⚠️ : there's some violence and misgendering, please be a wise reader, thank you.
Jongho menutup kedua telinganya ketika mendengar suara jeritan Seonghwa. Pria itu berada di dalam kamar, di bawah kuasa San.
Sepulang kerja, San sudah mengunci kamar kemudian mulai terdengar suara memilukan yang keluar dari mulut Seonghwa. Mereka tidak pernah seberisik ini, apa San sudah keterlaluan? Ini bukan jeritan nikmat, namun jeritan pelampiasan rasa sakit yang tertahan.
Ini tidak bisa dibiarkan dan Jongho memutuskan untuk mendobrak pintu kamar San. Percobaan pertama tidak berhasil, ia mencoba lagi dan akhirnya terbuka lebarlah pintu ruang tidur kedua orangtuanya itu.
Jongho menganga. San masih memakai pakaian kerja lengkap dengan tali pinggang di tangannya sementara Seonghwa tidak mengenakan apapun. Tubuhnya memerah dengan lecet dibagian paha akibat perbuatan San.
"Mau apa kamu?"
"Papa ngapain?"
"Harusnya Papa yang tanya, kamu ngapain sama Seonghwa?"
Situasi berubah hening. Seonghwa masih terisak dan ingin menyingkir sebelum San menjambak rambutnya.
"S-San sakit.."
"Diem!"
Bagai otomatis, Seonghwa menutup mulutnya. Tatapannya beralih ke Jongho yang berdiri di ambang pintu.
"Apa kita perlu ngelakuin bertiga?"
"PAPA!"
"Kenapa? Kamu kira Papa gak tahu? Sudah berapa lama kalian bermain di belakang?"
San mengayunkan tali pinggangnya pada perut Seonghwa tepat di hadapan Jongho, membuat sang submisif kembali memekik.
"Papa gak besarin kamu untuk jadi anak durhaka, Choi Jongho."
Tangisan Seonghwa terdengar pilu, ia berusaha meraih tubuh San untuk direngkuh. Seonghwa tidak membela siapapun, ini jelas murni kesalahannya. Harusnya ia tidak memulai hal itu dengan Jongho, dan kini ia harus menanggung akibatnya.
"Papa." Jongho menjatuhkan dirinya dikaki sang ayah, kedua tangannya terkatup. "Jangan sakitin Mama Hwa, aku yang salah. Aku yang mulai duluan."
Jongho berlutut dengan air mata yang berjatuhan. Ia memeluk kaki San, sekelebat kenangan masa kecil mampir di memorinya. San adalah ayah yang baik, ia selalu mengajarkan Jongho untuk menjadi anak yang kuat. Bahkan ketika Jongho ditinggal oleh ibunya, ia bersikeras untuk tidak menangis dan tetap tegar. Itu semua karena ajaran San.
"Aku minta maaf sama Papa dan Mama Hwa." Jongho mendongak, matanya berkaca-kaca.
Rasanya sakit ketika San melayangkan tamparan pada pipinya, tapi itu tidak seberapa. San lah yang paling tersakiti di sini.
"Papa menikah lagi biar kamu bisa hidup lebih bahagia. Tapi kamu, jadi penghancur kebahagiaan Papa, Jongho." San beralih menatap Seonghwa, "Dan kamu, Seonghwa. Aku gak tahu harus ngomong apalagi."
San melepas pelukan kedua orang tersebut dari tubuhnya, ia tahu ia menyakiti Seonghwa dan Jongho, namun San ingin egois. Ia juga sakit di sini. Kakinya melangkah keluar dari kamar, San ingin pergi sejenak. Ia ingin menenangkan diri.
Setelah San pergi, Jongho bangkit. Di rengkuhnya tubuh Seonghwa yang terdapat lecet disana sini. "Mama." Jongho mengambil selimut, menutup tubuh polos yang bergetar itu. "Aku ambil obat dulu ya?"
Seonghwa menggeleng, memilih untuk memeluk Jongho.
"Mama jangan nangis."
"Aku minta maaf."
"Bukan salah Mama." Jongho tersenyum, ini sudah konsekuensi keduanya. Mereka berani berbuat, maka mereka harus berani bertanggung jawab. "Aku tahu Papa gak pernah sekasar ini, Papa pasti lagi kalut. Maafin Papa ya?"
Seonghwa mengangguk, menahan isakan pilunya di dada Jongho.
Sampai tengah malam menjelang, San tidak pulang. Jongho sudah memandikan dan mengobati Seonghwa sampai lelaki itu tertidur pulas dikamarnya. Jongho menghela napas, ia akan menunggu San pulang. Pasti Papanya itu sudah lebih tenang sehingga mereka bisa berbicara lagi.
*****
A/N :
I love this chapter so much 🥺
-yeosha
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro