Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

AOL | 12

"Bagaimana dengan rencanaku itu, Raja?" Penasihat bertanya dari arah belakang.

Raja yang tengah duduk santai di antara jajaran nastar lain tersenyum remeh. "Ide bagus. Segera kerahkan pasukan untuk melancarkan rencana!"

"Laksanakan, Raja!" Penasihat mengangguk patuh kemudian meninggalkan Raja Nastar untuk melancarkan rencana.

🍪🍪🍪

Hari mulai gelap, tetapi keramaian masih menyelimuti sebuah rumah dengan banyak penghuni di sana. Sepertinya keramain memang bagian dari keluarga itu.

"Ayu mau bakso aja! Pokoknya bakso!" teriak Ayu dengan tangan menggenggam erat toples nastar yang dia rebut dari Erza setelah pertengkaran mereka.

"Nggak ada! Mi ayam aja enak!" Erza melangkah keluar membawa keputusan final. Mengabaikan Ayu dengan kekesalan yang membuncah.

"Ma! Lihat dia!" Ayu berteriak kencanh dengan mata yang perlahan digenangi air.

Nurand yang sibuk di dapur hanya menghela napas jengah. Wanita itu meninggalkan pekerjaan sebelumnya dan menuju ruang keluarga tempat keributan.

"Kenapa lagi?" tanyanya saat melihat Ayu cemberut.

"Nggak jadi." Ayu segera berdiri dan membawa toples nastar untuk diletakkan bersamaan kue lain.

"Kenapa, sih, semua orang nggak ngertiin aku." Ayu menggerutu dengan melemparkan setoples nastar dengan kasar.

Di lain tempat, Erza tengah menatap sebuah warung dengan tatapan berbinar. Akhirnya dia bisa mengalahkan adiknya yang sering dia jaili itu.

"Terlihat sangat lezat," gumamnya menatap penjual yang tengah menyiapkan pesanan dari luar warung.

"Ide bagus, nih, jahilin Ayu." Si jahil itu tak habis acara untuk membuat adiknya itu kesal. Setelah tak menuruti kemauannya, dia kini berencana meracuni Ayu dengan menambahkan banyak sambal cabai di mangkuk Ayu.

"Rasain, lo!" gumamnya sembari menuangkan banyak sendok sambal ke mangkuk Ayu.

"Hemm ... enak banget keliatannya. Rasain lo, Ayu. Jadi adek nggak ada nurut-nurutnya, sih."

Setelahnya, Erza segera membawa dua mangkuk di tangannya untuk dibawa pulang. Dengan senyum menantang, Erza memanggil Ayu kemudian memberikan semangkuk bakso yang sudah masuk skenarionya. "Yu! Nih bakso lo."

Mendengar itu, Ayu yang sebelumnya meluapkan kekesalannya dengan memukul-pukul tembok kamar dengan guling, seketika menghentikan aktivitas. Dia berusaha meyakinkan diri jika apa yang dia dengar sebelumnya benar dan bukan hayalan.

"Apa?" ulangnya ketika tak mendengar panggilan Erza lagi.

"Nih bakso. Mau nggak?" Erza masih berteriak dari luar.

Tanpa pikir panjang, Ayu yang memang kelaparan segera keluar dan menghampiri Erza. Tanpa merasa ada keanehan, Ayu duduk di kursi yang di mejanya terdapat bakso di atas. Gadis itu segera menyendok sepotong bakso yang sudah dia potong sebelumnya.

"Abang nggak masukin yang aneh-aneh, 'kan?" Hampir sesuap itu masuk ke mulut, Ayu lebih dahulu merasakan sesuatu yang janggal. Akal sehatnya baru kembali dan bertanya-tanya dengan kemustahilan Erza yang baik kepadanya.

Erza yang sudah memasang wajah kemenangan, seketika menjadi kesal. "Fitnah!" Erza mengatakan itu sembari meletakkan mangkuknya ke meja dan hendak pergi.

"Eh, mau ke mana? Siapa nanti yang beresin ini?" Ayu menarik baju Erza yang membuat empunya gagal melangkah.

"Kamu, lah. Lama sih." Erza berusaha membenarkan kausnya yang ditarik paksa Ayu.

Ayu kembali menarik kaus Erza yang membuat Erza gagal melangkah lagi. "Lo yang beresin, lah!"

"Nggak usah tarik-tarik!" Erza mengentak kasar tangan Ayu. "Lo makannya cepet, lah!"

"Marah-marah cepet tua lo!" Ayu mengatakan itu sembari menatap ragu bakso di hadapannya. Dia benar-benar tidak percaya dengan kakaknya itu. Namun, dia juga tidak mau jika harus membereskan mangkuk kosong dan mengembalikannya ke warung.

Tanpa pikir panjang, Ayu segera memasukkan potongan bakso tadi ke mulut. Satu detik tak terjadi apa-apa. Namun di detik selanjutnya, teriakannya menggema ke seluruh ruangan yang menggemparkan. Pun pada kue-kue.

"Astaga anak itu!" teriak Raja dengan murka. "Sudah tadi melempar kita, sekarang berteriak! Apa hidupnya tidak tenang jika tidak mengganggu orang lain?"

"Sabar, Raja." Penasihat muncul dan mengarahkan pasukannya untuk melancarkan rencana.

"Bagaimana rencana kita?" Raja mengamati dari jajaran nastar yang membopong beberapa semprit yang terlelap.

"Aman terkendali, Raja. Kita lihat reaksi mereka besok." Raja segera kembali ke singga sananya dan beristirahat. Sementara Penasihat masih bekerja untuk mengarahkan para pasukan.

🍪🍪🍪

Pagi-pagi buta, para kue sudah berbincang-bincang santai. Mereka bercerita mengenai apa perlakuan yanh biasa bangsa mereka dapatkan lebih lanjut. Yang jelas hal itu membuat Nastar marah. Namun, Penasihat berhasil membuatnya tenang.

"Kalau kamu, Nastar?" tanya semprit yang merasa aneh dengan nastar yang hanya diam.

Raja segera menegakkan badan untuk bercerita. "Bangsa kami termasuk golongan elit. Di mana tidak semua rumah memiliki kami. Terlebih jika itu di kampung. Kami bangga akan hal itu. Para keluarga kaya memperlakukan kami dengan baik. Tidak pernah menyandingkan dengan kue-kue jelata."

"Kue jelata?" tanya Semprit heran.

"Emm ...." Raja memutar otak berusaha memberi jawaban yang paling mungkin. "Bukan jelata maksudnya, tetapi kue rumahan. Seperti kue basah."

Semprit mengangguk. Dia semakin merasa aneh dengan sikap nastar. "Lalu kamu buaya?"

Buaya yang sebelumnya hanya diam karena mengantuk, kini melebarkan mata. "Iya aku?"

"Iya kamu." Semprit mengulang ucapannya.

"Aku kenapa?"

Semua kue geleng-geleng. "Kamu tidak tau kita semua sedang apa?"

Dengan santai, buaya menggeleng dan berkata, "Nggak."

Semprit berusaha sabar. Dia kembali menjelaskan. "Kita di sini sedang bercerita bagaimana kita diperlakukan di tempat asal kita sebelum di bawa ke sini, Buaya. Kamu silakan bercerita."

Buaya mengangkat kepala bangga. Moncongnya kemudian terbuka dan dia bercerita. "Kalian pernah mendengar pepatah tentang buaya yang suka gonta-ganti pasangan?"

Hampir semua kue mengangguk. Ada beberapa yang hanya diam sebab tidak mengerti

"Tapi, di daerah asalku, aku biasanya menjadi simbol kesetiaan."

"Memang seperti itu?" Semprit bertanya keheranan.

"Iya, karena hanya buaya darat yang seperti itu. Bangsaku tidak. Karena itu aku menjadi simbol kesetiaan. Dari awal sampai akhir hayat, aku akan selalu setia kepada pasanganku."

Seketika semua kue bersiul menggoda. Cara bercerita buaya bahkan mirip seekor perayu ulung, tetapi bisa saja dia mengelak.

"Baiklah, baiklah." Semprit menengahi.

"Nastarku!" Suara Ayu dari luar membuat para kue panik dan berusaha kembali ke stoples tanpa membuat kesalahan sekecil apa pun. Begitu juga dengan nastar dan pasukannya yang diarahkan Penasihat untuk membentuk barisan.

"Aman, ya, kalian di sini. Untung si Ngeselin itu nggak ngapa-ngapain kamu." Ayu mengusap-usap stoples kemudian merapikan posisinya. Setelahnya dia pergi lagi.

"Lihatlah bagaimana dia begitu menyayangi kita." Penasihan mengangguk. Benar apa kata raja.

"Rencana kita aman bukan?" Raja kembali memastikan kepada penasihat.

Penasihat mengangguk. "Tidak ada kabar buruk, Raja. Semua terkendali."

Tanpa mereka tahu, di toples lain, Semprit sama-sama resah karena merasa ada yang aneh dengan isi di dalam stoples mereka.

"Apa benar kalian lengkap?" tanya seorang semprit.

Semua mengangguk. "Kami merasa lengkap."

Setelahnya hanya salah satu semprit yang berpikir keras. Tentang jumlah pasukannya yang sepertinya berkurang, pun dengan kebaikan Nastar yang sangat tiba-tiba.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro