03. Batal Berangkat
***
Tujuh tahun lalu Banyu dan Tany sebetulnya bertemu di komunitas yang sama tapi setelah mereka sama-sama jadian, keduanya tidak lagi aktif. Tany mengingat pertemuan pertamanya dengan Banyu.
Saat itu, Tany sedang menikmati libur panjang sebelum resmi menjadi calon mahasiswa Filsafat pada sebuah Universitas yang dikenal dengan Kampus Sultan di kota Kembang. Menarik ya, bagaimana Tany tertarik masuk jurusan kuliah minor di tengah program studi lain yang menawarkan kepastian ekonomi setelah menyelesaikan pendidikan sarjana.
'Bukankah semua yang sudah pasti selalu berawal dari ketidakpastian?' Tany menggumam kalimat kalimat sakti favoritnya.
Argh! Tapi kali ini mantra kesukaannya harus menjadi ujung tombak yang kembali mengingatkan Tany pada nasib percintaannya.
Bregas Banyu yang terlarang itu kembali menunjukkan batang hidung semenjak satu tahun berpisah. Setelah Tany bersusah payah menghilangkan jejak Banyu dari hati, pikiran dan perbuatan yang tidak ada bekasnya.
Ya Ampun! Masih bisa-bisanya ia mengingat Banyu. Mau tanya perbuatan? Tany memiliki dua akun bodong untuk stalking media sosial Banyu yang dihiasi foto pemandangan dan cangkir kopi. Mau tanya pikiran? Bayangan Banyu minimal hinggap di bunga tidur Tany dua kali sebulan, pekan awal gajian dan hari jadian mereka berdua. Lalu, mau tanya soal hati? Dahlah.
Stasiun menjadi saksi Tany harus menahan diri agar tidak menempeleng pipi sendiri atau berlari memeluk Banyu di depan umum. Tany mengakui bahwa isi pikirannya memang sampai liar seperti itu.
Dalam momen-momen pendeknya mengingat perpisahannya dengan Banyu, Tany selalu bertanya apa yang akan dilakukannya jika ia kembali bertemu mantan kekasihnya? Berandai-andai sendiri, dari tindakan ekstrim seperti melempar isi minuman seperti sinetron rumah tangga televisi nasional atau berharap mendadak glowing up bersama CEO tampan seperti isi novel online.
Lalu, apa yang sudah dilakukan Tany tadi?
Melipir dengan sukses seperti kelinci yang hendak dilahap harimau dan justru mendekati kucing hutan yang Tany pun tidak pernah paham kemana obrolan mereka berujung. Tany menarik nafas panjang.
Bagus, Tany! Lo memang menakjubkan. Tany menertawakan diri sendiri. Cukup dulu soal Banyu. Membahas lelaki yang Tany pikir akan terlihat kucel setelah diputuskan olehnya hanya doa buruk semata. Buktinya, Banyu masih terlihat tampan, bersih dan wangi.
Tany dengan refleks menjepit hidungnya sendiri. Semakin lama ia menghirup parfum khas Banyu, maka semakin sulit Tany melepas bayangan lelaki itu. Tujuan Tany saat ini adalah membatalkan rencana Banyu untuk ikut dalam trip liburan menuju Baluran.
Taman Nasional Baluran memang milik publik dan setiap orang berhak menginjakkan kaki di sana. Tapi, tidak untuk Banyu. Saat ini. Selama jejak kaki Tany menginjak pasir Pantai Bama dan lahan savana Baluran yang terkenal itu maka pantang bagi Banyu untuk ikut dalam tripnya saat ini.
Pandangan Tany kini tertuju pada Naya. Sahabatnya yang menjadi kaki tangan tersangka utama yang harus segera diinterogasi tanpa ampun olehnya.
Naya menangkap sinar laser yang dikirim Tany. Keduanya saling berpandangan. Salah satu merasa bersalah dan ingin menjelaskan, sedangkan salah satunya terlihat kesal dan tidak sabar mengeluarkan makian.
Tany bangun dari bangku dan pamit ke kamar kecil dengan singkat pada Rengga. Dua detik kemudian, menyeret Naya ke dalam langkahnya untuk mengikutinya.
Saat keduanya sampai di depan kamar kecil. Tany tidak sabar bertanya, "Lo mau masuk kamar mandi nggak, Nay?"
Naya menggeleng. "Nggak, Tan. Lo aja, gue tunggu di luar."
"Kirain gue lo ke kamar mandi buat sekalian cuci dosa," sindir Tany dengan jengkel.
Naya menatap sahabatnya. Ia tahu bahwa tindakannya menyelundupkan Banyu adalah dosa besar.
"Nay, lo tahu kan gue belum bisa move on dari Banyu? Kenapa lo pake bawa dia segala sih? Pake acara bohong kalau tiket dan lain-lain itu buat Obie. Mestinya gue udah curiga dari awal, sejak kapan pacar lo tertarik dengan liburan yang berhubungan dengan alam kek begini," sembur Tany dengan sinis.
Naya belum menjawab kemarahan Tany.
"Lo juga tahu kan kalau perjalanan liburan ke Baluran ini cita-cita gue dari kapan. Bahkan dari sejak belum ketemu Banyu dan bahkan selama pacaran sama dia yang pasti berujung gagal? Lo juga tahu kan, Nay? Kalau gue maksa-maksa lo ikut itu supaya gue nggak perlu berduaan sama Rengga. Nah ini, apa coba?"
Naya menarik nafas menyiapkan diri untuk menerima semburan api yang terakhir dari Tany.
"Bisa-bisanya lo satuin Banyu sama Rengga di satu lokasi, Nay. Lo liat tampang gue sekarang?" Tany menangkup wajahnya di udara untuk memperlihatkan emosi buruk yang sedang dirasakan kini pada Naya.
Keduanya terdiam. Beberapa perempuan yang baru keluar dari kamar mandi tempat mereka berdiri sempat memperhatikan Naya dan Tany. Beberapa tangan sudah siap dengan ponsel untuk menunggu kelanjutan adegan jika mendadak berpotensi viral dan bisa digunakan sebagai amunisi menambah pengikut di media sosial.
Naya menarik tangan Tany pelan dan mengajaknya untuk duduk di salah satu bangku di hadapan kamar mandi.
"Jujur, gue salah." Naya membuka suara saat keduanya sudah duduk berhadapan.
"Lo emang salah, Nay."
"Gue belum selesai ngomong," bela Naya untuk dirinya sendiri.
"Semua pembelaan lo nggak akan berarti, Naya. Banyu udah keburu di sini dan gue nggak paham cara mengusir dia dari rencana trip komunitas ini."
"Lo nggak butuh ngusir dia, Tany. Banyu cuma mau ngomong doang sama lo."
"Argh! Kena bohong kan lo, Nay. Mana ada sih yang ekspress buat seorang Bregas Banyu. Gue yakin dia pasti memperalat lo sedemikian rupa sampai lo nggak tega kan kalau nggak masukin nama dia meski harus bohong sama gue. Ngaku?"
Naya mengangguk singkat.
"Dia juga bikin lo percaya bahwa dia cuma butuh waktu sebentar buat ketemu gue?" Tany semakin berapi-api.
Naya kembali mengangguk dengan dihiasi kening berkerut.
"Terakhir nih, Banyu juga bikin lo yakin dengan lo bantuin dia itu sama dengan lo udah ngebantuin gue. Benar begitu, Ibu Naya?"
Naya menghela nafas dan mengangguk lemah. Seketika itu pula ia menyadari kesalahan besar terhadap sahabatnya sendiri.
"Welcome to the club, Naya! Lo udah resmi jadi korban kesekian dari mulut manis Bregas Banyu yang mempesona." Tany mengakhiri pernyataannya dengan tepuk tangan singkat dan wajah ditekuk lima belas.
Mendadak Tany ingat sesuatu, "Ya udah. Sekarang tiket Banyu ada di siapa? Masih di lo atau udah di tangan dia?"
Binar Naya seakan dikembalikan oleh langit. Gadis manis yang akan merayakan hari jadinya yang kedua puluh empat itu langsung meraih ransel dan mengambil sesuatu dari dalam. Dompet wasiat ibu Naya berlogo double G itu dikeluarkan dari ransel sejuta umat yang berasal dari Swedia.
Tany bahkan takjub dengan barang-barang branded yang dimiliki Naya. Keluarga Naya memang datang dari sanak saudara kalangan pejabat teras yang menjadi andalan Jawa Barat. Meskipun Naya kini masih berprofesi sebagai dosen muda di Universitas Negeri tapi dengan latar belakang keluarga besar yang mampu, materi adalah hal kecil untuk sahabat Tany itu.
"Nih," cetus Naya sambil menyerahkan tiket Kereta Api bertuliskan nama Banyu dan identitasnya yang belum diserahkan pada lelaki itu.
"Bagus." Tany bernafas lega dan sedikit tenang. Ia sudah membayangkan kemenangan di depan mata. Mengusir Banyu dari perjalanan liburan yang sudah diidam-idamkannya adalah bagian dari proses healing yang tepat.
Tany menyimpan asa di dalam dada.
Naya pun tersenyum lega seolah baru saja menyerahkan upeti pada sang penjajah.
"Nggak usah senang dulu, Naya. Urusan kita belum beres. Lo belum bikin laporan soal apa aja yang udah diceritain Banyu soal gue," cela Tany tanpa ampun pada sahabatnya sendiri. "Kita punya dua belas jam ke depan buat lo cerita hal nggak penting yang dipakai Banyu untuk ngejual rasa bersalahnya terhadap gue selama ini sampai bisa bikin lo luluh bantu dia."
Naya hanya bisa mengangguk lemah. Meski dikenal galak sebagai dosen mata kuliah ilmu komunikasi politik tapi Naya tidak berkutik jika berhadapan dengan Tany yang kini bekerja dalam barisan martir Divisi Komunikasi Lembaga Anti Korupsi. Dahlah.
Tany berjalan kembali ke ruang tunggu dengan gagah. Ia sudah menyiapkan adegan drama untuk merobek tiket yang seharusnya Banyu gunakan untuk berangkat. Tany tahu ini hanya simbol karena semua tiket bisa diunduh lagi dari email masing-masing. Tapi, Tany sudah ingin melakukan adegan drama ini di depan wajah Banyu.
Sepatu Keds Tany melangkah mantap. Melewati Rengga yang bahkan tidak menyadari Tany melewatinya untuk menghampiri Banyu. Naya berhenti di bangkunya seraya memperhatikan adegan yang akan terjadi antara Tany dan mantan kekasihnya.
Tany berdiri tepat di depan Banyu. Lelaki itu mendongak dan ikut berdiri. Tinggi mereka cukup berbeda setengah jengkal tangan dewasa. Jarak tiga puluh centi yang memisahkan mereka membuat Tany makin dongkol melihat wajah Banyu yang bisa dinikmatinya hanya melalui mimpi karena ia sudah menghapus semua memori foto mereka di ponsel.
'Bangsul!'Tany memaki dalam hati. Now or never, Tany menguatkan diri.
Tany lalu mengangkat tiket Banyu yang digenggamnya tepat di depan wajah mantan kekasihnya. Merobeknya perlahan tanpa kata-kata seraya memberi sorot mata kemenangan yang menyiratkan Banyu tidak boleh ikut dalam perjalanan trip Tany menuju Baluran.
Tepat saat itu pula, keduanya mendengarkan pengumuman di stasiun yang menyebutkan bahwa pemberangkatan menuju Surabaya siang ini dibatalkan karena kecelakaan beruntun yang terjadi di persimpangan rel. Kereta Surabaya menuju Jakarta yang seharusnya mengangkut ratusan penumpang dari arah sebaliknya harus mengalami pembatalan.
Potongan tiket Banyu jatuh bersamaan dengan pengumuman yang menyebutkan bahwa pemberangkatan penumpang yang batal dapat dialihkan pada jurusan lain jika masih ada kursi tersedia atau dikembalikan uang bagi yang ingin mengganti moda transportasi.
Dalam hitungan detik, suasana stasiun setengahnya menjadi chaos. Beberapa orang meneriaki pihak kereta yang membatalkan pemberangkatan mereka ke Surabaya, sebagian lain mengucap asma Allah dan mengingat sejumlah korban dalam kecelakaan, setengahnya lagi suara tangis anak kecil yang mulai rewel.
Sedangkan Banyu dan Tany masih terdiam dan berdiri berhadapan antara siap saling cakar atau bahkan berpelukan. ***
Add this book to your library! Love and Vote!
[Ada yang pernah punya rencana asyik-asyik liburan nggak tahunya harus gagal karena hal lain? Sharing, yuks! Kira-kira Tany dan Banyu jadi berangkat nggak ya? Bukankah manusia selalu memiliki seribu cara menuju Roma? Tunggu part selanjutnya ya. Thanks!]
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro