13. Ketahuan 'kan, Tan?
***
Tany menjawab telepon misterius dari nomor tidak kenal. Hatinya tidak tenang karena ia sendiri khawatir dengan kemungkinan bahwa Rengga telah mengadukan tindakan pemukulan yang dilakukan Banyu terhadap pria itu.
Uang dapat memanipulasi keadaan, Tany menyadari kalimat itu. Situasi yang biasa ia temukan setiap hari saat ini sebagai pekerja magang di Lembaga Anti Korupsi. Ketidakadilan dan fakta yang tumpang tindih bercampur dengan rumor beberapa kasus yang sedang dikawal kantornya kini membuat Tany paham bahwa realitas dunia nyata itu pahit adanya.
Tany mendongak dan menatap manik Banyu yang memberi dorongan bersuara untuk merespon panggilan telepon. "Halo?"
"Tany, ini gue. Kyra." Suara merdu Kyra menyapa Tany dari seberang sama.
"Sudah sampai mana sih kalian? Terakhir kali Rengga ngabarin dia jadi bawa mobil ya kesini? Tapi gue nggak sempet kontak-kontakan lagi," tanya Kyra.
Tany mengangguk lega, "Iya, Ky. Kita nggak dapat tiket kereta lagi dan keburu males ke terminal cari bus jurusan ke Surabaya. Rengga menawarkan diri buat menyetir dan patungan bensin kesana."
"Eh, gue boleh ngobrol sama Rengga nggak? Telepon gue nggak diangkat terus. Iya sih gue pake nomor orang. Kemarin sore ponsel gue nggak sengaja jatuh ke selokan dan berakhir matot. Mati total," jelas Kyra disambung dengan tawa renyah. "Memang dasar goblok."
"Rengga lagi nggak sama kita, Ky." Tany menjawab pertanyaan Kyra. Maniknya menatap Banyu. Andai ia tidak sedang menjawab di telepon. Kyra pasti tahu Tany sedang berbohong.
"Oke kalau gitu, gue tunggu di Sidoarjo ya." Kyra lalu menutup sambungan telepon tanpa menaruh curiga pada Tany.
Tany menyimpan ponsel di saku celana dan memandang Banyu dan Naya. "Jadi, apa rencana kita setelah ini? Gue beneran nggak ada ide. Sorry ya kalian jadi ikut repot karena kecerobohan gue," ujar Tany pada dua orang di hadapannya.
Naya menepuk pundak Tany, "Santai saja, Tan. Kita kejar si Rengga eh salah, kita kejar dompet lo maksud gue."
"Apa kita putar arah aja ya? Balik ke Jakarta?" Tany kini meragukan dirinya sendiri. Tany lupa bahwa sejak kemarin dan semalam, ia yang bersikeras untuk melanjutkan perjalanan ke Baluran.
"Kalau menurut aku, agak tanggung kita putar arah pulang sekarang." Banyu bersuara dan memiliki pendapat yang berbeda dibanding semalam.
"Bukannya tampang lo kecut bener mau berhadapan sama Rengga, Bay?" Naya bertanya penasaran.
"Iya. Gue masih harus tahan emosi kalau nanti papasan lagi sama Rengga. Tapi gue lebih nggak tega sama Tany. Kalau dia balik pulang dan merelakan dompetnya begitu aja artinya Tany harus urus ini itu. Lo tahu kan betapa ribetnya nungguin blanko E-KTP?" Banyu memandang Tany.
Tany menghela nafas, mantan kekasihnya benar. Tanpa sadar Tany mengerucutkan bibirnya karena mendadak stres membayangkan birokrasi yang harus dilewati untuk mengurus semua urusan berkas itu. Sebelum mengurus sederet ATM yang dimilikinya, Tany harus lebih dulu mengurus surat kehilangan di kantor polisi terdekat, meminta surat keterangan RT/RW dimana ia masih terdaftar dalam Kartu Keluarga dan surat keterangan lain sesuai dimana ia berdomisili.
Hilang dompet di Semarang lalu urus surat kehilangan di kantor polisi terdekat saat ini, lapor RT/RW di dekat rumahnya di Bandung dan meminta surat keterangan selama ia berdomisili di Jakarta. Lapor ke kelurahan. Lapor ke Bank dimana ia membuka rekening. Bolak-balik ini itu. Mendadak seluruh drama tentang kehilangan dompet dan pengurusan surat-surat penting menjadi benang kusut di dalam kepala Tany.
"Apa yang dikatakan Banyu ada benarnya sih, Nay. Gue nggak bisa ngebayangin betapa ribetnya urusan ini-itu yang harus gue lalui cuma buat bikin E-KTP baru," jelas Tany pada Naya.
Naya hanya mengangkat bahu, "Gue sih terserah lo aja, Tan. Balik pulang, Ayo! Lanjut ke Baluran, Siap!"
Tany menatap Banyu kembali seakan meminta persetujuan dari mantan kekasihnya.
Banyu mengangguk, "Sebelum kita lanjut ke terminal buat cari Bus jurusan Sidoarjo. Enaknya pastikan dulu kalau Rengga sudah pasti menuju Baluran juga."
Tany terdiam sembari mempertimbangkan usul Banyu. "Tapi gue nggak mau ngehubungin Rengga duluan."
"Sini biar gue yang telepon. Mana nomornya Rengga?" Banyu menawarkan diri.
"Nggak usah. Ntar ujungnya malah nggak enak," ujar Tany merespon usulan Banyu.
"Terus gimana caranya kita cek itu si Norak beneran udah on the way atau belum menyusul sepupunya ke Baluran, Tany?" Naya tidak sabar dengan obrolan maju mundur antara Tany dan Banyu.
"Tenang-tenang, gue punya ide." Tany mengambil ponsel dan membuka aplikasi Instagram miliknya. Ia lalu mencari akun Rengga dan memeriksa instagram story milik pria itu.
Seperti kebiasaan pria itu, story Rengga sudah menyerupai titik-titik barisan semut yang sedang bekerja keras. Tany dengan cekatan menekan-nekan untuk mengetahui status terakhir yang dipajang pria itu.
...Voila! Sesuai dengan dugaan Tany, pria narsis itu sudah memuat story yang menunjukkan jalan bebas hambatan dari balik foto kemudi mobil Sultan miliknya. Dua puluh menit lalu.
"Nih! Rengga ternyata melanjutkan perjalanannya ke Baluran sendirian," kata Tany bersemangat seakan baru menemukan harta karun setelah menuntaskan sejumlah teka-teki.
"Mana? Mana?" Naya kini ikut nimbrung melihat story yang dimaksud Tany. Hanya Rengga yang tidak terlihat tertarik dan masih berdiri di posisinya semula.
"Ihh, gilingan ya nih si Norak. Bisa-bisanya doi masih lanjut aja padahal mungkin tampangnya masih babak belur," sahut Naya kembali mengomentari daya juang Rengga. "Hebatnya lagi, dia sempat-sempatnya buat status pulak."
Tany tidak membalas komentar sahabatnya tentang Rengga. Setiap orang memiliki kesukaannya masing-masing. Jika bagi Rengga media sosial adalah hidupnya maka Tany tidak berhak untuk menyudutkan pria itu.
"Kamu beneran periksa akun Rengga dengan akun asli kamu?" Banyu iseng bertanya pada Tany.
"Gaklah, aku kan punya akun khusus stalking ..." Tany mendadak seakan ingin menelan perkataannya kembali. Bisa-bisanya mulut cantik miliknya sendiri membuka rahasia dapur tentang akun lain stalking yang sering digunakannya untuk memeriksa aktivitas Banyu di dunia maya.
Tany menunduk dan tidak berani membalas tatapan Banyu yang seolah sedang menjebaknya dengan pertanyaan hidup dan mati urat malunya sendiri.
Naya yang mengetahui sejumlah akun stalking milik Tany pura-pura tidak mendengar percakapan antara keduanya. Dengan sok sibuk, Naya memperhatikan story lain yang baru diunggah Rengga.
"By the way, gue nggak nemu story Rengga yang pajang foto dia pagi ini. Kalau kita mau positif thinking, keknya Rengga nggak bakal bikin perhitungan sama lo." Pernyataan Naya ditujukan langsung pada Banyu untuk menyelamatkan Tany dari malu yang dibuatnya sendiri.
"Naya, gue tahu lo mau bantu sahabat lo ini. Tapi, please deh pertanyaan gue belum dijawab sama Tany," ujar Banyu seraya memandang Naya dua detik. Namun, lelaki itu kembali memperhatikan sikap Tany yang masih salting gara-gara pertanyaannya.
Tany bersikap pura-pura tenang sembari memutar otak karena ia tahu Banyu tidak akan berhenti mencecar dengan sederet pertanyaan sampai lelaki itu puas dengan jawaban Tany. Perjalanan mereka menuju Baluran akan menjadi mimpi buruk bagi Tany yang selama ini mengubur rapat-rapat kebiasaannya mengikuti aktivitas Banyu melalui media sosial. Hhhh, Tany menarik nafas panjang.***
Add this book to your library! Love and Vote!
📷: pinterest/anonymous/please dm me if this pic belongs to you. Thanks.
[Perjalanan Tany dan Banyu makin bikin penasaran nggak sih? Udahlah pakai ketinggalan dompet di mobilnya Rengga, Tany juga ketahuan memiliki akun lain untuk stalking. Padahal, selama mereka putus satu tahun terakhir, Tany yang sengaja menutup akses Banyu untuk menghubunginya. Malu banget nggak sih, Tan? Sok-sokan nggak butuh padahal selama ini rajin banget periksa aktivitas Banyu. Ikuti terus ceritanya ya! Terima kasih, lovely readers!]
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro