Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

26. Keputusan Tany

***

Banyu segera menghampiri Tany yang baru menunjukkan batang hidungnya setelah hampir setengah malam berada di bilik ruangan kantor polisi. Banyu tahu mengapa petugas mengajukan pertanyaan lebih banyak pada Tany dibanding dirinya.

Sejauh ini tidak ada aduan yang disampaikan Rengga terhadap keberadaan Banyu. Duel mereka yang mendadak batal karena Tany yang menghadang Rengga dan pria itu tidak sengaja menembakkan peluru ke udara.

Banyu masih tidak habis pikir dengan perilaku orang-orang yang merasa lebih, khususnya secara materi. Apa mereka merasa tidak aman sampai harus menyimpan senjata api di bawah jok mobil? Bukankah kepemilikan senjata api di tangan sipil juga membahayakan warga sipil lain?

Tany mematung meski Banyu sedang mendekapnya erat. Mantan kekasihnya tidak membalas pelukan Banyu, ia tahu ada yang salah dengan hubungan mereka.

"Lepas, Banyu." Tany berkata dingin pada Banyu tapi juga tidak berusaha melepaskan diri. Seseorang yang marah dalam diam biasanya lebih mengerikan dampaknya dibanding mereka yang tidak berhenti protes menyuarakan kejengkelannya.

"Tany," panggil Banyu pelan seraya menunduk agar dapat memandang Tany.

"Aku hitung sampai tiga. Lebih baik segera lepaskan pelukan kamu dari aku," ujar Tany tanpa intonasi. Tidak marah. Tidak takut. Tidak kesal. Hanya datar.

Banyu menuruti keinginan Tany, ia lalu melepas dekapannya. Naya dan Obie sudah berada di sisi mereka.

"Gimana kondisi lo, Tan?" Naya segera memeluk sahabatnya dengan nada khawatir, "Maafin gue tadi. Harus gue nggak ngajak lo berantem di restoran Padang. Kalau lo nggak marah, lo nggak akan pergi dan kejadian ini nggak bakal kejadian."

Tany menepuk pelan punggung Naya. Perempuan itu juga menoleh pada Obie yang canggung berada di antara ketiganya. Obie sedikit banyak merasa bersalah karena kehadirannya yang mendadak, rencana liburan Tany dan Naya terancam bubar.

Banyu tahu Tany dapat menangkap kegundahan Obie.

"Thanks, Obie. Kalau lo tadi nggak ada disana dan nahan Banyu. Gue beneran nggak kebayang apa yang akan terjadi di café," tutur Tany pelan sembali memberi tanda jempol pada Obie.

"Lo baik-baik aja 'kan, Tan?" Obie mengangguk setelah menerima ucapan terima kasih Tany. "Kayanya kita juga lebih baik cari tempat duduk dulu deh. Yuks, biar ngobrolnya lebih enak."

Tany mengangguk menerima usulan Obie. Naya sudah melepas pelukannya dari Tany dan sedikit terharu. Naya mengutarakan rasa syukurnya karena mereka masih selamat dari kejadian maut semalam.

Tany juga dapat merasakan rasa lega yang dirasakan sahabatnya. Andai Rengga salah sasaran saat menarik pelatuk dan menimbulkan korban khususnya salah satu dari mereka, ia tidak akan bisa memaafkan dirinya sendiri. Mengingat perjalanan ini adalah ide Tany untuk memaksa Naya ikut.

***

Waktu menunjukkan hampir pukul setengah empat pagi. Obie mengajak ketiganya duduk di warung kopi dan Indomie yang memang buka sepanjang malam. Banyu mengekor di belakang Tany dan Naya, sedangkan Obie sudah duduk kembali di bangkunya.

"Ini Om pesanannya, mie kuah dan dua gelas teh manis panas. Tinggal susu jahe dan mie goreng telur dadar yang belum selesai," ujar pelayan mengantar pesanan ketiganya saat tadi menunggu Tany keluar dari ruangan khusus untuk membuat laporan.

"Lo mau nggak, Tan?" Obie bertanya pada Tany yang baru masuk ke dalam warung.

Tany menggeleng merespon pertanyaan Obie, "Nggak usah, Obie. Thanks. Gue mau ngobrol sama Naya dulu di depan ya sebentar."

Naya menoleh dan merasa heran karena sahabatnya mengajak bicara empat mata di depan warung. Banyu penasaran ingin mengetahui apa yang akan dibicarakan keduanya. Apalagi dengan sikap dingin Tany terhadapnya sejak tadi. Padahal Banyu setengah mati mengkhawatirkan Tany setelah insiden di café.

***

Beberapa saat berlalu setelah Naya mengikuti Tany keluar dari warung untuk berbicara. Keduanya nampak tidak sedang baik-baik saja, Naya yang menunduk lesu dan menghampiri kekasihnya. Sedangkan Tany berusaha tegar dan bersikap baik-baik saja.

Banyu mendadak tidak selera dengan menu mie goreng dan susu jahe hangat yang dipesannya saat menunggu Tany selesai. Padahal keduanya adalah pasangan sejati Banyu untuk menghangatkan isi perut jika sedang begadang tengah malam.

Sepasang manik Tany terlihat lelah dan wajahnya juga tidak bersahabat. Melewati malam tanpa tidur bagi orang pada umumnya adalah hal yang tidak biasa. Sedangkan bagi Banyu yang memang mengidap insomnia, ia sudah biasa terjaga semalaman.

***

Tany memesan segelas susu coklat panas dan duduk memandang minumannya. Waktu sudah menunjukkan hampir jam empat pagi lebih saat Naya berdiri bersama Obie. Tany ikut berdiri dari bangkunya untuk membalas pelukan dari sahabatnya.

"Gue berangkat duluan sama Obie ke bandara, Tan. Lo yakin nggak apa-apa gue tinggal?" Naya bertanya pada Tany. Sedangkan Obie sudah membawa bawaan mereka berdua dan menuju ambang warung untuk menuju taksi yang dipesan melalui aplikasi online.

Tany mengangguk yakin dan tegas agar sahabatnya tidak meragukan keputusan yang dibuat oleh Tany sendiri. "Gue nggak apa-apa, Nay. Lo berdua have fun ya, kabari gue begitu mendarat di Makassar. Please, pilih dress kondangan yang agak berwarna untuk menghadiri resepsi pernikahan sepupunya Obie."

Naya mengerucutkan bibir, "Obie juga nggak maksa kok supaya gue ikut ke Makassar. kalau memang gue mau nemenin lo lanjut ke Baluran."

Tany menggeleng dan menangkup wajah Naya yang terlihat ragu meninggalkan sahabatnya. "Pertanyaannya, lo beneran mau nemenin gue ke Baluran sementara Obie sudah menyatakan siap berperang melawan keluarganya untuk memilih hubungan kalian?"

Naya mengulas senyum dan mengamini pernyataan Tany tentang Obie yang membela hubungan mereka mati-matian. Padahal Obie sudah dijodohkan dengan perempuan pilihan keluarga besarnya.

"Nah, kan." Tany kembali memeluk Naya, "Selamat berperang dan semoga kalian menang, Nay. Bersyukurlah kalian yang sudah saling menemukan. Gue tahu bahwa modal membina hubungan rumah tangga itu bukan hanya berapa lama kalian melakukan pendekatan. Keberanian kalian berdua jadi pelajaran buat gue untuk lebih berani mengambil risiko. Perjalanan ke Baluran sendiri bukan apa-apa dibanding keputusan lo menghadapi keluarga besar Obie, Nay. Tapi gue yakin kalian pasti bisa melewati itu semua dengan lancar."

Banyu dengan jelas mendengar setiap patah kata yang disampaikan mantan kekasihnya. Merasa tertampar dengan tindakannya selama ini pada Tany saat mereka masih berpacaran, Banyu merasa kini ia benar-benar egois.

Kedua sahabat itu kembali berpelukan sebelum memisahkan diri. Banyu masih bergerak seperti robot mengekor Naya dan Tany menuju taksi online yang dipesan Obie untuk membawa mereka ke bandara.

Obie menyalami Banyu dan berpamitan pada Tany. Ketika Obie mengobrol singkat dengan Tany, Naya menghampiri Banyu.

"Bay, gue berangkat duluan. Semoga kita bisa ketemu lagi di ibukota sana. Itu juga kalau sempat," kekeh Naya dengan riang.

"Hati-hati di jalan, Nay. Thank you sudah mau gue repotin dengan segala hal receh ini," ujar Banyu seraya menyodorkan tangan untuk berpamitan dengan Naya.

Naya menyambut tangan Banyu, "Sekarang lo sendirian, gue nggak tahu apa yang akan dilakukan Tany terhadap lo. Gue cuma bisa berdoa semua hal-hal baik untuk kalian. Kadang apa yang kita mau, bukan yang kita butuh. Meski yang kita butuh belum tentu juga yang kita mau. Jadi ya, saran gue lo sabar saja."

"Lo kayaknya kurang tidur ya, Nay. Ngelantur gitu sih penjelasannya," jawab Banyu dengan usil meski ia juga sepakat dengan apa yang sudah disampaikan sahabat kesayangan Tany itu.

"Hei, petuah gue itu baiknya lo renungkan dalam-dalam, Bregas Banyu!" Naya membela diri.

"Hati-hati di jalan, Nay." Banyu melepas Naya dan melambaikan tangan pada sepasang kekasih yang akan memperjuangkan hubungan mereka. Banyu salut pada keteguhan dan keseriusan Obie dan Naya, meski keduanya belum genap satu tahun bersama. Pelajaran tentang hubungan yang masih perlu dicermati lagi oleh Banyu.

Taksi online membawa Naya dan Obie membelah kota Surabaya menjelang subuh. Kini hanya tersisa Banyu dan Tany yang berdiri tepat di depan warung. Banyu sendiri memiliki tanggung jawab lain untuk berangkat ke Pelabuhan Surabaya dan menggantikan tugas kantor dadakan yang diamanatkan Mas Bakti.

Banyu memandang Tany. Hati Banyu berharap perempuan itu akan mengatakan sesuatu padanya atau apapun selain diam lalu berbalik dan hanya menunjukkan punggung pada Banyu. Banyu merasa Tany telah menutup pintu kesempatan untuk mereka kembali bersama.***

Add this book to your library! Love and Vote!

[Yah, Naya dan Obie berangkat nih ke Makassar. Terus, Tany sih katanya tetap mau lanjut ke Baluran. Sendirian. Bagaimana dengan nasib Banyu ya? Penasaran? Bentar lagi tamat, yeorobun! Yuks, ikuti terus ya ceritanya! Terima kasih.]

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro