Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

09. Rengga Lumping

***

Tany memperhatikan unit apartemen yang berhasil disewa Naya sahabatnya melalui aplikasi Airbnb. Pembayaran pun tidak sulit. Naya tinggal mentransfer sejumlah dana pada rekening yang dimaksud dan kunci pun tinggal diambil dari meja lobby setelah mengisi informasi buku tamu.

Sahabatnya tidak tahan untuk segera masuk ke dalam unit apartemen. Naya menekan tombol lantai empat belas dan memberitahu Banyu melalui pesan singkat nomor unit apartemen yang akan digunakan oleh mereka.

"Galak banget sih lo sama Banyu, Tan." Naya menempelkan kunci otomatis yang berbentuk kartu pada unit yang dituju.

Tany mendelik pada sahabatnya. Maniknya menatap Naya tidak percaya. "Lo beneran mau mendukung mantan pacar gue, Naya? Lo lupa dia yang bikin hidup gue nggak beres selama tiga bulan pertama setelah kita berdua putus?"

"Tapi kan itu lo sendiri yang mutusin hubungan dari segala arah, Tany. Siapa yang mengancam seluruh anggota dan sahabat sendiri untuk nggak buka mulut? Masih untung waktu itu gue lagi ada proyek penelitian di Manila. Nggak kebayang kalau Banyu sampai harus mengejar-ngejar buat nanya lo ada dimana," urai Naya seraya membuka pintu dan meletakkan kartu di dinding agar seluruh lampu serta listrik yang mengaliri unit menyala otomatis.

Tany mendengkus kesal. "Gue lupa harusnya lo nggak perlu pulang dulu ke tanah air. Kalau lo masih lanjut penelitian di sana, sudah pasti gue nggak perlu ketemu Banyu hari ini."

"Dan lo akan terjebak dengan pria norak macam Rengga," cibir Naya pada Tany sambil menjatuhkan diri ke sofa terdekat. "Lo mau-maunya ya jalan bareng sama cowok model gitu, Tany. Nggak nyangka gue."

"Nah kalau soal Rengga gue setuju, Nay." Tany membuka pintu kamar satu per satu. Tas bodypack lalu diletakkan Tany pada satu kamar yang memiliki ranjang berukuran Queen.

Tany lalu bergerak menuju ke kulkas yang ada di dalam apartemen dan membaca catatan kecil yang ditinggalkan tuan rumah. Catatan tersebut berisi peraturan yang harus ditaati oleh tamu yang menginap dan pemberitahuan bahwa semua minuman ringan dan makanan kecil yang tersedia di dalam kulkas bisa dinikmati oleh tamu.

"Kita berdua tidur di kamar itu ya," telunjuk Tany mengarah pada kamar dimana ia telah menyimpan tas ransel berukuran medium miliknya. "Mereka berdua bisa berbagi kamar di sebelahnya. Ada ranjang twin di kamar yang itu."

Naya mengangguk tidak peduli seraya menumpangkan kaki di salah satu sandaran sofa. Kedua sepatunya sudah terlepas entah dimana. Naya membuka bungkusan ayam krispi pedas yang mereka pesan dari restoran cepat saji dua puluh empat jam dan mengunyahnya perlahan.

"Perut gue kembung, tahu nggak lo?" Tany sudah duduk di samping Naya sembari mengambil bungkus kertas coklat miliknya. Menimbang untuk melahap isinya atau tidak. Tany melempar pandangan pada teko listrik dan mendadak ingin secangkir teh hangat.

Pintu unit apartemen mereka mendadak dibuka dari luar. Rengga yang pertama menyundulkan kepalanya di ambang pintu. Perut Tany makin bergejolak. Ia meletakkan burger yang dipesannya tadi dan meraih sebotol mineral saja menuju kamar.

"Gue tidur duluan, Nay." Tany berkata pendek, "Rengga, gue tidur duluan ya. Thanks buat hari ini. Sampai jumpa besok."

Rengga mengangguk mendengar perkataan Tany. Tepat saat Banyu menutup pintu unit dan menguncinya, Tany justru menutup pintu kamar untuk segera beristirahat. Meski alasan utama Tany adalah untuk menghindari Banyu di ruangan yang sama.

***

Tany terbangun saat Naya panik menggoncang tubuhnya. "Tan, gue rembes nih. Lo bawa pembalut nggak?"

Tany mengerjapkan mata dan berusaha memproses apa yang disampaikan sahabatnya. Kondisi tidak lebih bersahabat bagi sepasang maniknya saat Naya menyalakan lampu. Kamar mereka pun mendadak menjadi terang benderang.

Tany otomatis bangun dari tidurnya saat melihat genangan merah di seprai putih yang tadi ditiduri Naya. "Lo 'dapat' ya, Nay?"

Naya mengerucutkan bibir dan menangguk jengkel. "Hitungan gue masih minggu depan." Naya bergegas ke kamar mandi dan membersihkan celana tidurnya yang memerah karena darah datang bulan.

Tany melihat jam di dinding yang menunjukkan waktu masih setengah empat pagi. Naya keluar dari kamar mandi dengan tergesa.

"Mau kemana, Nay?"

"Tadi pas lewat apartemen, gue lihat minimarket dua puluh empat jam. Gue beli pembalut dulu ya," ujar Naya berkata pendek.

Tany yang masih mengumpulkan nyawa sebetulnya tidak tega membiarkan Naya pergi sendiri. Tapi ia sangat mengantuk. Dengan sisa kekuatan, Tany mengikuti langkah Naya. Tidak disangka Banyu masih terjaga seraya membaca buku di sofa ruang tamu.

"Kenapa lo belum tidur, Bay?" Naya memandang Banyu yang sedang selonjoran.

Banyu kaget melihat dua perempuan yang ada di hadapannya lalu mengangkat bahu. "Insomnia kaya biasa," jawab Banyu pendek.

Tany melepas gulungan ikatan pada rambutnya. Ia lalu menatap Banyu dan seketika mengingat penyakit gangguan tidur yang memang diderita mantan kekasihnya. Mulut Tany gatal untuk bertanya tentang insomnia Banyu yang belum kunjung sembuh.

"Kalian berdua mau kemana?" Banyu sudah menutup buku dan meletakkan sepasang kakinya di lantai.

"Minimarket. Jajan roti perempuan," ujar Naya. "Gue sendiri aja, Tany. Lo kan tadi perutnya nggak enak. Balik tidur sana ya." Naya menggunakan dua tangan untuk mengusir Tany agar tidak perlu ikut menemaninya ke minimarket.

"Sini gue aja yang temenin, Nay." Banyu menawarkan diri. Tanpa pikir panjang, lelaki itu meraih jaket parka hitam miliknya dan menatap sahabat Tany. Naya mengangguk mendengar usulan Banyu.

Naya bergerak menuju pintu keluar unit apartemen mereka. Banyu berdiri sejajar dengan Tany sembari menunjuk teko elektrik di meja tinggi dekat kulkas.

"Aku sudah buatkan teh di dalam teko itu. Pahit seperti kesukaan kamu. Jangan lupa diminum. Nanti sekalian aku beli madu dari minimarket supaya perut kamu agak baikan," Banyu berkata enteng tanpa memandang Tany.

Tany hanya mengangguk singkat. Ia tahu tindakan perhatian Banyu bukanlah dibuat-buat. Lelaki itu memang memiliki empati yang tinggi apalagi untuk orang-orang yang disayanginya.

Banyu melewati Tany. Tany dapat mencium aroma cologne kesukaan Banyu dari balik Parka hitam yang dikenakannya. Pintu apartemen pun ditutup dan ruangan kembali hening.

Tany menghampiri meja tinggi dan meraih teko yang sudah disiapkan Banyu. Menumpahkan isinya ke dalam cangkir berwarna hitam. Dekorasi apartemen yang ditempati mereka memang didominasi warna-warna monokrom khas toko furniture terkenal dari Swedia.

Tepat saat Tany menegak teh hitam yang dibuatkan Banyu, pintu kamar Rengga pun terbuka. Tany memperhatikan pria yang baru dikenalnya hampir dua bulan itu mendekati tempatnya berdiri.

Mata Tany memperhatikan ada yang aneh dengan cara berjalan Rengga. Langkahnya tidak tegap seperti biasa dan nampak terhuyung. Intuisi Tany mengatakan ada yang tidak beres dengan Rengga.

Berusaha kabur dari masalah, Tany melipir ke samping seraya membawa cangkir teh hangat miliknya. Rengga memicingkan mata dan menangkap sosok Tany seakan hewan buruan cantik yang hendak ditangkapnya.

Tany bergegas menjauhi Rengga saat mereka berpapasan. Hidung Tany dapat dengan mudah mencium aroma alkohol dari mulut Rengga yang berusaha mengatakan sesuatu padanya.

Seperti di adegan sinetron drama, Tany yang kabur ke kamar tidak sempat mengunci pintu saat Rengga memaksanya masuk. Kini mereka berdua berada di dalam kamar yang sudah ditutup Rengga dengan kasar.

"Rengga, keluar dari kamar gue!" Tany memekik.

"Jangan sok jual mahal, Tany. Lo lupa kejadian bulan lalu waktu ulang tahun gue?" Mata Rengga boleh tidak awas tapi ingatannya masih sangat tajam.

"Itu bukan apa-apa, Rengga."

"Sekarang setelah mantan lo yang brengsek dan sok alim itu datang mengiba-iba cinta terus lo mendadak lupa sentuhan gue?" Rengga mendekati Tany yang memundurkan langkah menuju kamar mandi.

Cangkir di tangan Tany masih digenggam erat, "Mundur atau gue lempar ke muka lo sekarang!"

"Coba aja lempar, Tany. Gue pengen tes seberapa jitu lemparan lo," Rengga berkata setengah mabuk dengan langkah pasti untuk mengurung Tany seperti anak ayam yang tidak boleh kabur dari kandang.

Tany berkilat kesal. 'Kalau si Norak ini pikir dirinya akan menyerah begitu saja, maka Rengga salah mengenal dirinya,' Tany bergumam seraya memantapkan diri untuk melempar isi air ke wajah Rengga.

"Keluar gue bilang, Rengga." Tany masih berusaha menggunakan kesempatan terakhir untuk mengingatkan pria yang sedang terpengaruh narkoba itu.

Splash! Hampir seluruh isi teh buyar ke wajah Rengga.

Bagai kuda lumping yang disembur, Rengga justru semakin semangat untuk menangkap Tany dalam dekapan. Tany menginjak ranjang untuk melewati Rengga dan mencapai pintu kamar. Bergulat dengan pria tegap seperti Rengga tentu akan bernilai nol besar bagi Tany yang berukuran mungil.

Tany berhasil melewati Rengga dan membuka pintu tapi ternyata tangan pria itu lebih lihai untuk menarik salah satu pergelangan tangan Tany dan menangkapnya. Rengga menarik Tany dalam pelukan sebelum melemparnya ke dinding. Tangan besar pria itu mulai menggerayangi tubuh Tany melalui ujung cropped sweater yang dikenakannya untuk tidur. ***

Add this book to your library! Love and Vote!


📷: pinterest/anonymous/dm me if this pic belongs to you! Thanks!

[Yah kan, udah sakit kepala belum sama kelakuan norak Rengga? Alkohol berefek macam-macam sebetulnya pada setiap orang, termasuk menggarap perempuan yang ditaksir Rengga selama beberapa minggu terakhir. Kira-kira Tany berhasil menyelamatkan diri nggak ya? Ikuti terus ya!]

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro