24. Duel
***
Banyu jengkel dengan situasi yang dihadapinya saat ini. Pekerjaan dadakan yang dilimpahkan oleh Mas Bakti, Tany yang menghilang entah kemana dan Naya satu-satunya harapan Banyu akan berangkat bersama kekasihnya ke Makassar.
"Ponsel Tany sudah bisa dihubungi belum, Nay?" Banyu bertanya penasaran. Ketiganya kini sudah berada di luar rumah makan Padang. Waktu sudah menunjukkan lebih dari jam sembilan malam dan mantan kekasihnya belum nampak batang hidungnya.
Naya menggeleng. "Belum, Bay. Ini anak kelewatan banget sih. Apa susahnya ngasih tahu atau ngabarin sekarang ada dimana? Apa coba maksudnya menghilang gitu aja? Sengaja banget buat dicariin apa gimana?"
"Gue juga nggak tahu, Nay. Selama pacaran sama gue, Tany nggak pernah tuh kaya gini. Beneran deh," ujar Banyu seraya mengangkat dua jari dan membentuk huruf V.
Naya mengangkat bahu, "Lo aja yang nggak tahu isi curhatan itu anak, Banyu. Dah lah ya, ini nggak ada hubungan antara hilangnya Tany dan sejarah hubungan percintaan kalian. Satu hal yang penting sekarang, kenapa Tany nggak jawab teleponnya dari tadi."
Sesaat kemudian, ponsel Naya berdering. Layar ponsel menunjukkan nama Tany. Tidak menunggu waktu, Naya segera mengangkat telepon.
"Tan, lo dimana? Jangan bikin orang khawatir sih, Tan! Lo pakai perasaan sedikit dong." Naya mencecar sahabatnya.
"Nay, gue lagi bareng Rengga. Dompet gue udah balik. Sorry baru bisa ngehubungin lagi. Kalian masih disana?" Tany bertanya tanpa merasa bersalah seolah membuat dua orang yang sayang padanya menunggu dengan khawatir adalah hal sepele.
"Hah? Lo sama Rengga? Gila apa lo, Tan?" Naya memekik hingga berdiri dari posisi duduknya.
Banyu yang mendengar pekikan Tany sampai harus memeriksan sepasang telingan miliknya. Jangan-jangan ada yang salah dengan pendengarannya
Banyu mendelik pada Naya seraya berkata tanpa suara, "Tany? Sama Rengga?"
Naya mengangguk.
"Coba tanya dimana?" Banyu berbisik di telinga Tany, "Kita samperin aja kesana, Nay."
Naya mengikuti instruksi Banyu, "Tany, lo ada dimana posisi? Kita aja yang kesana."
Tany bersikeras agar Naya dan Banyu menunggu di tempat mereka sedang berada. Ia yang akan kembali mendatangi ketiganya kembali.
Naya bersikeras bahwa sebaiknya mereka yang menyusulnya dibanding menunggu Tany tanpa kepastian. Tany mengalah pada keinginan sahabatnya. Akhirnya Tany menyebut nama café dimana ia sedang berada.
Naya menutup telepon dan mengatakan pada Banyu bahwa mereka harus segera menyusul Tany. Banyu memesan taksi online untuk mereka bertiga.
***
Beberapa saat kemudian ...
Banyu memberi tambahan uang tips pada pengemudi mobil yang mengantar mereka bertiga. Café yang dikunjungi ketiganya ternyata cukup terkenal di kalangan anak muda Surabaya. Buktinya saja meski waktu hampir menunjukkan jam sepuluh malam, café masih dipenuhi banyak pengunjung dan asap rokok di bagian outdoor menyambut kedatangan ketiganya.
Naya memindai situasi café dan mencari keberadaan sahabatnya disana.
***
Banyu mengenali punggung Tany dengan mudah. Semasa mereka masih berhubungan, bagian tubuh yang paling sering mendapat belaian dari usapan tangan Banyu adalah belakang leher Tany dan punggung perempuan itu.
Banyu lalu menepuk bahu Naya dan menunjuk keberadaan mantan kekasihnya. Naya mengangguk dan membiarkan Banyu untuk menghampiri lebih dulu. Setelah menitipkan ransel carrier yang digendongnya pada meja penerima tamu, Banyu lalu melangkah mendekati Tany.
Sepasang manik Banyu melihat beberapa gelas minuman yang ada di meja Tany. Salah satunya satu gelas ice blended cappucino avocado yang merupakan menu favorti mantan kekasih Banyu yang selalu dipesan perempuam itu jika mereka mengunjungi café.
"Tany," sapa Banyu dari belakang seraya menyentuh pelan bahu perempuan itu.
"Ya," jawab Tany seraya menoleh pada Banyu. Tany seakan tidak sadar bahwa dirinya masih dongkol terhadap kelakuan Banyu tadi siang saat mereka hendak menikmati makan siang di rest area di sekitaran kota Rembang.
"Tany," panggil pria lain yang suaranya cukup familiar di telinga Banyu karena sikap pongah dan menyebalkan setengah mati.
Rengga. Pria sok kaya yang sama-sama sedang bersaing dengan Banyu untuk mendapatkan Tany kini berdiri di hadapannya. Tangan Banyu mendadak mengepal dan rahangnya mengeras. Banyu tahu aliran darah di tubuhnya kini sedang berpacu naik ke atas kepala. Ia sedang menahan amarah dengan kehadiran Rengga di hadapannya saat ini.
Tany menoleh pada Rengga dan tersenyum canggung. Dua pria yang baku hantam karena kejadian semalam pada sebuah kamar apartemen yang disewa Naya di Semarang. Banyu yang mempertahankan kehormatan Tany dan Rengga yang sedang mabuk dan tidak bisa menahan hasrat untuk melecehkan seorang perempuan kini beradu tatapan.
"Kayanya ada yang harus minta maaf," ujar Rengga menatap Banyu sengit.
Banyu yang kini berdiri tepat di belakang punggung Tany dengan otomatis maju selangkah untuk mengambil ancang-ancang sebelum melempar bogem mentahnya lagi.
Sesuai yang diingat dalam memori Banyu, pelipis Rengga mengalami memar yang cukup dalam. Ujung bibirnya juga mengalam luka sobek dan kini ditutup plester khusus. Banyu yakin Rengga pasti sempat meminta pertolongan ke rumah sakit untuk mengobati luka sobek dan memar di pelipis milik pria itu.
"Bisa-bisanya
"Anjng!" Banyu mengeluarkan sumpah serapah mendengar perkataan Rengga lalu membalas, "Apa gue nggak salah dengar? Gue bisa laporin kelakuan lo kemarin, Rengga."
"Hah! Gue juga bisa masukkin lo ke balik sel jeruji detik ini juga, Bangst!" Rengga tidak kalah kesal dengan kelakuan Banyu yang memberi buah tangan berupa lebam dan lecet di sebelah sisi wajah gantengnya.
Suasana café mendadak hening karena ada sepasang pria yang kini saling berhadapan dan berbalas makian dengan suara lantang. Beberapa pengunjung ada yang sudah menyiapkan ponsel untuk mengabadikan peristiwa menarik di hadapannya. Dua pria baku hantam demi seorang perempuan. Klise ya.
Tapi bukankah sejarah memang mencatat bahwa peperangan hebat yang pernah terjadi abad ini selalu disulut karena urusan perempuan? Contohnya, Perang Bubat yang merusak hubungan antara Kerajaan Majapahit dan Kerajaan Sunda. Perang Troya dan Perang Ramayana dimana Sang Raja sama-sama mencari dan menjunjung keselamatan dan keberadaan sang kekasih atau Ratunya yang diculik pihak musuh.
Kembali pada Banyu dan Rengga. Kedua pria itu kini hanya berjarak satu jengkal dengan pandangan saling benci dan siap menunggu siapa yang akan mulai melempar tinju duluan. Namun, ternyata Obie dengan sigap berinisiatif berdiri di antara keduanya untuk mencegah pergulatan terbuka terjadi.
"Guys, tenang. Jangan pada norak kalau mau duel. Ini restoran punya orang. Kalau mau pukul-pukulan pada pindah dulu ke lapangan parkir," ucap Obie seraya menahan dada Banyu yang sudah tidak sabar menghabisi wajah Rengga untuk kedua kalinya.
"Gue nggak takut, Anjng!" Rengga memaki tanpa memutus pandangannya dari Banyu. Pria itu lalu bergerak melewati Banyu seraya berkata, "Gue tunggu lo di luar sekarang juga!"
Banyu yang ditantang sedemikian rupa juga merasa tidak gentar untuk menjawab duel yang dikibarkan Rengga. Ini adalah soal ego laki-laki. Pulang berdarah atau tinggal nama tidak akan masalah jika harga diri lelakinya sudah terinjak-injak.
Banyu menatap Tany sekali lagi. Sepasang maniknya berusaha meyakinkan mantan kekasihnya bahwa ia akan memperjuangkan kehormatan Tany apapun yang terjadi. Meski nyawa dan masa depan mereka masih belum pasti tapi kehormatan Tany adalah harga mati, gumam Banyu dalam hati.***
Add this book to your library! Love and Vote!
[Mahalo, akhirnya ada baku hantam lagi! Huhuy, sudah pada kenal sama Rengga 'kan? Kalian #teamBanyu atau #teamRengga nih? Sharing yuks!]
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro