Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

AOL | 10

Para penduduk AMER telah berkumpul di kediaman ibu kue—Khong Guan. Mereka kembali berdiskusi merencanakan strategi untuk mengusir kawanan Nastar. Bahkan anak kecil dari bangsa Kacang pun ikut menyuarakan pendapatnya.

"Kita kuliti aja si Bulet itu! Biar dia nggak pake baju kaya kita," ujar Kacang lelaki yang baru saja keluar dari kemasan.

"Kamu nggak boleh jahat, kata Almarhum Kue Salju kita harus tetep baik," sahut Kacang Bandung di sampingnya sedih. Ia menjadi teringat akan tewasnya kue putih itu.

"Tapi si Bulet itu harus dikasih pelajaran!" kukuh Kacang lelaki itu sembari menggelinding mengelilingi kemasannya. Sesekali ia melompat untuk mendengar pembicaraan orang dewasa yang tengah bermusyawarah.

"Anak kecil boleh ikut, tapi tidak boleh mendengar" Begitu kata kue dewasa di sana.

"Berdosa banget ih, nggak boleh ngehina Nastar ai kamu teh, Kacang!" protes Kacang Bandung memperingati, sedetik kemudian ia berdecak kesal.

"Kesel da aku mah dikacangin terus teh!"

Kacang lelaki tadi berhenti melompat, lalu mendelik kesal. "Kamu, 'kan, emang kacang! Udah, deh, jangan bawel jadi anak kecil!" Tak sadar bahwa dirinya pun baru lahir kemarin malam.

Kacang Bandung menangis mendengarnya. "Kamu ih nggak boleh—"

"Apalah kamu centil! Ini nggak boleh, itu nggak boleh, semuanya nggak boleh. Dasar kacang!" tukas Kacang lelaki itu amat kesal. Ia pergi dari sana meninggalkan Kacang Bandung yang sudah meraung-raung.

Di sisi lain sebuah kue merasa kepalanya amat pusing mendengar suara gaduh di sekitar rumahnya. Dirinya baru saja terlelap karena kelelahan. Ia mencoba keluar untuk memastikan tidak ada hal buruk yang akan terjadi. Semprit mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan.

Matanya menemukan Kacang Bandung yang menangis. Ia menghampirinya dengan tergesa.

"Kacang, kamu kenapa? Ada yang sakit? Kok nangis?" tanya Semprit bertubi-tubi.

Kacang Bandung yang masih sesegukan menjawab, "Aku teh dimarahin sa-sama, sam-sama, SAMA KACAAANG!" Suara tangisnya kembali mengeras membuat para kue dewasa yang berdiskusi keluar.

"Apa apa ini, Semprit?" tanya Roti Buaya dibalas gelengan tanda tak tahu.

Semprit mengernyit kala kue-kue mulai keluar satu persatu dari rumah Khong Guan. Mengapa semua berkumpul di sini?

"Wahai Roti Buaya, apa yang terjadi?" tanya Semprit.

"Ah iya, maaf tidak memberitahumu karena tadi kamu sedang tidur. Kami semua tengah merencanakan hal besar, Semprit," jawab Roti Buaya.

"Benar. Kami resah dengan kehadiran bangsa Nastar di tempat ini. Betul tidak teman-teman?" tambah kue lain dibalas dukungan keras, salah satunya Rangginang yang berteriak kencang hingga remehannya lepas.

"Kita tidak boleh menghakiminya begitu saja teman-teman." Semprit menginterupsi semuanya agar diam, dan melanjutkan kembali perkataannya, "Kita semua satu bangsa, jadi—"

"Halah! Kamu terlalu baik, Semprit! Kemarin saja dia menghinamu di depan para JKT—Jemaah Kesatuan Takjil." Semua kue memang baik adanya, mereka mendukung Semprit yang selalu ternistakan okeh Nastar. Tak jarang mereka memuji kebaikan Semprit selama ini.

Semua itu tak luput dari pandangan dan pendengaran Nastar bersama Penasihatnya.

"Argh! Menjijikan! Semprit semakin keterlaluan, aku tidak suka." Nastar menghentak-hentakan tongkatnya hingga benda tersebut hampir patah.

"Aku sudah geram padanya, Yang Mulia." Kini Penasihat ikut angkat bicara.

"Kamu ini mau panggil aku apa sebenarnya? Tuan? Raja? Atau apa? Setiap hari berganti terus!" Nastar mendengus kesal.

Penasihat segera meminta maaf dan kembali memanas-manasi Nastar agar segera bertindak.

"Lalu, apa yang harus aku lakukan?" Pandangannya tak lepas dari Semprit yang tengah tertawa bersama kue lain, dan yang membuatnya geram adalah Rotu Buaya pun kini ada dipihak mereka.

"Kita datangi mereka."

Nastar dan Penasihat akhirnya menghampiri mereka. Semprit yang tengah membelakangi mereka, harus terkena pukulan tongkat.

"Aws, siapa yang ... Nastar? Apa ya—" Ketika hendak memaki Semprit, Nastar dikejutkan dengan suara ledakan besar di luat rumah. Ternyata tak hanya Nastar, kue dari berbagai bangsa pun ikut mendengarnya.

Nastar bergegas turun ke arah pintu yang sudah terbuka untuk melihat. Kue lain pun akhirnya mengikuti dari belakang.

Di sana terdapat Ayu dan Rian yang sedang asyik memaikan mercon besar. Gadis kecil itu mengarahkan benda tersebut ke langit dan detik berikutnya terdengar kembali suata letusan.

Hal itu membuat bangsa kue terkejut lagi dan menyebabkan sebagian tubuhnya berceceran. Lain dengan Nastar yang terkagum, ia menanyakan benda apa yang dimainkan oleh gadis berisik itu.

"Itu mercon atau biasa disebut petasan, Yang Mulia."

Lagi-lagi mereka terkejut sekaligus terpukau dengan letusan yang keluar dari moncong benda itu. Pikiran picik Nastar mulai berkerja, ia memiliki ide untuk menyingkirkan Semprit. Tapi pikiran lainnya tiba-tiba munyangkal. Benar juga, bagaimana aku bisa menggunakan benda besar itu, ya? batin Nastar.

"Gunakan apa yang manusia itu gunakan, Yang Mulia," celetuk Penasihat seakan tau apa dipikirkan Nastar.

Nastar menoleh ke sampingnya dan menemukan Erza yang tengah bermain kembang api. Semua kue tentu terkejut tidak menyadari adanya manusia di dekat mereka. Mendadak bangsa kue menjadi diam tanpa bisa kembali ke atas.

"Nasib ... nasib. Cinta hilang, mercon pun melayang," gumam Erza masih dengan perasaan galau. Ia hanya bisa bermain kembang api tanpa ada yang menemaninnya lagi.

Dulu, Mifta hadir menemaninya di kala Erza bermain petasan. Dengan segala kenangan yang ada, lelaki ini ingat betul dahulu mereka saling memegang gagang merecon besar dan menyalakannya. Kemudian ketika petasan itu akan meletus, Erza segera melepaskannya dan membuat Mifta terbawa maju oleh petasan tersebut.

Tidak sampai di sana, dendam Mifta ternyata cukup besar. Ia mengarahkan mercon tersebut pada Erza seakan-akan tengah bermain tembak-tembakan. Hingga akhirnya tawa puas menyelimuti gadis itu ketika sendal dan celana Erza bolong akibatnya.

Suara ledakan merecon terdengar lagi membuat atensi Erza teralihkan. Tetapi ia menjadi kesal.

"Duar, duar, duar, duar. DUAR SEKALIAN!" Erza berteriak penuh emosi membuat Ayu dan Rian menoleh. Tapi tak lama, mereka kembali melanjutkan kegiatannya.

Rasa bosan terus menyelimutinya. Erza tanpa sadar menempelkan kembang api tersebut pada tembok hingga terbentuk sesuatu.

"Eh? Kok bisa kaya lasan gini, sih? Baru tau. Keren juga," ujar Erza terkagum. Kemudian ia kembali menempelkan ujung kembang api itu pada tembok dan menulis sesuatu seperti ia menulis dengan pensil.

"Mifta ... love Erza ... seratus persen ampuh."

Belum puas dengan hasil karyanya. Erza kembali menuliskan tanggal jadian mereka dulu sampai kembang api miliknya direbut Ayu.

"Kamu apaan, sih! Balikin!"

Ayu memainkan kembang api itu dan melayangkan muka mengejek pada kakaknya.

"Nggak bisa, sekarang giliranku."

"Kan tadi kamu udah mercon!"

"Biarin, aku juga mau ini. Terserah aku, dong!"

Mereka akhirnya kembali bertengkar, saling mengejek satu sama lain. Hingga tidak menyadari kehadiran Nurand yang sudah membawa gagang sapu dengan amarah yang berada di ujung tandu.

"ERZA! AYU! KEMBALI KE RUMAH SEKARANG!" Mendengar pekikan menggelegar khas ibunya membuat kakak beradik itu lari terbirit-birit tanpa memerdulikan lagi kembang apinya.

Ya. Kembang api itu terjatuh dan dibiarkan begitu saja.

Selepas para manusia masuk, bangsa kue dan Nastar yang beruntung tidak disadari kehadirannya oleh para manusia itu kembali terbangun. Terlebih Nastar yang langsung bergerak dari diamnya.

Dengan cepat kue arogan itu menghampiri kembang api yang terjatuh tadi kemudian mendorongnya kuat, penuh emosi dan kesal pada Semprit yang menatapnya terkejut.

"Nastar Jangan!" pekik Semprit keras ketika kembang api yang masih menyala itu mengarah padanya.

"Rasakan ini!" Ujung kembang api yang masih menyala itu kini mengenai permukan kulit Semprit. Membuat semua bangsa kue menjerit tak percaya.

"SEMPRIIIIT!"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro