Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

10. Angkat Kaki

***

Banyu membuka pintu unit dengan kartu cadangan yang diberi dari meja lobby. Ia lalu mendengar suara jatuh yang cukup kencang dari arah kamar Tany. Langkahnya bergegas membuka pintu kamar yang masih tertutup.

Saat Banyu mendorong pintu kamar terlihat Tany yang tidak berdaya ditindih oleh Rengga. Sweater kebesaran milik Tany tersingkap sampai ke dada dan memperlihatkan bra berwarna hitam yang dipakai mantan kekasih Banyu.

Tanpa menunggu aba-aba, Banyu menarik kerah baju Rengga dan membantingnya menuju dinding. Tubuh Banyu mungkin tidak lebih fit dari Rengga yang rajin gym tiga kali seminggu tapi setidaknya kekuatan laki-laki mereka bisa diadu.

"Bangsat!" Banyu berteriak pada Rengga. "Ngapain lo!"

Tany bangun dari ranjang dan bergegas mendekati Naya yang kini bengong di ambang pintu.

Banyu yang masih kesal memberi hantaman pada pelipis Rengga dengan tinjunya. Tidak mau kalah, Rengga membalas tinju Banyu dengan bogem lain yang meleset melewati wajahnya. Merasa di atas angin, Banyu melempar dua bogem lain ke arah hidung Rengga yang ia yakin akan membuat pria itu merasa kesakitan.

Naya bergegas mendekati Banyu dan menarik baju lelaki itu. "Udah, Bay. Cukup. Kalau mati atau sekarat, urusannya bakal ribet." Usaha Naya tidak berhasil, langkah Banyu semakin lebar untuk menghampiri Rengga.

Banyu masih jengkel dan hendak menendang Rengga yang kini tersungkur kepayahan. Naya memberi tatapan pada Tany untuk menyadarkan Banyu.

"Tan!" Naya menghardik sahabatnya yang nampak bengong setelah melewati kejadian traumatis.

Seakan dibangunkan oleh pekikan Naya, Tany tersadar dari lamunannya dan terburu-buru mendatangi Banyu. Memeluk mantan kekasihnya dan berkata panik, "Banyu, udah jangan pukul lagi. Rengga mabok. Kalau mati ntar kau yang susah."

Kemarahan Banyu seakan sirna saat Tany mendekapnya. Aroma lemon vanilla dari rambut panjang mantan kekasihnya memberi kesadaran lain pada Banyu untuk membalas dekapan Tany. Keduanya saling berpandangan.

Naya bergegas memeriksa Rengga. Memegang nadi di leher dan salah satu pergelangan tangan pria itu. Terakhir, menutup hidung Rengga yang terlihat patah dan mengeluarkan sedikit darah. Naya bergerak mengambil tisu untuk menghentikan darah di ujung hidung Rengga.

"Nyusahin aja nih orang," sembur Naya dengan kesal. Rengga terlihat pingsan. Setelah merapikan posisi tidur agar tidak ada peredaran darah yang terhambat, Naya memastikan sekali lagi bahwa pria yang sedang terlentang di lantai itu masih hidup dan hanya tertidur.

Tany menoleh pada Naya seraya masih berada dalam dekapan Banyu. "Rengga kayanya mabok deh, Nay. Waktu kalian pergi, tiba-tiba dia bangun dan keluar dari kamar. Terus menghadang gue gitu."

"Lo nggak apa-apa, Tan?" Naya menghampiri tempat Banyu dan Tany berdiri di tengah kamar.

Tany menggeleng, "Masih untung kalian berdua keburu datang."

Banyu masih belum bersuara. Ia malah mengelus-elus rambut Tany pelan. "Tadi gue lihat dia bawa Vodka dari mobil."

Tany mendadak tersadar dan melepaskan diri dari pelukan Banyu. Ia lalu mendekati Naya.

"Kamu beneran nggak apa-apa?" Banyu kembali memastikan kondisi mantan kekasihnya. "Apa kita perlu panggil keamanan?"

Tany menggeleng. "Nggak usah, panjang urusannya. Biarin saja."

"Tany, ini sudah kriminal loh. Aku nggak mau melepas Rengga begitu saja," sambung Banyu kesal sendiri dengan jawaban Tany yang seakan melindungi Rengga.

"Dia belum ngapa-ngapain aku juga. Sekarang kalau kita bikin aduan, apaan coba? Perbuatan tidak menyenangkan? Nah, terus kamu memang nggak sadar sudah bikin wajah dia babak belur begitu?" Tany berkata panik.

"Jadi, menurut kamu Rengga si Bangsat ini harus ngapa-ngapain dulu baru bisa kita seret ke pihak berwajib gitu?" Banyu jengkel tidak mau mengalah dan menghormati keputusan Tany.

Kedua saling memandang dengan kesal.

Naya yang sedang mengelus punggung Tany dan sudah memastikan bahwa sahabatnya tidak terluka, "Hei, pada ngapain ribut sih! Dah lah ya. Bener juga apa kata Tany, sekarang kita proses hukum juga malah jadi panjang dan ribet. Nih si Norak keknya cuma pingsan gara-gara minuman keras ditambah kecapean nyetir. Paling besok agak panik lihat mukanya bonyok dikit."

Banyu mendelik pada Naya, "Menurut lo, kita bisa bebasin si Tengih gitu aja? Males gue."

"Nah, urusin aja sama lo sendiri, Bay."

Naya bergegas ke merapikan baju dan meraih ransel miliknya, "Gue mau cabut dari sini. Yuk, Tan. Kita naik angkutan umum aja. Males gue ngelanjutin perjalanan sama cowok norak kek Rengga."

Tany memandang Naya dan langsung menyetujui ide sahabatnya. Bagaimanapun juga Tany memilih segera angkat kaki dari peredaran Rengga. Mengikuti apa yang sudah dilakukan sahabatnya, Tany segera mengikuti Naya yang sedang menunggu di ruang tengah.

Banyu memandang pria yang baru saja dibuat babak belur olehnya tadi karena hendak menggarap mantan kekasihnya. 'Brengsek!' Banyu kembali memaki Rengga dalam hati.

***

Tany sudah mengenakan celana panjang dan coat selutut berbahan wool diatas sweater yang dikenakannya tadi. Sedangkan Naya yang baru selesai dari kamar mandi sedang mencuci tangan di wastafel.

"Usul kalian, kita pergi saja kaya maling gitu?" Banyu kembali melempar bom pada kedua perempuan di hadapannya.

"Jadi saran terbaik dari lo apa, Bay?" Naya meraih tisu dan mengeringkan tangannya. "Laporin si norak ke keamanan, terus mau apa? Lo nggak kepikiran dengan uang yang dipunya sama dia, situasi bakal dibalikin gitu aja?"

Naya melempar sisa tisu ke tempat sampah dan menghampiri Banyu, "Lo lihat sahabat gue?" Arah pandang keduanya lalu menatap Tany yang sedang melamun di dekat jendela. Nampak tidak peduli dengan situasi di sekitarnya.

"Tany keukeuh bilang mau ngelanjutin berangkat ke Baluran. Padahal tadi gue udah rayu-rayu supaya kita pulang. Dia menolak ide gue, Bay. Pakai acara mengancam mau berangkat sendiri pula," bisik Naya pada Banyu.

Banyu memandang Naya. Logikanya mereka memang harus membuat laporan polisi atas tindakan tidak menyenangkan yang dilakukan Rengga terhadap Tany. Persoalannya, Tany tidak mau memproses kasus yang dimaksud. Mantan kekasihnya justru bersikeras menuntaskan perjalanan mereka ke Baluran.

"Sekarang keputusan ada di tangan lo, Bay. Mau nemenin kita berangkat atau lo urusin si norak dah di kantor polisi. Semoga dia nggak menggunakan kekuatan uang untuk membalikkan kenyataan dan menjadikan lo tersangka utamanya," sungut Naya tidak sabar. Efek hormon menstruasi dan kejadian traumatis yang dihadapi sahabatnya membuat Naya yang biasanya berpikir jernih jadi ikut terpengaruh panik.

Banyu mengangguk tanpa banyak basa-basi lagi.

***

Ketiganya akhirnya pergi meninggalkan apartemen hampir menjelang subuh. Matahari sudah terbit sedikit dan cuaca Semarang di pagi buta memang cukup segar untuk membangunkan ketiga wajah yang kusut setelah perjalanan panjang.

Sebelum meninggalkan apartemen yang mereka sewa melalui Airbnb, Naya menitip pesan di meja resepsionis bahwa salah satu teman mereka yang masih tidur di unit minta dibangunkan jam sebelas sebelum check out. Resepsionis tidak tahu menahu atas kejadian yang terjadi sebelumnya hanya mengiyakan permintaan Naya.

Ketiganya memesan ojek online untuk menuju terminal terdekat. Tujuan mereka adalah kota Surabaya atau bahkan Sidoarjo jika memang ada jurusan bus menuju kesana. Banyu tidak mengulang pertanyaannya pada Tany.

Saat seseorang yang kamu cintai sedang merasa tidak nyaman ada baiknya kita hanya perlu berada di sisinya tanpa bertanya soal perasaan atau hal sepele lain. Merasa ditemani lebih penting daripada membuatnya merasa dihakimi.***

Add this book to your library! Love and Vote!


[Ada yang setuju dengan pernyataan Banyu nggak nih? Dukung mereka terus ya. Terima kasih, lovely readers!]

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro