar menguping percakapan itu. Ia tertawa dalam hati. Aku tidak perlu repot-repot mengotori tanganku untuk memusnahkan bangsa putri salju. Para manusia itu sudah terlebih dahulu membuangnya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro