15 Makan Malam
Jungwoon pantang menyerah. Dia menunggu Karina di seberang Centra Tower. Namun Karina tidak kunjung muncul. Bahkan Nahyun tidak menampakkan diri. Entah ke mana kedua orang itu. Sudah tiga hari dia duduk dengan sejuta pikiran.
Hanya ini alamat yang Jungwoon miliki. Bila Karina dan keluarganya pindah, Jungwoon tidak tahu ke mana harus mencari lagi. Dia merasa seperti penguntit. Duduk berjam-jam tanpa alasan. Pihak sekuriti sudah mengusir Jungwoon dari lobi apartemen.
Ini adalah yang kedua kalinya Jungwoon datang ke gedung apartemen dalam satu hari. Namun Karina tak terlihat batang hidungnya. Sampai akhirnya dia melihat seseorang yang dia kenali sebagai kakak tirinya. Jungwoon lebih baik melayangkan tinju pada Heesung dari pada dipaksa memanggil Hyung.
"Kau..." Heesung yang pertama kalinya menyapa. Tatapannya penuh selidik. Jungwoon bersyukur dia tidak harus menyapa duluan.
"Saudara kembar Karina." Jungwoon melanjutkan kalimat Heesung dengan pandangan bosan.
"Ah... Mencari dia?" tanya Heesung. Pemuda itu merapikan isi tasnya, tampak terburu-buru.
"Ya. Di mana dia?"
"Kenapa tidak masuk apartemen saja? Dia bakal senang melihat kedatanganmu," ucap Heesung. Entah kenapa pria itu tampak ceria sekarang? Tidak segalak sebelumnya.
"Aku lebih suka menunggunya di sini," desis Jungwoon.
"Begitu? Hm... Baiklah."
Ponsel keluaran terbaru keluar dari kantong celana Heesung. Pemuda itu menempelkan layar ponsel ke daun telinganya. Beberapa detik kemudian panggilan itu tersambung.
"Eoh, Karina-ya. Aku punya kejutan untukmu. Cepat turun di lobi luar, eoh?"
Jungwoon akui, dia sangat iri dengan kedekatan Heesung dan Karina. Dia memiliki banyak waktu untuk melihat Karina, sementara Jungwoon pontang-panting mencari jati diri yang sesungguhnya beberapa tahun.
Pertemuannya terlalu singkat.
Bukan dirinya sendiri yang mengejutkan Karina, tetapi Heesung yang menjadi pahlawan bagi Karina. Betapa memuakkan hal seperti ini.
"Senang bertemu denganmu, Namdongsaeng. Kapan-kapan kita bisa kumpul bersama." Heesung melirik ponselnya. Lagi-lagi dia menempelkan ke daun telinga. "Ya, ya, ya, Sunoo-ya. Aku ke sana, dasar tidak sabaran!"
Heesung tersenyum kilat. Lalu bergegas menuju mobil yang terparkir di depannya.
Jungwoon membeku. Dia tidak mengerti kenapa orang yang kini menjadi kakak tirinya malah bersikap ramah pada Jungwoon. Pertama kali mereka berjumpa, Heesung sangat mengintimidasi. Napas Jungwoon menderu nyaring. Dadanya sesak memikirkan bagaimana bila Nahyun muncul lagi dan mengusirnya.
Hampir tiga menit semenjak kepergian Heesung. Jungwoon mondar-mandir di lobi luar, sampai akhirnya muncul gadis berambut acak-acakan, mengenakan sandal kamar berbentuk kelinci. Piyama polkadot warna kuning mencolok yang dilapisi cardigan hitam. Sangat tidak berkelas untuk gadis secantik Lee Karina.
"Jungwoon Oppa!" panggil Karina semringah. Wajahnya yang kusut mendadak cerah. Dia menghambur ke pelukan Jungwoon sebentar. "Serius, itu kau?"
"Annyeong." Jungwoon menyapa. Hatinya masih gerimis pilu akan fakta orang lain sangat dekat dengan Karina, sementara dirinya sendiri yang notabene saudara kembar malah jarang interaksi.
"Aku tidak menyangka kita bisa bertemu lagi." Karina melepaskan pelukannya. Dia menatap Jungwoon lebih lama lagi. Belum puas menjelajahi kemiripan wajah mereka.
"Kau sudah makan?" tanya Jungwoon. Dia membetulkan letak tas gitar. Bahunya pegal memikul tas itu seharian.
Bibir Karina mengerucut lucu. "Mau mentraktirku?"
"Haruskah aku yang traktir?"
"Tentu saja. Kalau bukan kau, siapa lagi yang mentraktirku?" tanya Karina pura-pura marah. Keduanya tertawa kecil.
"Bagaimana kalau kita pergi makan pizza?" ajak Jungwoon.
"Pizza?"
Karina terdiam. Dia mendadak ingat di Tongyeong. Malam itu dia bertengkar dengan Seojoon. Jongseong menghibur Karina dengan pizza. Gadis itu tersinggung dengan komplain ayahnya gara-gara anak perempuannya sering nongkrong dengan Sunghoon dan tidak ingin melanjutkan kuliah.
Karina tersenyum. Dia merindukan kedua orang yang lebih cocok dibilang tukang onar Tongyeong.
"Kau tidak suka pizza?" pancing Jungwoon.
"Jeongmal joahae. Apapun yang kusuka, Jongseong Oppa juga sangat menyukainya. Selera kami sama. Dan aku senang kau juga suka pizza, sepertinya."
"Kau juga suka kimbab segitiga tuna. Itu favoritku."
"Benarkah? Tapi aku tidak suka kimbab tuna."
"Tapi kau makan dengan lahap."
"Ítu karena aku sangat lapar, bukan suka lagi."
"Ayo."
Belum sempat mereka melangkah, sepasang anak kembar itu membeku. Malah Jungwoon menjauhkan diri dari Karina. Sikapnya sangat formal di depan seorang wanita, jelas mengindikasikan bahwa Jungwoon serba salah di depan ibunya sendiri.
"Masuklah." Nahyun menenteng tas tanpa menoleh sama sekali. Dia menuju lift, tanpa repot menunggu anak-anaknya ikut ke atas.
"Sebaiknya kita ikut saja," ajak Jungwoon semakin gugup. Jakunnya naik turun, menandakan dia masih ditolak keberadaannya oleh Nahyun. Hanya masalah waktu bila Park Jungwoon—anak yang dibuang—diusir lagi.
"Tapi Oppa...." Karina hendak berdebat. Jungwoon mendekatkan wajahnya ke telinga Karina.
"Apa kau yakin pergi dengan pakaian seperti ini?" bisik Jungwoon tersenyum geli.
"Astaga!" Karina menyadari tampilannya. Dia semakin menutupi piyama polos dengan cardigan itu. Tapi celananya tidak mungkin bisa ditutupi. Muka gadis itu merah padam.
"Tapi..."
"Hm?"
"Sebenarnya aku mencari Heesung Oppa. Apa kau melihatnya?"
"Ah itu..." Jungwoon mengedarkan pandangan ke arah lain. "Ya, dia pergi begitu saja. Sebenarnya kejutan yang ingin disampaikan Heesung adalah aku."
"Benarkah?"
Jungwoon mengangguk kecil. Dia tersenyum semakin getir. Tampak jelas bagi Karina, bahwa Lee Heesung adalah pahlawannya. Heesung adalah kakak yang bisa diandalkan.
"Sudahlah, ayo kita temui Nyonya Lee," ajak Jungwoon memutar arah.
Kedua remaja itu menyusul masuk gedung. Jantung mereka jumpalitan, cemas memikirkan kemungkinan yang bakal terjadi di dalam kondominium mewah itu.
***
Jungwoon dan Karina saling berpandangan. Di depan mereka tersedia aneka banyak makanan. Di kepala kursi, duduklah Nahyun yang menikmati makan siang tanpa banyak bicara.
"Sangyeob Aboji sudah pergi ke Bangkok?" tanya Karina hati-hati. Salah bicara, dia takut ibunya meledak marah lagi.
"Ya," jawab Nahyun dingin. Kemudian matanya menangkap mangkok Jungwoon yang belum tersentuh. "Apa makanannya tidak enak?" tanyanya pelan.
Buru-buru Jungwoon memakan nasinya. Namun, makanan itu bagaikan lem yang dipaksa masuk ke mulut. Susah masuk ke tenggorokan. Mungkin suasana canggung penyebabnya.
Jungwoon akui, dia sangat bahagia bisa makan bersama ibu kandungnya. Matanya sangat pedas lalu pandangannya kabur. Haru membuncah. Inilah akhir yang dia tunggu. Bisa melihat dan makan satu meja dengan Yu Nahyun.
"Jungwoon Oppa, kenapa kau menangis?" tanya Karina terkejut.
"Ah, makanannya sangat pedas," kelit Jungwoon menghapus air mata yang meleleh. Jungwoon sangat memalukan. Sejak kapan dia cengeng seperti ini? "Maafkan aku."
Lagi-lagi Jungwoon bersikap formal. Dia tidak tahu bagaimana harus memanggil Nahyun sebagai Eomma atau Ahjumma. Posisinya sangat membingungkan.
"Kau mungkin sudah dengar penjelasan dari ayahmu." Nahyun menatap tajam Karina, bibirnya berkedut pelan. Dia meletakkan sumpit, tanda sudah selesai makan.
"Kakakmu hanya Lee Heesung." Kata-kata itu bukan lagi sekedar omong kosong. Tapi peringatan. Dan tahulah Jungwoon, bahwa undangan Nahyun kali ini memiliki satu penyelesaian masalah.
"Eomma!" protes Karina kembali tersinggung. Sudah seminggu ini Karina menahan diri. Diredam segala amukan semenjak tahu kondisi ibunya yang drop. Menurut dokter, Nahyun mengidap penyakit lemah jantung. Karina sadar diri harus menahan emosinya daripada kondisi ibunya semakin parah.
"Aku tidak menerima anak lain selain Lee Karina dan Lee Heesung. Jadi, kuharap kau menjauh dari putriku, Jungwoon-ssi?"
Hati Jungwoon mencelos. Dadanya sakit. Tangan Jungwoon terkepal. Tak pernah dibayangkan bahwa dia tidak diharapkan lahir di dunia ini.
"Sangyeob Aboji bilang, kau mimpi buruk dan menangis sepanjang malam, menyesal karena meninggalkan Jongseong Oppa di Bijindo. Bersalah karena membiarkan Jungwoon Oppa diadopsi orang lain. Dia bilang kau mencintai anak-anakmu. Bagaimana bisa, Eomma bilang putranya Heesung Oppa?" Karina tak tahan. Emosinya jebol. Lagi-lagi air mata menetes karena amarah.
"Bukan harta yang kuinginkan, Eomma! Aku hanya ingin memiliki satu kesempatan saja dengan saudara-saudaraku. Aku tidak ingin dipisahkan dengan saudara-saudaraku, hanya karena keegoisan kalian berdua!"
"Jadi bersikaplah kau tidak berkaitan dengan keluargaku. Aku tahu, orang tuamu di Busan bakal marah besar bila kau nekat menemui kami." Nahyun bicara pada Jungwoon, suaranya gemetar menahan marah.
"EOMMA, KAU KETERLALUAN!" Karina berteriak kesal. Nahyun memejamkan mata. Ditahan debaran jantungnya yang melaju cepat.
"Saya mengerti." Jungwoon meletakkan sumpitnya. Dia langsung bangkit dari kursi, bersiap untuk meninggalkan tempat itu juga.
"Mau ke mana kau, Jungwoon Oppa?" tanya Karina panik.
"Kau harus tahu, Nak. Ada aturan yang tak bisa kulanggar. Demi kebaikanmu, sebaiknya kau menjauh dari kami."
"Terima kasih untuk makanannya." Jungwoon meninggalkan meja. Dia tidak berbalik sama sekali. Karina berkutat untuk menyusul kembarannya, namun tangannya tertahan oleh cengkeraman ibunya.
"Eomma... Kau kenapa jahat sekali pada Jungwoon Oppa?"
"Apa kau bodoh, Karina-ya! Kau ini anaknya Sangyeob. Bukan anak Seojoon."
"Tidak!"
"Kita bukan keluarga sempurna, Nak. Tapi kita bisa membangun keluarga yang lebih baik dari sebelumnya. Seojoon sudah memilih kehidupannya sendiri. Begitu pula kami. Kau tidak bisa memaksakan kehendak kami sesuai keinginanmu," cegah ibunya penuh harap.
"Dan Eomma tidak bisa memaksakan kehendakmu padaku. Aku berhak untuk bergaul dengan siapapun. Eomma tidak seharusnya lupa, bahwa ikatan darah lebih kental dari pada ikatan apapun. Aku punya ikatan darah dengan orang lain. Tapi bagaimana dengan Sangyeob Aboji? Ikatan apa yang aku punya dengannya?"
Karina mengepalkan tinju. Dia meredam segala benci yang menggumpal di ubun-ubun.
"Baiklah. Jika Eomma ingin kita sebagai keluarga yang utuh, hanya ada empat orang. Aku terima keinginan kalian. Tapi Eomma tidak lagi mengatur kehidupanku. Bila aku ingin berkunjung ke Tongyeong, akan kulakukan. Aku bebas menemui Jungwoon dan Jongseong Oppa, karena kami saudara sedarah."
Karina menarik napas. Dia keluar menyusul Jungwoon lagi. Tapi kakaknya sudah menghilang entah ke mana.
Gadis itu tidak kenal menyerah. Akan dia perbaiki hubungan yang putus. Jungwoon kembarannya. Jongseong kakak sulungnya. Seojoon ayah mereka. Nahyun–meski tidak mengakui Jongseong dan Jungwoon—tetaplah ibu mereka. Tidak peduli betapa kerasnya Nahyun ingin mempertahankan keluarga yang sekarang tanpa kehadiran orang lain, Karina memiliki kehidupannya sendiri.
Sudah sering Karina dipisahkan begitu saja dengan kakak-kakaknya. Gadis itu ingin jalinan komunikasi tetap berlanjut. Mata gadis itu berhasil menemukan punggung Jungwoon yang menunggu pintu lift terbuka. Karina bersyukur dengan kehadiran pintu itu. Paling tidak dia punya waktu untuk bicara. Dia lari sekencang-kencangnya ke Jungwoon.
"Jungwoon Oppa, tunggu sebentar!" Karina berhasil menjangkau pundak Jungwoon. Gadis itu tersenyum, sibuk menata napasnya kembali stabil.
"Jangan pergi begitu saja. Lambat laun, Eomma bakal mengerti. Paling tidak, biarkan kita bersama sebagai saudara. Ayo kita makan pizza."
Karina sibuk menghapus air matanya. Dia berusaha tegar terhadap perlakuan tidak adil Nahyun ke Jungwoon.
"Kau tidak boleh pergi begitu saja, tanpa memberi nomor kontak ataupun kenangan untukku. Jungwoon Oppa, tidak peduli kita tidak satu rumah, kau kakakku. Aku menyayangimu, karena kau orang yang menemukanku. Bagaimana aku bisa melepasmu begitu saja, eoh?"
Karina masuk ke lift, dia menarik badan kaku Jungwoon. Kepalanya mendongak. Dia memamerkan senyumannya.
"Kau masih punya hutang makanan padaku. Dan aku ingin meminta nomor Jongseong Oppa. Kapan-kapan, kita bisa libur bersama di Bijindo. Mengunjungi Jongseong Oppa yang barangkali kesepian di sana." Karina mengembuskan napas. Pemikiran itu membuat Karina merasa lebih tenang.
"Bagaimana dengan ibumu? Apa dia baik-baik saja?"
"Membenci orang tua kita tidak akan pernah bisa mengubah keadaan. Justru hanya sakit yang akan membayangimu seumur hidup."
Kata-kata Heesung kembali melayang dalam benak Karina. Gadis itu mengerjapkan mata, lalu menangkalnya. Heesung hanya tahu satu sisi. Tapi dia tidak tahu sisi yang lain.
Membenci anak-anaknya tidak akan memperbaiki keadaan. Justru sampai tua, penyesalan ikut terkubur sampai ke kotak peti. Sebab, orang tua yang ingin melakukan segalanya untuk anak-anak mereka, hanya ingin melihat senyum terima kasih dari anak-anak itu sendiri.
"Eomma baik-baiksaja," jawab Karina sambil lalu. Gadis itu memalingkan muka. Dia tidakingin membuat Jungwoon lebih sedih lagi memikirkan Nahyun.
~~~~~
Holaaaa....
Semoga suka sama part kali ini. See you next part.
Oh yaaaa.....
Aku ada work lain, genre fantasy adventure. Meski non FF alias visualnya pinjem anak-anak Enhypen, tapi ceritanya gak kalah bagus kok. Malah paling favorit bagiku.
Judulnya : PLANET CAHAYA : GEMSTONERS
Meski beberapa bab, percayalah, 1 bab ceritanya memuaskan hasratmu untuk berpetualang dengan kekuatan super di planet-planet luar angkasa.
Banyuwangi, 22 Agustus 2021
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro