Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

15. Tabrakan Beruntun

***

Tany memperhatikan Banyu yang sedang berdiri di loket terminal dan menanyakan Bus menuju destinasi mereka berikutnya sebelum Baluran. Lelaki itu lalu mendekati tempat ia dan Naya duduk bersebelahan.

Tiga tiket diacungkan Banyu di depan wajah mereka. "Kita hanya mendapatkan tiket ke Surabaya. Tujuan dari Semarang ke Sidoarjo sebetulnya ada tapi sudah penuh. Aku sengaja membeli tiket jurusan ke Surabaya dulu karena hanya itu yang muat membawa kita bertiga."

"Setelah sampai di terminal Surabaya, apa kita akan lanjut naik bus jurusan ke Sidoarjo?" Naya bertanya sembari mengambil dua tiket dari tangan Banyu dan memeriksa tiket tersebut.

Banyu mengangguk. "Nggak perlu. Ada dua pilihan sebetulnya antara naik kereta lokal dari Surabaya ke Sidoarjo yang lebih cepat sampai dibanding harus macet-macetan atau ya lanjut naik Bus tadi. Terserah kalian saja, aku ngikut."

Naya menyerahkan satu tiket pada Tany. Tany meraih dan menyimpan di saku celananya.

"Gue harus transfer berapa nih?" Naya menggapai ponsel dan jemarinya dengan cekatan membuka aplikasi mobile banking untuk segera melunasi hutangnya pada Banyu. Tany tahu sahabatnya adalah tipe manusia yang anti berhutang dan menyulitkan orang lain hanya karena urusan uang.

"Gampanglah," sergah Banyu seraya menolak transferan Naya.

"Gue serius, Bay. Males gue pakai acara nunda hutang segala."

Banyu memandang Naya, "Gini aja deh, harga tiketnya lo ganti sama makan di Surabaya. Tapi gue minta yang mahal ya. Awas aja kalau cuma ditraktir nasi kucing."

Naya menggeleng tidak habis pikir atas permintaan Banyu. Sahabatnya lalu memandang Tany, "Gue nggak nyangka, Tan. Selera humor mantan lo boleh juga ya."

Tany menahan tawa kering. Ia kini tidak segan menatap Banyu tanpa merasa salah tingkah setiap dua detik sekali, "Nggak tahu ya. Mungkin selama setahun ini, kepala Banyu kayanya kejedot sama beton. Dulu waktu sama gue, hitungannya detail banget."

Banyu melotot. Tany tahu apa yang disampaikannya adalah fakta yang tidak akan dibantah oleh lelaki itu. Mau bukti? Banyu bahkan menempelkan daftar harga belanja sayuran dan bahan pokok lain yang ditulisnya per dua hari sekali dan dipajang di kulkas rumahnya. Bagaimana Tany tahu? Penasaran? Ceritanya masih panjang. Sabar ya.

Tany kaget karena Banyu mendadak duduk di sampingnya. Bahkan makin kaget saat lelaki itu membawakan tiga es kopi susu dari kedai kopi yang cukup ternama. Banyu lalu menyerahkan gelas yang berisi minuman itu masing-masing pada Tany dan Naya.

Naya menerima dengan wajah penuh pertanyaan, "Gue harus bayar berapa lagi buat es kopi susu ini, Banyu?"

"Gratis buat lo, Naya. Supaya mulut lo nggak kering setelah ngobrol panjang lebar dengan driver yang mengantar kita tadi," ujar Banyu dengan tenang.

"Ini beneran buat aku?" Tany menggenggam gelas kopi susu miliknya.

"Less sugar dan double espresso buat kesayangan aku," ujar Banyu kini berani menggunakan nama kesayangan di depan wajah Tany.

"Yakin lo nggak masukin ajian cinta supaya Tany mendadak minta balikan?" Naya sudah menyedot setengah gelas kopi susu dengan santai. Cuaca Semarang ternyata tidak terlalu bersahabat untuk ketiganya yang sedang menunggu bus di kursi calon penumpang.

Banyu terkekeh, "Tentu saja sudah aku masukkan dong ajiannya. Baristanya sampai agak bingung juga tadi waktu aku sodorin kunci tang buat ditambahin di menu minuman milik Tany."

Tany hampir tersedak saat menyedot sedotan minuman kopi dingin miliknya. Ia memandang sepasang manik milik lelaki yang pernah menghiasi enam tahun dalam perjalanan hidupnya. Naya benar Banyu kini lebih santai, lebih periang dan lebih menyenangkan.

Tapi, bukankah perubahan yang mendadak itu menandakan sesuatu yang dipaksakan atau bahkan jangan-jangan Banyu hanya sedang berakting di depan Tany? Setengah isi kepala Tany terbagi dua, satu suara mendukung perubahan Banyu yang lebih positif dan sisanya justru meragukan ketulusan dalam sikap Banyu.

Tany menutup mulut dan mengolah semua yang dirasakannya dalam hati. Memandang Banyu dalam diam. Merasakan manisnya es kopi susu yang sengaja dibelikan mantan kekasihnya itu. Bahkan Tany tadi sempat mengocok gelas plastik miliknya dan mencari ajian kesumat yang dimaksud Banyu.

***

Ketiganya lalu naik bus yang dimaksud. Banyu sengaja memilihkan tempat duduk paling aman untuk Naya dan Tany. Tepat berada di belakang kursi pengemudi. Tany pernah membaca informasi mengenai hal ini bahwa kursi di belakang supir termasuk kursi yang aman jika terjadi kecelakaan.

Banyu tepat di sisi Tany meski berseberangan karena Naya ingin sekali duduk di samping jendela Bus yang besar untuk melihat pemandangan. Waktu menunjukkan pukul sebelas siang dan lalu lintas sudah kembali padat oleh pasukan wisatawan lokal yang menyerbu kota Semarang sebagai destinasi liburan.

Tany kembali memandang Banyu yang sedang sibuk melipat jaket parka miliknya dan meletakkannya dengan rapi tepat di atas tas ransel milik lelaki itu. Ada satu hal yang belum berubah dari Banyu, kebiasaan teratur dan disiplin. Salah satu sikap yang Tany kagumi dari Banyu.

Menurut angan-angan Tany, jika ia memang akan berumah tangga dengan Banyu maka rumahnya tentu akan bersih di bawah tangan dingin lelaki itu. Tapi nasi sudah menjadi bubur, harapan membina keluarga kecil dengan Banyu harus dikubur olehnya dalam-dalam.

***

Ingatan Tany kembali ditarik pada satu tahun lalu saat mereka sedang merayakan hari jadi yang keenam tahun. Tany dengan jelas mengingat bagaimana perasaannya saat itu. Ia sudah menyiapkan makan malam dan liburan singkat romantis ke Bandung karena Banyu tidak bisa cuti lama-lama dari pekerjaannya.

"Aku kan tanya kamu serius nggak sama aku?" Pertanyaan yang diulang Tany bahkan dalam latihannya sendiri di depan kaca kosannya. Mengajukan pertanyaan macam itu sama saja dengan menyalakan genderang perang. Tany tahu Banyu paling tidak suka disudutkan atau bahkan diancam dengan pertanyaan yang sudah mereka ulang-ulang.

Tany mengingat jawaban Banyu dengan jelas, "Serius dong. Kalau nggak serius ngapain pacaran lama-lama."

Lelaki itu masih menjawab pertanyaan Tany dengan enteng. Tany bahkan masih berusaha menahan jengkel saat Banyu menggunakan alasan ibunya yang sedang sakit untuk memastikan arah hubungan mereka.

Lagipula apa salahnya Tany? Berdasar sudut pandangnya, ia hanya menuntut kejelasan atas apa yang sudah mereka jalani selama enam tahun berjalan. Apa Tany salah meminta sebuah kepastian pada Banyu?

"Aku cuma mau kepastian, Banyu." Kalimat yang diulang-ulang Tany dalam hati dan pikirannya. Mengapa lelaki itu sulit paham dengan apa yang diinginkan seorang perempuan? Apa ia masih kurang juga di mata Banyu?

"Kita pasti menikah, Tany." Jawaban yang diingat Tany saat Banyu dengan gampangnya ingin meredakan kemarahannya di tengah meja reservasi yang mereka pesan.

Brak! Tany hampir terlempar ke depan jendela jika Banyu tidak menahannya. Bus yang mereka tumpangi mendadak ditabrak dari belakang oleh Bus lain.***

Add this book to your library! Love and Vote!

[Baru melamun sedikit sudah diganggu lagi oleh masalah. Ada aja ya hambatan yang menghalangi Tany untuk mencapai tujuannya? Kebayang nggak sih kalau kalian punya rencana yang sudah disusun rapi seperti milik Tany dan Banyu tapi berujung harus berantakan? Penasaran apa yang terjadi dengan bus yang sedang mereka tumpangi? Ikuti terus ceritanya ya! Terima kasih, lovely readers!]

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro