22. Papa Beruang
***
Banyu berpandangan dengan Tany. Namun, ia segera tersadar dengan pekerjaan yang kini ada di hadapannya. Bisa-bisanya liburannya diganggu setelah enam bulan belum pernah mengajukan cuti.
'Mau kesal ya gimana, namanya juga buruh korporasi.' Banyu membatin dalam hati.
Perjalanan mereka menggunakan bus akhirnya berakhir juga. Banyu sendiri tidak tahu bagaimana rencana selanjutnya. Apalagi jika Tany mengetahui bahwa Banyu mendadak harus berangkat ke Pelabuhan Surabaya dan memeriksa salah satu kapal yang sedang mengajukan klaim asuransi ke kantornya.
Banyu tidak berani membayangkan respon Tany saat ia meminta izin sebentar mengurus pekerjaan dadakan yang dilimpahkan padanya. Banyu juga tidak bisa mendistribusikan mencari pengganti karena hampir semua pegawai pasti sedang menikmati libur panjangnya. Ario yang tidak mengambil cuti dan standby di Jakarta ternyata harus menunggui istrinya yang baru melahirkan.
Hati dan mulut Banyu tidak berani berkata kasar pada Ario karena kondisi keluarga yang sedang sekarat mengadu nyawa di rumah sakit sudah menyita emosi sendiri. Banyu sendiri membayangkan jika ia yang berada di posisi Ario dan istrinya harus melewati kondisi tidak stabil setelah persalinan, 'Apa ia akan tetap memilih pekerjaan dan bukannya mendampingi istrinya?'
***
Banyu mengekor Tany yang masih mengunci rapat mulut terhadapnya dan Naya yang terlihat riang gembira seperti anak sekolah dasar yang baru turun dari bus sekolah. Apalagi dengan ransel yang dibawa seadanya begitu. Banyu tidak habis pikir ada ya perempuan santai macam Naya. Tujuannya kan camping, Banyu sampai penasaran ingin membuka isi tas Naya.
"Sayangggg," pekik seorang pria dari kejauhan tepat di punggung Banyu.
Banyu sampai menghela nafas seraya bergumam dalam hati, 'Adek cinta selamanya indah, Dek!'
Posisi pria yang memekik memanggil kesayangannya itu hampir menyita setengah perhatian terminal. Bak film India atau drama televisi, perempuan yang dipanggil menoleh. Ada beberapa perempuan membalikkan tubuh, termasuk Tany mantan kekasihnya.
Jantung Banyu berdegup, 'Jangan-jangan pria ini salah satu prospekan mantan kekasihnya! Ah, tapi masa sih selera Tany selera dirinya berubah menjadi agak norak?' Bahkan, relung hati Banyu pun menolak percaya bahwa mantan kekasihnya mengubah selera pria.
"Papa Beruang!" Naya memekik kegirangan membalas pekikan pria yang kini berdiri bersisian dengan Banyu.
Banyu bahkan melangkah mundur untuk memberi ruang pada Naya yang kini sedang berlari kecil menuju kekasihnya. Kini film India pun diputar secara langsung, sepasang sejoli itu berpelukan bagai teletubbies dan setengah terminal tidak lagi peduli dengan kegiatan Naya bersama kekasihnya yang sedang lompat-lompat bahagia.
"Kamu kok nggak bilang sih mau nyusul aku ke Surabaya?" Naya nampak sumringah memandang kekasihnya.
"Surprise dong, Sayang! Kalau bilang di awal namanya pendaftaran bukan kejutan," ujar pria itu masih dalam euforia yang sama seperti kekasihnya.
Naya meralat perkataan kekasihnya, "Bukan gitu kalimatnya, Sayang. Penyesalan selalu datang terakhir, kalau di awal namanya pendaftaran."
Banyu sampai melongo memperhatikan percakapan Naya dengan kekasihnya. 'Ya Tuhan! Ternyata pria yang dijuluki norak oleh ini adalah kekasih Naya! Mengapa dunia begitu sempit seperti daun kelor ya?'
"Hai, Tany!" Pria itu menyapa mantan kekasih Banyu yang hanya direspon lambaian lima jari dan anggukan pendek dari Tany.
Banyu sedikit paham alasan wajah mantan kekasihnya ditekuk seperti lembaran kertas lipat seperti itu, Tany pasti kelaparan. Biasa 'kan kalau laki-laki atau perempuan yang sedang menahan lapar dan jengkel, mendadak raut wajahnya tidak bersahabat.
Naya juga akhirnya mengenalkan Banyu dan kekasihnya, "Sayang, sayang. Kenalin ini Banyu, mantannya Tany."
"Halo, Banyu! Apa kabar? Saya Tobias, panggil saja Obie ya atau terserah kamu," ujar Obie masih semangat sambil menyodorkan tangan.
"Banyu," jawab Banyu pendek lalu menerima jabat tangan kekasih Naya yang terlihat semarak itu.
"Sayang, sudah makan dulu?" Obie bertanya pada Naya seraya menangkup wajah kekasihnya.
Banyu mendadak ingin muntah dengan adegan manis di hadapannya. Banyu mengingat terakhir kali ia dan Tany bersikap manis seperti itu jawabannya, 'Tidak pernah. Padahal, seingatnya lagi Tany termasuk pasangan yang senang memperlihatkan public display affection terhadap dirinya.'
"Belum, Paber." Naya menjawab kekasihnya dengan sok imut.
Banyu benar-benar tidak habis pikir dengan kepergian karakter Naya yang sok kuasa dan terkadang membully dirinya. Kini Naya sudah berganti rupa menjadi Mama Beruang, pendampingnya Papa Beruang.
***
Keempatnya menuju Restoran Masakan Padang yang tepat berada di depan terminal bus. Banyu kembali mengekor di deretan paling akhir.
Setelah memesan menu masing-masing pada pelayan rumah makan yang melayani langsung di etalase restoran khas restoran Padang, Banyu mengambil kursi tempat di sebelah Tany.
Tany sudah menghantam menu makan malamnya dengan kekuatan super. Betul tebakan Banyu, mantan kekasihnya memang benar-benar kelaparan karena melewati jam makan siang.
"Jadi kalian setelah ini mau kemana?" Obie bertanya pada tiga orang meski matanya hanya tertuju pada Naya.
Naya yang memesan gulai tunjang dan menikmati dengan nasi panas lalu mengangkat bahu, "Ibu Bos Tany belum memutuskan, Sayang. Rencana jangka pendek kita, padamkan dulu perut yang lapar lalu setelah itu berpikir dengan logis."
Obie mengangguk-angguk pendek.
"Kamu sendiri kok tumben menyusul aku kemari. Bukannya kamu bilang nggak dapat cuti untuk liburan kali ini dan harus melewati pernikahan sepupu kesayangan kamu di Makassar?" Naya bertanya sebelum menyelesaikan suapan terakhirnya.
Obie yang memang sudah selesai makan dari tadi lalu mengeluarkan sesuatu dari ranselnya. "Aku sebetulnya punya kejutan lain, Sayang! Kita masih bisa mengejar upacara adat besok sore ke Makassar. Bagaimana menurut kamu?"
Tidak hanya Naya yang melotot, Banyu dan Tany yang sedari tadi menonton pun ikut terkejut dengan dua tiket hasil print out yang sudah dipesan Obie untuk mereka berdua.
Dahi sahabat Tany itu otomatis berkerut. Banyu memperhatikan kerutannya cukup dalam sampai ia gatal sendiri ingin menepuk pelan jidat Naya.
"Sayang, kamu serius?" Naya memiringkan tubuh hingga mereka berdua duduk berhadapan.
"Serius dong, Sayang. Masa aku bercanda sih?" Obie sudah meletakkan dua tiket yang tadi dilambai-lambaikan olehnya di atas meja makan mereka.
Naya masih terdiam sebelum melanjutkan, "Tapi kamu sadar 'kan ini artinya kamu menyatakan genderang perang pada keluarga besar kamu di Makassar sana?"
Obie kembali mengangguk tegas. Banyu tidak melihat raut wajah cengengesan yang sedari tadi ditunjukkan pria itu saat merespon pertanyaan Naya.
"Aku 'kan maunya nikah sama kamu bukan sama pilihan keluarga aku," ujar Obie tenang.
"Nanti hidup kamu susah lo, Tobias. Belum lagi dicoret dari daftar warisan tanah leluhur," sambung Naya untuk menggoyang keputusan kekasihnya.
"Warisan kamu kayaknya lebih banyak dari kamu deh, Sayang." Obie bergurau untuk mencairkan suasana.
Naya mencubit hidung kekasihnya tanpa ampun, "Harta kamu harta kita, harta aku ya harta aku dong, Sayang." Naya membalas gurauan kekasihnya. "Lagipula ya, belum tentu juga nama aku akan ada di deret ahli waris. Siapa tahu setelah menikah dengan kamu, aku juga ikut dicoret dari daftar keluarga."
"Tuh kan, hidup kamu yang malah jadi susah kalau nikah sama aku, Sayang." Obie kini terlihat prihatin. "Tapi tenang saja, aku akan berusaha sekuat tenaga membuktikan pada diri aku sendiri bahwa aku bisa membuat kamu bahagia meski harus jadi budak korporasi multinasional berpuluh tahun ke depan."
"Ya sudahlah, aku juga nggak punya pilihan selain menerima pinangan kamu. Laki-laki jaman sekarang susah dipegang omongannya," sindir Naya sembari mendelik jahil pada Banyu yang hampir melempar sisa daun singkong kering di pinggir piringnya.
"Jadi, kamu mau ikut perang sama aku ke Makassar?"
'Tapi aku nggak bawa baju untuk resepsi, Sayang."
"Gampang, Sayang. Masih banyak mall di Makassar. Kita langsung beli begitu turun dari bandara ya," ujar Obie membelai kepala kekasihnya.
Naya mengangguk setuju sampai lupa dengan Tany yang masih melongo dengan tontonan drama gratis di depannya. Sedangkan Banyu yang masih dongkol berdiri dari kursi dan berbisik pamit ke kamar kecil untuk sekadar membasuh muka agar lebih segar setelah disindir Naya habis-habisan. Bah.***
Add this book to your library! Love and Vote!
[Mahalo, ada yang punya sepasang teman seperti Naya dan Obie. Itu loh kalau sudah berdua suka mendadak lupa mereka yang punya dunia dan sisanya hanya mengontrak petak-petak. Kalau Naya mendadak ikut berangkat dengan kekasihnya, lalu bagaimana dengan nasib Tany? Belum lagi Banyu juga mau putar arah mengerjakan pekerjaan dadakan yang diperintahkan atasannya. Sharing yuks! Terima kasih sudah membaca sejauh ini, lovely readers.]
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro