Hyakki yakkou (1)
Disini mungkin agak beda sama jjk 0 Karena Oci gak terlalu ingat scene fight nya
..........................................................
Menurut Satoru, kediaman utama klan Gojou adalah tempat yang tak ada bedanya dengan pemakaman, tak ada tawa ceria anak anak maupun obrolan manis antar orangtua. Guru idiotnya selalu mengeluh kenapa ia tidak dilahirkan sebagai cacing alih alih pemilik mata enam.
Maki hanya merengut kala itu, lagipula 4 keluarga besar dunia Jujutsu memang seperti itu. Rumah yang tak bisa disebut rumah, makanan dingin, kekerasan mental bahkan fisik sudah jadi hal yang umum terjadi. Apalagi jika tidak memiliki energi kutukan, mereka akan memperlakukan orang itu setara dengan monyet bodoh. Banyak orang yang diperlakukan bagai sampah, Zenin Maki adalah salah satunya.
Keluar dari garis keluarga, Maki tidak terlalu perduli lagi, Dia tak perlu memperdulikan penderitaan orang lain selain dirinya sendiri. Yang ia perhatikan adalah bagaimana caranya menjadi kuat agar dia bisa menampar wajah pemimpin klan Zenin dengan tombaknya. Maki lebih dari sadar akan ketidakmampuannya dalam urusan kutukan.
Monyet sepertinya hanyalah pecundang yang mampu bertahan hidup karena ambisi semata. Menyedihkan, Maki rasa dia akan bunuh diri usai menjadi pemimpin Zenin selama satu hari. Perkataan kejam ayahnya tak selalu salah, Maki memang hanyalah bajingan tak berguna yang besar omongannya.
Maki, seorang penyihir jujutsu tingkat empat adalah seseorang yang lelah secara mental. Tanpa sadar ia selalu memasukkan hidupnya setiap kali bertarung, samar samar berharap akan kehilangan nyawa ditengah pertempuran.
Maki selalu berpikir dia akan mati sia sia sebelum akhirnya bertemu dengan 'orang itu'.
........................................................................
Hari itu, diantara hembus dinginnya angin, pertempuran besar Hyakki Yakkou melawan kutukan peliharaan Getou Suguru dimulai. Semua penyihir tingkat 2 seterusnya pergi ke barisan paling depan di Kyoto sementara sisanya tak bisa melakukan apa apa. Maki adalah satu satunya murid yang ditinggalkan disekolah selain Yuuta karena dia adalah tingkat 4 yang dianggap tak mampu bertarung Di garis depan.
Terlebih lagi luka yang dihasilkan Maki ketika menjalankan misi dengan Yuuta masih belum sembuh total, maka dari Itu Satoru tak membiarkannya pergi meski Maki lebih dari mampu membasmi kutukan hingga tingkat dua. Maki juga tidak bisa memprotes apapun.
Yang bisa Maki lakukan ialah meludahkan sejuta sumpah serapah sambil berjalan menyusuri sekolah menuju kamar asramanya. Ditengah tengah perjalanan, insting Maki merasakan bahaya. Sontak ia berlari keluar untuk melihat siapa yang berani merusak kekkai Master Tengen bagian luar tanpa izin.
"Heh cuih" Maki meludah kala melihat wajah tersenyum pria pendeta dengan rambut terkuncir. Senyum pria itu berubah menjadi pandangan jijik yang mendalam saat mereka bersitatap. Maki terkekeh, mengeluarkan senjata terkutuk terbaiknya dari sarung bersegel.
"Astaga, diantara semua orang yang Ada, kenapa aku harus bertemu dengan monyet tak berguna" Pria itu, musuh utama seluruh penyihir saat ini, Getou Suguru mengeluh.
"Maaf ya! Karena monyet sepertiku melawanmu" Maki berkomentar pedas, membuat Suguru memutar matanya.
"Kau. Mengganggu." Seketika dua kutukan besar menjijikkan berbentuk kelabang merah berbondong bondong keluar dari punggung Suguru. Benda memuakkan itu merayap gesit mengincar nyawa Maki tanpa peringatan.
Maki tertawa, adrenaline miliknya terpacu. Bertarung lalu mati atau mati begitu saja, hanya dua pilihan yang bisa Maki pilih saat ini. Seorang beban tak punya hak bicara bukan? Haha Maki suka kalimat itu.
........................................................................
Dalam sebuah ruangan mewah berbau antiseptic duduklah seorang wanita cantik berambut setengah merah setengah putih dengan bundelan kain lembut berisi manusia kecil yang merengek seperti dia takut dengan sesuatu. Wanita itu, bergerak mengambil kacamata, memakainya lalu mengedarkan pandangan, matanya memberat pada jendela kamar.
'Beberapa berhasil masuk kemari ya, padahal Satoru sudah memilih rumah sakit yang cukup jauh' Ujarnya dalam hati. Wanita itu meraih pisau kecil yang anehnya mengeluarkan aura suram lantas menebas makhluk jelek itu hingga hancur berdebu.
Tok Tok Tok
"Shouto-san, saya izin menyampaikan pesan dari Gojou-san" Suara lemas seorang pria terdengar dari luar.
"Ah Ijichi, kamu masuk saja" Ibu muda itu lantas kembali duduk dengan tenang setelah menyuruh Ijichi masuk.
"Kalau begitu permisi" Ijichi, asisten terbaik kebanggaan Gojou Satoru memasuki ruang kamar rumah sakit dekat Kyoto ini.
"Shouto-san, apa ada yang lolos hingga kemari?" Ijichi bertanya, aroma kutukan menyebar ke segala arah daerah Kyoto saat ini. Namun sepertinya Ada beberapa yang pergi agak jauh dan tidak terjangkau para penyihir yang bertugas.
"Itu benar, ini berbahaya, monster monster jelek itu berhasil sampai sejauh ini" Ijichi mendengarkan, Dia beranggapan kalau wanita didepannya memang luar biasa.
Nama lengkapnya Gojou Shouto, Ijichi tidak tau mengapa namanya terdengar seperti laki laki meski dia seorang perempuan tulen. Shouto meraih tingkat semi satu lima tahun setelah tinggal dan belajar dunia Jujutsu. Meskipun tidak bisa melihat kutukan, insting dan firasat Shouto sering benar.
Tak ada yang berani meremehkannya, dengan kekuatan unik alami berupa es dan api dipadukan dengan fisik yang kuat, Gojou Shouto tidak diragukan lagi kemampuannya. Tapi itu sekarang, Ijichi tau persis perjuangan Shouto untuk jadi seperti sekarang sama sulitnya seperti Zenin Maki, atau mungkin lebih.
Shouto menoleh, Dia menggendong putranya yang baru ia lahirkan kemarin lalu memberikannya pada Ijichi yang kelimpungan, super bingung dengan tindakan istri atasannya.
"Ijichi, jaga putraku sebentar, aku akan pergi ke garis depan sambil membasmi kutukan yang Ada disekitar sini" Shouto mengabaikan tatapan sayu seperti ikan mati dari Ijichi.
Wanita cantik itu dengan cepat mengenakan knuckle lalu mengambil pedang besar bersarung yang selalu ada didekatnya, satu detik setelahnya ia melompat keluar kamar pasien lantai tiga lewat jendela yang terbuka.
"Tunggu! Shouto-san! Hei Shouto-san! SHOUTO-SAAAN!" Ijichi merosot pasrah, astaga mau suami mau istri keduanya sama sama senang membuatnya menderita.
"Uuu bwaa" Ijichi mengalihkan pandangannya pada bayi berambut merah digendongannya. Dia tidak bisa melihatnya dengan jelas sebelumnya, bayi ini mirip sekali dengan ayahnya. Ya kecuali rambut merahnya yang menyala.
"Mohon bantuannya, Gojou-kun" Ijichi tidak tau nama bayi yang baru lahir kemarin itu, akhirnya memanggilnya dengan marga.
Ah benar! Dia belum memberitau Shouto pesan dari suaminya! Ah yasudahlah, Ijichi sudah pasrah sekarang. Dia diam diam berharap gajinya akan naik setelah ini.
.......................................................................
Shouto berlari dan berlari, tenaganya belum pulih sepenuhnya setelah melahirkan sehingga Shouto tak bisa menggunakan quirk-nya untuk sementara waktu. Tetapi setidaknya cukup untuk bertarung sampai pagi. Kota ini benar benar sunyi, kepala sekolah Yaga telah mengosongkan Kyoto dan sekitarnya agar tidak ada yang mati sia sia.
Shouto terpaksa melahirkan dirumah sakit itu karena dia ngotot ingin mengawasi pertarungan dari dekat, Satoru yang tidak bisa menolak permintaannya pun membawanya ikut dan boom! Air ketubannya pecah sehari sebelum perang dimulai. Tapi Shouto senang, putranya tidak berada dalam bahaya dan dia bisa menebas sesuka hatinya sekarang.
Sepanjang perjalanan Shouto sudah menebas banyak kutukan tingkat paling rendah hingga tingkat dua. Tak diragukan lagi, ini memang sebuah perang besar melawan setan yang membahayakan manusia. Satoru berkata bahwa para penyihir bertarung serempak di pusat kota Kyoto sana, hal besar seperti ini tak pernah terjadi ratusan tahun belakangan.
Yang artinya mantan sahabat suaminya benar benar nekat dan serius dengan ambisinya menghabisi manusia tanpa energi kutukan yang ia sebut monyet. Shouto adalah salah satunya. Sepuluh menit kemudian Shouto sampai dipusat kota. Shouto meringis, cukup satu kata untuk menggambarkan situasinya 'Kekacauan'.
This city is a mess, benar benar kacau. Kutukan dimana mana dengan para penyihir terus berjatuhan cukup membuat Shouto naik darah. Astaga, Suguru bodoh itu benar benar membuatnya marah kali ini. Padahal dulu dia adalah pendengar yang baik dan lembut.
Kuak kuak kuak
Suara gagak memenuhi langit, intuisi Shouto menajam dengan cepat, instingnya berkata kutukan tingkat tinggi tengah berlari, hendak melewati jalan yang ia pijak. Tanpa basa basi, Shouto segera menarik pedang jumbo dari sarungnya dan bersiap dalam posisi bertempur.
Dia siap menerima serangan untuk terkejut dengan sosok berambut putih muncul melempar kutukan jelek tingkat 2 seperti bola bisbol dengan wajah tertekuk. Shouto tidak terlalu terkejut, terus berada dalam situasi hidup dan mati membuatnya cepat mengendalikan diri.
"Shouto, apa yang kamu lakukan disini" Gawat, suara suaminya dingin menembus hatinya. 'Pria ini benar benar marah'.
"Satoru, aku-" Belum sempat menjawab, tubuh Shouto terdorong oleh kutukan yang dilempar seseorang.
"Shouto-san! Awas!" Panda menggendong tubuh Shouto menjauh dari kekacauan yang dibuat Toudou Aoi.
"Ups" Gumam pemuda pecinta wanita berpinggul lebar itu tanpa rasa bersalah.
"Toudou, hati hati dengan itu sialan" Benar, Satoru telah menahan emosinya akhir akhir ini. Stress yang ia alami menumpuk kian hari, Dia akan mengamuk hari ini. Ya, it sounds great.
Shouto menyadari emosi tak stabil Satoru dari ekspresinya yang sulit. Dia bangkit dari gendongan Panda lalu memeluk suaminya, Shouto percaya sepenuhnya bahwa dia akan aman selagi bersama sang suami. Dan benar saja, Satoru membalas pelukannya selagi menembak kutukan besar dengan jarinya.
"Kamu menggangguku disana Tuan besar" Ujarnya dingin.
"Sayang, lepaskan aku sekarang" Meski mengucap sayang, Shouto masih merasakan aura dingin suami tercintanya.
"Tidak sebelum kamu berjanji tidak akan mengamuk atau menghancurkan kota lebih dari ini" Shouto memberanikan diri untuk bicara, Dia tidak bisa membiarkan suaminya menjadi mesin penghancur kota saat dirinya Ada disekitar.
Satoru terbungkam, suami bucin ini tidak berani membentak istri imutnya, tidak setelah Shouto berjuang keras melahirkan putra bungsu mereka. Dia hanya diam dengan tangan mengelus rambut dwi warna kekasihnya sambil sesekali mengecupnya. Mereka tetap seperti itu, bermesraan dengan latar orang dan kutukan sama sama menjerit, sangat romantis bukan?.
Dua menit kemudian Satoru akhirnya tenang, senyumannya kembali bodoh seperti biasa. Dia mengusak usak kepala kekasih kesayangannya lalu mengecup bibirnya sekilas. Shouto hanya sedikit tersipu namun tidak melawan.
Sementara itu Panda dan Toge melihat mereka dengan pandangan yang sama seperti ketika mereka menonton drama romansa di saluran TV berbayar. Diantara anak anak kelas 2, hanya Panda, Inumaki dan Yuuta yang mengetahui kalau mereka sudah menikah.
"Ehem!" Panda berdeham, mengembalikan kesadaran dua sejoli yang masih saja kasmaran itu.
"Ah benar, Ijichi sudah mengirim pesan padamu bukan?" Shouto mengerut, tidak berani bilang kalau dia kabur tanpa mendengarkan omongan Ijichi. Melihat istrinya hanya diam, Satoru diam diam menghela nafas.
"Kuanggap itu sebagai ya dan tidak sekaligus" Shouto hanya bisa menggaruk lehernya yang tak gatal. Dia siap menerima omelan Satoru setelah ini.
"Ya pokoknya begitulah, aku ingin mengirim Panda dan Inumaki ke Tokyo sekarang juga" Satoru seperti biasa tak menjelaskan banyak hal, Dia langsung menggambar lingkaran diantara mereka berdua, saat lingkaran mulai bersinar...
"Aku ikut" Shouto tiba tiba melompat naik keatas punggung Panda.
"Hah? Shouto-san jangan bercanda!" Panda mencoba melepasnya namun terlambat, mereka sudah terjun dari langit. Shouto berpegangan erat pada bulu bulu Panda.
"Aaaaa-Oh benar yup" Panda segera mendarat dengan selamat, begitu juga Inumaki.
"Wah tadi hampir saja" Binar kesenangan memancar dari pupil Dwi warna Shouto.
"Aku terkadang benar benar tidak bisa memahami kamu Shouto-san" Ujar Panda selagi membantu ibu muda 4 anak itu turun dari punggungnya.
"Shake" Inumaki bergumam setuju. Shouto hanya memutar matanya dengan reaksi dua murid suaminya yang menurutnya berlebihan.
"Cukup dengan itu, aku merasakan hal yang tidak benar sekarang, rasanya seperti Getou Suguru, jika ini benar, temanmu mungkin dalam bahaya" Shouto beralih ke mode serius, senjata pedang besar berlapis energi kutukan yang mengalir deras memenuhi kepalan tangannya yang tidak besar.
"Panda-kun, Inumaki-kun" Keduanya mengangguk, mereka berlari secepat mungkin menuju tempat dengan aura paling tak sedap dipandang saat ini.
"Heh! Sepertinya kita tak perlu mencari kali ini" Benar saja, tak jauh dari tempat mereka memulai, seseorang terlempar oleh kaki? Yang sangat banyak seperti lipan. Wajah Shouto memucat, ternyata orang yang dilempar Suguru adalah salah satu murid suaminya sendiri, Zenin Maki.
Panda segera menggendong tubuh Maki menjauh, meninggalkan Shouto dengan segala keganasannya yang menghambur keluar dan Inumaki yang berjuang mengimbangi pergerakan penyihir semi satu itu.
"Maki! Hei Maki! Bertahanlah Maki!" Panda mencoba membangunkan Maki, Dia berhasil namun Maki terlalu lemah untuk menjawab. Akhirnya Panda meninggalkannya ditempat yang menurutnya cukup aman untuk Maki lalu terjun kembali membantu Shouto yang membabi buta juga Inumaki yang mencoba sebisanya.
Suguru membiarkan kutukan kutukannya melawan dua murid yang lain, Dia lebih memilih bertukar tinju dengan istri mantan sahabatnya yang melawannya tanpa berkeringat.
'Terkutuklah kekuatan anehnya itu' Umpat Suguru dalam hati.
"Wah Wah, monyet yang datang bertambah jumlahnya, senangnya~ Bukankah harusnya kamu setuju? Shou-san" Suguru bercengkrama santai bagai kerabat yang lama tak jumpa.
"Getou Suguru, kehancuran apa lagi yang coba kamu buat kali ini" Ada nada pedih dalam suaranya, kehidupannya mungkin berubah, namun hati Shouto yang tumbuh dilingkungan Hero membuat perasaannya sedikit kacau saat ini. Melawan temanmu sendiri itu menyakitkan, Satoru benar benar sudah berusaha keras selama ini.
"Eh~ Jangan dingin begitu Shou-san"
Suguru menghindari setiap tebasan mantap wanita didepannya lalu sekali lagi tangannya berbenturan dengan pedang besar Shouto, membuat darahnya mengucur deras. Meski hanya semi satu, ilmu beladiri Shouto sudah cukup untuk membanting Suguru jika dia tidak punya kemampuan kutukan.
"Kamu benar benar tidak asik Shou-san" Suguru melirik tangannya yang pulih perlahan, luka yang ditimbulkan lebih dalam dari yang ia duga.
"Diam bajingan" Shouto mendesis, Dia tidak suka Suguru tampak tenang sementara stamina miliknya tidak terlalu banyak saat ini.
"Wow aku pikir si tua Yaga akan terkejut jika ia mendengarnya" Suguru terkekeh, sudah lama ia tidak melihat ekspresi pedas diwajah Shouto.
"Aku takkan dimarahi jika aku
berhasil membunuhmu disini" Shouto mengangkat pedangnya sekali lagi, menghirup nafas dalam dalam lantas menyerbu Suguru dengan mempertaruhkan seluruh tenaganya.
"Kita coba saja, Shou-san" Suguru akui Shouto memang berbeda dari monyet lainnya, Dia tidak bisa meremehkannya. Seringai Suguru mewarnai pertarungan mereka kali ini.
.......................................................................
Maki melihat segalanya, Dia melihat dua rekannya bekerja keras melawan kutukan seraya melindungi dirinya yang tak bergeming. Nafasnya berat, Dia ingin menangis.
'Pada akhirnya aku hanya beban yang mengganggu'
Tubuhnya sakit, sekarat mungkin, namun hatinya lebih hancur dari tubuhnya. Hatinya terasa sakit melihat teman temannya berjuang mempertaruhkan nyawa sementara dia terbaring sakit bagai orang keparat.
'Aku ingin membantu' Tanpa sadar sedikit air matanya mengalir karena rasa sakit ditubuh dan hatinya yang tak bisa ia tahan lagi.
"Ugh! Blegh" Inumaki muntah darah, semuanya merah. Panda menggendongnya menjauh dari serangan. Kutukan didepan mereka sudah menghilang namun masih ada satu lagi yang harus mereka urus.
"Inumaki-kun!" Shouto kehilangan fokus, Dia tidak pernah bisa terbiasa melihat orang terdekatnya terluka parah seperti ini. Suguru menyeringai, memanfaatkan kelengahan monyet high quality didepannya dengan memukul perut atas Shouto menggunakan lututnya yang dikeraskan dengan energi kutukan.
"Agh!" Shouto terjatuh, paru parunya sibuk mengambil oksigen, menetralkan rasa sakit tak kentara diperutnya.
Namun sayangnya Suguru tidak bercanda atau berbaik hati untuk membiarkannya pulih. Pria oriental itu kembali menendang tubuh Shouto berkali kali tanpa ampun lalu melemparnya keluar dari area pertarungan. Shouto berhasil mendarat tanpa melukai pantatnya, Dia berusaha bangkit namun terjatuh lagi.
"Shouto-san!"
"Takana!"
Shouto memberi sinyal bahwa dirinya baik baik saja, wajahnya menampilkan ekspresi senang melihat dua rekan mudanya mengkhawatirkannya, Dia harus bangkit untuk melindungi mereka semua, terutama Maki yang terluka parah.
Situasi menjadi semakin berantakan, dengan Shouto yang kesulitan bangun, Suguru pun menargetkan nyawa tiga anak murid Satoru. Panda telah mengerahkan semua mode bertarungnya lalu kalah dalam hitungan lima menit, begitu juga Inumaki yang kekurangan darah. Mereka berdua tergeletak berdekatan dengan Maki.
Shouto menyeret kakinya pergi. Astaga! Dia harus melindungi mereka! Mereka terlalu muda untuk mati begitu saja. Shouto rela menukar nyawanya untuk mereka jika saja itu bisa dilakukan.
Tak terhitung sudah berapa tetes darah yang ia jatuhkan, tak terbayangkan sesakit apa perutnya beberapa menit terakhir, tidak ada penyihir yang berpikir jika akhirnya jadi begini. Jika Shouto tau akan begini, dia akan menyeret Nanami tadi.
"Ini bergerak ke arah yang membosankan, ah benar, untuk apa aku berlama lama disini, Orimoto Rika juga tidak ada disini" Suguru melangkah mendekati Maki, mengabaikan dua yang lain, langkahnya pasti penuh tekad.
"Hmm Nanako akan marah jika aku pulang terlambat" Suguru berjongkok, mencengkram bahu Maki kuat kuat, membuat gadis malang itu menjerit kesakitan.
"Setidaknya anak anakku takkan marah jika aku pulang dengan oleh oleh~" Suguru tersenyum riang, terkekeh sembari mengencangkan cengkramannya pada bahu Maki, berpikir kedua anak gadis remaja nya akan senang dibawakan cinderamata berupa tubuh monyet.
"ARGH! AAGH!" Maki berteriak, tak lama matanya menjadi sayu, air mata keluar sejenak sebelum akhirnya tertutup sepenuhnya.
"MAKI!" Shouto berteriak, wanita itu mengalihkan pandangan penuh kebencian pada Suguru yang dibalas lirikan lembut Dan senyum ramah. Tai anjing, persetan, Shouto ingin menonjok wajah tersenyum itu. Sekarang.
"Apa... Ini?" Seluruh pandangan tertuju pada sumber suara. Terlihat seorang remaja laki laki berwajah kuyu menatap satu persatu temannya yang berjatuhan nan bergelimang darah.
Remaja itu, Okkutsu Yuuta memfokuskan pandangannya pada cengkraman mantap Suguru di bahu Maki. Pupilnya bergetar sebelum akhirnya datar, seluruh otot wajahnya mengeras, terutama rahangnya.
'Anak ini muncul tanpa mengeluarkan suara sedikitpun" Pupil Suguru menyusut, sudut bibirnya menyeringai tertarik. Wajahnya sempurna menjadi villain yang menikmati ekspresi putus asa orang orang.
"Kenapa tanganmu ada disana? Kau menyakiti Maki-san, lepaskan dia" Yuuta tidak bercanda atau takut kali ini, darahnya mendidih melihat sekelompok orang dan seekor panda yang menerima dia apa adanya menjadi tidak berdaya seperti ini.
"Yuuta-kun! Pergilah! Ini berbahaya!" Yuuta sepenuhnya mengabaikan teriakan penyihir semi satu disampingnya.
"Rika-chan" Dia tidak lari, sebaliknya Yuuta memanggil Rika untuk bertarung. Dia tidak perduli jika ini akan jadi pertarungan terakhirnya. Yuuta tidak sedih, Entahlah, dunia jujutsu terlalu rumit untuk dipahami.
"Yuuta?" Rika muncul dan semua orang merasa kehilangan akal mereka ketika bocah 15 tahun itu mencium bibir kutukan bergigi runcing dengan wajah tersipu bagai pengantin baru.
Yuuta mendekatkan wajahnya dengan wajah Rika, menggosok wajahnya disana dengan manja.
"Setelah ini aku berjanji akan ikut bersamamu, kita akan terus bersama selama lamanya sampai kamu bosan denganku" Yuuta tersenyum manis, seakan hal yang dikatakannya bukanlah kematian.
"Kita bisa melakukan banyak hal yang Kau mau, hanya saja Rika-chan... Untuk terakhir kalinya, aku mohon pinjamkan aku kekuatanmu" Yuuta memohon, pemuda ini bahkan tersenyum lebar, persetan dengan dunia. Dia puas jika harus mati karena melindungi teman temannya.
"Aaaaa- Yuuta! Suka! Aku suka! Cinta! Mari kita bersama selamanya, Yuuta!" Rika bersemangat melihat kekasih hatinya bergembira. Kutukan besar itu bergoyang kekanan dan kiri seperti remaja yang jatuh cinta.
"Aku juga mencintaimu Rika-chan" Akhirnya protagonis cadangan kita menarik pedangnya keluar.
"Nah, sekarang aku akan membunuhmu, Getou Suguru" Yuuta mengeluarkan deklarasi.
Pandangan lembut dan senyumnya menghilang digantikan raut dingin yang tidak cocok dengan hati manisnya. Yuuta maju menahan serangan dadakan Suguru sementara Rika memindahkan semua yang tidak bisa bergerak keluar arena.
Kutukan yang dijuluki Ratu itu sempat cemburu dengan Maki, namun Yuuta menciumnya sekali lagi, kembali mengukuhkan fakta bahwa hanya Rika yang dicintainya. Rika yang tidak bisa menahan kegembiraannya menghancurkan seluruh kutukan yang menghalangi jalan kekasih masa kecilnya untuk membunuh individu bernama Getou Suguru.
Suasana kian memanas, begitu juga di Kyoto. Kutukan yang menyerang mulai berkurang namun penyihir yang hadir juga sama kurangnya, bahkan lebih sedikit dari kutukan yang ada.
Kutukan adalah monster tak berperasaan yang bahkan tidak perduli dengan nyawanya sendiri asal mendapat kesenangan hakiki dalam memburu manusia, sementara para penyihir hanyalah manusia yang bisa gemetar saat ada kemungkinan nyawa yang dijaga sedemikian rupa hilang begitu saja. Jelas pertarungan jangka panjang diantara keduanya sangat merugikan pihak manusia.
Satoru sangat menyadari hal ini, Dia tidak bisa mengorbankan lebih banyak penyihir yang tersisa, masa depan dunia jujutsu bergantung pada mereka. Satoru berniat menggulingkan para tetua, Tetapi dia sangat sering berkaca bahwa dia tidak bisa berhasil sendirian. Makanya Dia mengambil peran sebagai guru untuk melihat potensi potensi baru dunia Jujutsu.
Nah sayangnya, meski jenius dalam berbagai bidang, Satoru sangat bodoh dalam pengendalian emosi, semua rasa frustasi yang dia rasakan beberapa hari terakhir Satoru limpahkan pada pria malang bernama Miguel.
Hasilnya? Sudah jelas, Miguel hampir mati ditangannya. Tetapi Satoru lebih memilih menyerahkan Miguel pada mantan guru masa mudanya, Yaga untuk menangani penjahat ini.
"Berhentilah membuat lelucon, aku akan pergi menemui bos kalian sekarang" Satoru membalikkan badan, membuka portal yang akan membawanya ke Tokyo secepat mungkin.
'Tunggu aku, Shouto' Gumamnya dalam hati.
"Heh, terserah saja, sejak awal aku memang tidak melakukan ini secara cuma cuma" Miguel bergumam, dia sudah tidak perduli lagi, jika kematian adalah jalan terakhirnya, maka dia akan melakukannya dengan senang hati tanpa melawan. Pria besar itu pasrah ketika tubuhnya diangkat oleh salah satu boneka Yaga yang besar. Kemungkinan Dia akan ditahan untuk di interogasi. Yah, peduli amat, disuruh mati juga silahkan.
Dibagian Tokyo, Shouto tidak menyerah meski seluruh tubuhnya terasa terbelah. Hidup anak didik Satoru membebani punggungnya, Dia tidak bisa bersikap licik dengan meninggalkan mereka mati disini. Setidaknya dia harus memberi Maki pertolongan pertama.
Shouto terus menyeret kaki payahnya, berharap Satoru ada disini untuk mendukungnya. Astaga, sepertinya dia sudah sepenuhnya terikat dengan sang suami. Shouto tertawa pelan, tiba tiba merindukan tawa konyol kucing putihnya yang manja. Ya ampun, bagaimana mungkin Satoru akan kemari saat Dia sibuk di Kyoto-
"Shouto!"
....
Damn....
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro