十四 : みんなの哀れな凝視 (14 : Everyone's Wistful Stare)
Note :
Dari chapter ini sampai beberapa chapter lagi, ceritanya author side. Jadi, diceritakan dari sisi author. Bukan dari sisi Haruka ataupun Takumi.
So, enjoy the reading guys!💙
- - - - - - - - - -
Hayooooo, jangan sider lho yaaa... Vote dan comment nya dongg, jangan lupa:"
-Takumi Kizu-
.
Happy reading!♡
"TIDAK!!!!! HARUKAAAAAA!!!!" Takumi yang baru saja sampai di puncak bukit itu dikejutkan dengan Haruka yang terjatuh dari bukit.
Ia melihat jika ada seseorang yang mendorong Haruka dan menginjak tangannya hingga Haruka terjatuh dari bukit yang tingginya melebihi 30 meter itu.
Takumi sangat panik, ia takut bila Haruka tidak bisa diselamatkan. Pasalnya sudah banyak korban yang jatuh dan berujung tewas. Ia tidak ingin itu terjadi kepada gadis yang sangat ia cintai itu.
Takumi berlari cepat, ia kayuh sepedanya dan turun ke bawah. Menuju Haruka yang terkapar tak berdaya di pinggir danau.
Untung saja, Haruka tidak jatuh ke danau yang dalam itu. Jika saja Haruka terjatuh ke danau ia pasti sudah hanyut terseret oleh arus danau.
"Harukaaa...!!!!" tenggorokannya tercekat, tak bisa berkata apapun selain memanggil nama seorang gadis yang saat ini berstatus sebagai kekasihnya.
Perlahan tapi pasti, bulir-bulir bening itu merembes keluar dari matanya. Ia menangis tersedu-sedu, tak sanggup melihat keadaan Haruka saat ini.
"Haruka..." lagi-lagi ia menggumamkan nama itu, lantas ia raih tubuh sang gadis, memeluknya erat dalam tangis.
Setelah ia melepaskan pelukannya, ia taruh sang gadis di pangkuannya. Mengelus rambutnya dengan sangat lembut dan penuh kasih sayang.
Takumi merogoh saku jaketnya, mengambil sebuah benda persegi itu lantas mengotak-atiknya dan memencet beberapa nomor.
"H-halo?" Takumi mulai bersuara, suaranya itu gemetar karena isak tangis. Membuat orang yang mengangkat telepon itu kebingungan.
"Halo nak Takumi. Ada apa?" terdengar dari seberang sana suara seorang pria paruh baya, yang tak lain dan tak bukan adalah Hinata, papa Haruka.
"H-haruka...."
"Haruka kenapa?" suara itu mulai terdengar panik, apa yang sebenarnya terjadi kepada putri kesayangannya itu?!?
"H-haruka.... Paman... Haruka... D-dia... A-ada yang m-mendorongnya.... J-ja-jatuh da-dari bukit.... H-haruka.... D-dia.... Ja-jatuh...." isak tangisnya semakin keras, dadanya sesak sampai ia berucap dengan sangat gugup.
"Apa?!? Haruka jatuh?!?" pria paruh baya itu semakin panik, putrinya... terjatuh?
"I-iya paman."
"Kalian sedang di mana?!? Paman akan menyusul ke sana!" ujar pria itu, suaranya kini sama-sama gemetar.
Takumi lantas memberitahu lokasinya saat ini. Dan,
Tut.
Ia memencet tombol merah itu dan telepon pun ditutup.
Tubuhnya gemetar, isak tangisnya semakin menjadi-jadi. Takumi sangat panik, ia sangat mengkhawatirkan Haruka. Ia takut terjadi sesuatu kepada Haruka.
Ia tidak tahan melihat Haruka yang bersimbah darah itu. Terutama darah yang ada di kepala Haruka. Sepertinya... tadi Haruka terbentur batu cukup keras.
"Haruka....." Takumi mengelus punggung tangan Haruka dan sesekali menciumnya, ia genggam tangan Haruka dengan sangat erat. Seolah-olah takut kehilangan.
"MANA HARUKA?!? MANA?!?" Papa dan mama Haruka berlari menghampiri Takumi, tentu saja dengan air muka cemas dan segenap rasa khawatirnya.
"HARUKA!" tangis mereka pecah, kala melihat putri kesayangannya bersimbah darah. Mulai dari tangan hingga bagian yang paling berbahaya, kepala. Semuanya bersimbah darah, sangat miris.
"Bagaimana bisa jadi seperti ini, hah?!?" Hinata terisak, menatap tajam Takumi.
"Ada seseorang yang mendorongnya dari atas bukit hingga Haruka terjatuh seperti ini." begitu pula dengan Takumi, dirinya masih saja terisak. Belum bisa menghentikan tangisannya itu.
"Haruka sayang... Kamu kenapa nak? Ini mama..." mengambil alih Haruka dari Takumi, wanita paruh baya itu mengusap pelan wajah sang putri tercinta. Menatap dengan tatapan sendu, sebenarnya ia tak sanggup melihat putrinya yang seperti ini.
"Haruka-chan!!!" Yukari berteriak gemetar, lantas ia berlari ke arah Haruka yang terkapar tak berdaya itu.
Semuanya sudah datang, mulai dari kakek Haruka sampai semua teman-temannya. Menatap Haruka dengan sendu, menangis terisak.
"S-sebaiknya kita segera membawa Haruka ke rumah sakit, paman dan bibi... Jika dibiarkan terlalu lama takut terjadi sesuatu kepada Haruka." ujar Takumi.
"Baiklah, ayo kita angkat Haruka ke mobil." balas Hinata, kebetulan sekali. Dirinya datang membawa mobil.
Takumi segera membatu Hinata untuk membawa Haruka ke dalam mobil. Mobilnya memang luas jadi, yang menggunakan mobil Hinata yaitu mama Haruka, Takumi tentunya, Hidaka (Kakek Haruka), dan juga ada Yukari dan Shota.
Sementara yang lainnya akan menyusul menggunakan mobil Ayakawa, dan mobil Keisuke yang kebetulan sedang menganggur.
Mereka dengan kecepatan penuh, segera pergi ke rumah sakit terdekat. Mereka tidak ingin sampai terlambat, tidak ingin bila terjadi sesuatu kepada Haruka.
---oOo---
Para tim medis segera menaruh Haruka di atas bangsal, lantas menuju IGD. Diikuti pula oleh Takumi, Hinata dan yang lainnya.
"Maaf, tuan. Anda harus menunggu di luar tidak boleh masuk." ujar seorang suster.
"B-baiklah."
Mereka pun hanya bisa menunggu di luar, dengan segenap rasa cemasnya. Takumi masih tak bisa tenang, begitu pula dengan kedua orang tua Haruka, kakek Haruka dan yang lainnya. Tatapan sendu masih terlihat jelas dari mata mereka.
"Bagaimana kejadiannya? Mengapa Haruka sampai terjatuh?" menatap Takumi dengan tajam, Hinata nampaknya sangat marah.
"Ada seseorang yang mendorongnya, paman. Aku juga tidak tahu kejadian pastinya, saat itu aku sedang mengambil sesuatu ke sepedaku. Dan saat aku kembali, Haruka sudah tidak ada. Aku mendengar ada suara yang meminta tolong, seperti suara Haruka. Dan saat aku mengejar ke arah suara itu, kulihat orang itu sudah mendorong Haruka dari puncak bukit. Aku hendak menolongnya, namun sudah terlambat. Aku juga hendak menangkap orang itu, namun ia sudah berlari kabur." sebisa mungkin Takumi memberikan semua penjelasan itu kepada Hinata, ia harap orang tua Haruka itu mempercayai semua yang ia katakan.
"ITU PASTI KARENA KECEROBOHANMU, KAN?!? SEHARUSNYA KAU TIDAK MENINGGALKAN HARUKA SENDIRIAN, SEBELUMNYA! JIKA SAJA KAU TIDAK MENINGGALKANNYA SENDIRIAN, PASTI HAL INI TIDAK AKAN TERJADI!!!" wajahnya merah padam, begitu jelas menampakan sebuah amarah yang sangat luar biasa. Bisa ditilik dari kata-kata yang Hinata ucapkan, sebagian besar ia menyalahkan Takumi.
"Maaf paman, aku juga tidak bermaksud meninggalkan Haruka sendirian. Kukira tidak akan terjadi sesuatu padanya, aku memang begitu ceroboh meninggalkan dia seorang diri." Takumi, menunduk. Air mukanya menampakan rasa bersalah, air mata itu kembali menetes. Tubuh itu kembali gemetar.
Kalau dipikir, ini semua bukan salah Takumi saja. Mungkin, ini sudah kehendak Sang Maha Skenario Semesta. Kita tidak akan pernah tahu, hal apa yang akan terjadi atau menimpa kita. Seharusnya Hinata tak menyalahkan Takumi. Bahkan, ada seseorang yang menjadi dalang di balik semua ini dan pastinya itu tentu saja bukan Takumi. Mana mungkin dia mau mencelakakan orang yang dicintainya sendiri.
"KAU SANGAT CEROBOH! PADAHAL PAMAN SANGAT MEMPERCAYAIMU, TAKUMI! NAMUN MENGAPA KAU SEKARANG MEMBUAT PAMAN MENGHAPUS RASA PERCAYA PAMAN KEPADAMU, TAKUMI?!??" semakin marah, Hinata membentak dengan sangat keras. Membuat Takumi semakin merasa bersalah.
"Maaf, paman. Aku tahu, aku sangat ceroboh." ujarnya, memelas.
"APA DENGAN KATA MAAF SAJA BISA MENGEMBALIKAN HARUKA KE KEADAAN SEMULA?!?"
"Maaf, tuan. Jangan ribut, karena bisa mengganggu pemeriksaan." ujar seorang suster, baru saja keluar dari ruang IGD tempat Haruka diperiksa saat ini.
"Baik, suster."
Keadaan pun hening. Tak ada yang bergeming, semuanya diam tak membuka suara.
"Takumi..." panggil Hinata.
"Iya, paman?"
"Paman ingin bicara padamu. Ayo ikut paman."
Takumi lantas mengangguk dan mengikuti langkah Hinata, yang entah akan pergi kemana. Sepertinya mereka akan pergi ke rooftop rumah sakit.
"Takumi, sebaiknya mulai saat ini kau tidak usah mendekati Haruka lagi." setelah beberapa saat hening, Hinata membuka suara. Ia langsung to the point, tak ingin banyak basa-basi lagi.
Takumi hanya, terdiam. Membisu. Hatinya seakan tersayat, begitu mendengar perkataan Hinata yang tak ingin ia mendekati putrinya.
"Paman, tapi... Aku tidak bisa..." tubuhnya kembali gemetar, lantas menunduk lemas.
"Kenapa? Kenapa kau tidak bisa, hah?!?" tanyanya, sedikit membentak.
"Karena... Aku... Sangat mencintai Haruka..." memang benar, Takumi sangat mencintai Haruka.
"Ah, begitukah?" Hinata lantas duduk, di salah satu kursi yang terletak di sudut rooftop itu.
"Iya, paman. Aku... Sangat mencintai Haruka..." ia pun mengangguk tegas.
Hinata menghela napas sejenak. "Terkadang, kita harus merelakan suatu hal. Merelakan orang yang kita cintai, misalnya. Paman tahu, kamu sangat mencintai Haruka. Tapi, paman mohon kepadamu Takumi. Paman mohon mulai saat ini, kau jauhi Haruka. Ini demi kebaikan kita semua. Demi kebaikan Haruka. Paman tidak ingin dia celaka lagi karena kecerobohanmu." Hinata beranjak dari duduknya, menepuk pelan pundak Takumi. Hendak pergi dari rooftop.
"Aku tidak bisa, paman. Aku tidak bisa menjauh dari Haruka. Aku mencintainya..." ucapan Takumi itu membuat Hinata menghentikan langkahnya.
"Mencintai juga tak harus selalu memiliki, bukan?" tanpa menoleh sedikitpun ke arah Takumi, Hinata pun kembali melangkahkan kakinya keluar dari rooftop. Meninggalkan Takumi seorang diri.
==========
Don't forget to vote and comment to support me !
Arigatou ‹3
03 Januari 2020
17 Desember 2021 (Re-publish)
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro