EPISODE KETIGA: KAKAKKU BUKAN MANUSIA
Aku bersama dengan Misa, berjalan menuju toko pupuk yang dikatakan oleh Ushio. Dan kami tidak berbincang satu katapun, kecuali kakaknya yang sedari tadi menunjukkan arah. Sampailah kami di depan tokonya. Lalu, seorang pria tua menghampiri kami.
"Oh, Eru-chan, Misa-chan, apakah kalian kemari ingin mengambil pupuk pesanan U..." Dia menghentikan kalimatnya karena melihat ke arahku. "Anda siapa?"
"Kogoro-san, perkenalkan, dia Piker. Dia penghuni baru apartemen kami," jawab Eru.
"Sa-Salam kenal, namaku Pitcher Parker," salamku.
"Oh, Pi...Piler?"
"Panggil saja Piker."
"Salam kenal Piker-kun, kau boleh panggil aku Goro-san. Jadi, dia yang akan menggantikanku untuk membawa pupuk, ya?"
"Iya, benar sekali," jawab Eru.
"Eh?" kagetku.
"Baiklah, Piker-kun, coba ikut aku."
Dengan perasaan yang tidak enak, aku mengikuti pria itu. Dia membawaku ke dalam toko, lalu ke ruangan belakang. Ternyata dia mengajakku ke ruangan yang penuh dengan karung-karung yang mungkin berisi tanah dan pupuk. Lalu dia menunjuk ke arah setumpuk karung di samping kami.
"Nah, itu pesanan Ushio-san."
"Baik."
Aku langsung mengambil salah satu karung pupuk karena tahu arti Goro-san memberitahu itu. Ternyata sangat berat, jadi aku mencoba menaikkan karung itu ke bahuku.
Dengan karung pupuk di bahuku, aku berjalan keluar toko. Misa dan Eru sudah menungguku di depan pintu keluar. Lalu mereka menunjukkan arah menuju apartemen. Di tengah jalan aku merasakan pegal di bahuku, sangat sakit sekali. Tapi aku harus menahannya, karena aku baru menempuh setengah jalan. Pada akhirnya, kami sampai di gerbang apartemen. Eru bilang untuk membawanya ke rumah kaca. Aku pun mengikutinya.
Sesampainya di rumah kaca, Ushio sudah menungguku. "Ah, akhirnya kau datang juga," ucapnya menyambut kedatangan kami
Aku langsung menyimpan karung ini di tempat yang Ushio tunjuk. "Iya, ternyata cukup berat juga."
"Selamat berjuang, ya," ucap Ushio kepadaku.
"Eh? Apa maksudmu?" bingungku.
"Tentu saja kau harus berjuang, karena pesananku tinggal tiga puluh sembilan lagi."
"Apaaaaa!?"
"Nanti kalau sudah selesai, aku akan membuatkanmu teh herbal yang enak."
Bagus, satu saja aku sudah kecapean dan pegal seperti ini. Apa lagi harus membawa tiga puluh sembilan lagi... Tapi, tidak bagus kalau mengeluh, lebih baik menurutinya tanpa mengeluh, itu salah satu amanat dari ayahku.
Setelah aku bolak-balik membawa karung yang berjumlah tiga puluh sembilan itu, aku langsung pergi untuk mandi. Awalnya Ushio memaksaku untuk meminum teh herbal itu, tapi aku bilang untuk simpan dulu, setelah mandi aku baru meminumnya.
"Ahhhh..."
Sungguh nikmat sekali berendam itu. Setelah mengeluarkan keringat, pegal-pegal di seluruh tubuh, dan capek aku bisa merasakan air hangat yang nikmat ini. Sesekali aku memijat bagian tubuhku yang pegal, terutama tangan dan bahu.
Selesai mandi air hangat, aku keluar dari tempat yang terlihat pemandian air hangat itu. Aku berjalan menuju loker tempat aku menyimpan baju gantiku dan tempat penyimpanan handuk. Aku melihat Shina sedang berdiri di dekat loker tempat bajuku.
"EH?! Kenapa kau ada di sini?!" kagetku.
"Aku ingin memijat tubuhmu, Piker," jawab mudah Shina.
"Eh?!"
"Ushio menyuruhku untuk memijat tubuhmu yang sudah membawa pupuk pesanannya."
"Eh?!"
"Kenapa kau selalu bilang 'Eh'?"
"Tunggu dulu, kenapa kau bisa setenang itu melihat laki-laki telanjang?!"
"Memangnya kenapa? Aku pernah melihat Ushio, Misa, Nogami, Kaori, Yumi, Mama, dan Eru telanjang."
"Aku ini laki-laki! Beda dengan mereka! Eh... Eru?"
"Iya. Walau dadanya tidak terlalu besar, tapi tubuhnya sangat bagus."
"Oh iya, apakah benar kalau Eru itu kakaknya Misa? Atau dia program yang dibuat untuk menggantikan Misa bicara?"
"Dia bukan program, tapi manusia."
"Ma-Maaf."
"Tapi kau tidak salah berbicara seperti itu, karena pasti orang yang pertama kali bertemu dengannya akan menganggap Eru begitu. Tapi, sebenarnya... Eru itu manusia, tapi sudah meninggal."
"Apa maksudmu?"
"Eru dan Misa adalah kakak adik kandung, dengan nama Suginami. Kalau tidak salah dua tahun yang lalu mereka datang kemari, saat itu aku dan Nogami yang baru menghuni di sini. Mereka memesan kamar yang memiliki fasilitas untuk dua orang. Mereka terlihat sangat akrab, dan kami merasa nyaman karena mereka ramah. Terutama Misa, dia sangat baik dan ramah."
"Eh, Misa?"
Kesan awal aku bertemu dengan dia adalah gadis pendiam, buktinya dia tidak mau bicara kepadaku dan terlihat malu-malu. Malah bagiku yang harusnya memiliki sifat ramah adalah Eru. Tapi siapa sangka yang paling dianggap ramah oleh Shiina adalah Misa.
"Iya, dia sebenarnya gadis yang baik, dan ramah sekali. Tapi... dia berubah setelah sebuah pembunuhan terjadi pada kakaknya."
"Pembunuhan..."
"Iya. Aku dengar dari berita, kalau toko yang mereka kunjungi saat jalan-jalan, terjadi perampokan. Dan...Dan Eru menjadi salah satu korban perampok. Semenjak itu, Misa berubah menjadi seorang pemurung, tapi dia tetap gadis baik."
"Begitu, ya... Maaf aku membuatmu mengingat cerita sedih."
"Tidak apa-apa."
"Ternyata kau memang orang yang jujur."
Setelah aku mengatakan itu, tiba-tiba dia menundukkan kepalanya dan aku melihat dia seperti mengumamkan sesuatu.
"Kau mengatakan sesuatu?" tanyaku.
"Tadi aku..."
Dia langsung menutup mulut dengan kedua tangannya untuk menghentikan kalimatnya. Sepertinya hal yang digumamkan tadi tidak harus kuketahui, jadi aku putuskan untuk mengalihkan topic.
"Oh, iya. Bagaimana Eru bisa berada di dalam tablet?"
"Kalau itu... Mungkin Misa menciptakan suatu program, lalu merancangnya semirip mungkin dengan kakaknya..."
Setelah itu, aku hanya bisa diam, bingung mau berbicara apa lagi. Dan bukan karena itu, tapi aku tidak mau terlalu mengetahui masalah orang lain lebih dalam.
"Jadi, Shina... Apakah benar kau ingin memijat tubuhku?"
"Iya."
***
Keesokan harinya, di pagi hari. Hari ini adalah waktunya aku sekolah, mungkin agak canggung, tapi aku akan berusaha untuk bisa menyesuaikan. Dengan seragam yang sebelumnya aku ambil di sekolah yang diantarkan Shina, aku berjalan menuju meja makan.
"Seragammu terlihat cocok denganmu, Piker," puji Shina.
Kurasa seragam ini memang cocok denganku, dia kan orang yang jujur.
"Piker-nii terlihat sangat tampan!" puji Nogami.
"Te-Terima kasih..." ucapku dengan sedikit malu dan aku pun duduk di kursiku.
Biar aku jelaskan. Mejanya berbentuk persegi panjang, jumlah kursi ada sepuluh. Empat kursi di kedua sisinya, dan satu kursi di setiap ujungnya. Meja ini terlihat seperti meja istana, karena ada kain putih yang menyelimutinya. Dan kursinya, bukan kursi kayu, melainkan kursi dengan bantalan yang empuk berwarna merah, dan ada lengannya. Sekarang aku melihat hidangan yang di depan mataku bisa dibilang mewah, ada setumpuk roti dan beberapa selai beraneka rasa.
Aku, Shina, dan Nogami yang baru ada di ruang makan. Jadi rasanya di sini sangat sepi sekali.
"Di mana yang lain?" tanyaku.
"Mungkin masih di kamar," jawab Shina
"Tidak perlu menunggu kami, kau boleh makan duluan, Piker-nii."
"Tidak, kita ini kan keluarga, kita harus sarapan bersama. Lagipula, aku ingin lebih mengenal kalian."
"Ternyata Piker orang bertipe berkeluarga, ya..." ujar Shiina.
"Heh? Be-Benarkah?"
Setelah menunggu beberapa saat, mereka semua datang bersamaan. Dan sarapan pun bisa dimulai. Sudah lama sekali aku merasakan kebersamaan di saat makan. Biasanya aku selalu makan sendiri, karena ayah dan ibuku sibuk dengan pekerjaan, mereka selalu pulang malam. Gara-gara perasaan kerinduan itu, tanpa kusadari aku selalu tersenyum sendiri.
Sekarang aku berada di depan gerbang, bersama Shina, Nogami, Kaori, Yumi, Misa, Ushio, dan Eru. "Oh iya, apakah kalian tidak sekolah?" tanyaku.
"Kami sudah lulus," balas Shina.
"Eh? Bukankah kalian semua lebih muda dariku?"
"Iya, aku lulus saat umurku dua belas tahun," jawab Shina.
"Kalau aku, tiga belas tahun!" jawab Nogami.
"A-Aku dua belas tahun, sama seperti Shina," jawab Kaori.
"Aku sebelas tahun," jawab Ushio.
"Aku dua belas tahun, dan Misa tiga belas tahun," jawab Eru.
"Kalau aku sepuluh tahun," jawab Yumi dengan nada datar.
"Serius!? Kalian hebat!"
"Terima kasih atas pujiannya. Kalau ada tugas yang sulit, jangan sunkan bertanya kepada kami," tawar Ushio.
"Baiklah. Kalau begitu, aku berangkat."
"Hati-hati di jalan!" ucap mereka dengan nada yang berbeda-beda, kecuali Misa.
Ternyata orang seperti mereka ada juga. Padahal kupikir mereka hanya gadis biasa yang memiliki keunikan, ternyata perkiraanku sedikit melenceng.
Sekarang aku sedang pergi menuju sekolah, sesuai dengan jalur yang diberikan oleh ponsel baruku yang kupegang ini. Ponsel ini kudapatkan dari Bu Chika, katanya ini untukku. Padahal biaya sewanya murah, tapi aku dapat ponsel canggih ini dengan gratis. Sungguh, beruntung sekali aku ini!
Sekarang aku sudah sampai di depan gerbang sekolah. Aku langsung berlari menuju gedung sekolah, melewati beberapa siswa-siswi sekolah ini.
"Hei, kau yang ada di sana!"
Aku menghentikan langkah lariku karena teguran tadi. Kemudian, aku melihat ke arah orang yang menegurku tadi.
"Kenapa kau belum melepaskan sepatumu?"
Dia seorang siswi berambut kuning panjang dengan ujungnya seperti bor dan bondu biru, berkulit putih, berdada kecil, iris mata biru, dan kain berwarna merah ditempelkan di lengan seragam dekat bahunya.
"Melepaskan sepatu... Oh iya, aku harus melepaskannya! Maaf."
Aku melepaskan sepatuku, lalu membuka loker yang disampingku dan menyimpan sepatuku di sana. Lalu, aku ambil sandal tipis yang ada di dalam. Aku bisa tahu lokerku karena saat mengambil seragam, aku diberitahu letak lokerku.
"Kau, siswa baru, ya?" tanyanya.
"Iya. Perkenalkan, namaku Pitcher Parker, kelas satu. Salam kenal."
"Oh, orang luar negeri. Aku Ryu Kobayashi, kelas dua, dan sekertaris OSIS."
"Sekali lagi, aku minta maaf, senpai!"
"Tidak apa-apa. Lain kali, jangan diulangi."
"Baik, aku permisi." Setelah itu aku pun pergi ke ruang guru.
Bel pun berbunyi. Aku sudah ada di ruang guru bersama dengan wali kelasku, Akira Ookami-sensei. Dia wanita yang terlihat masih muda, berkulit putih, rambut ungu panjang, iris mata ungu, dan berdada besar. Kami berdua pun berjalan menuju kelas 1-B, letaknya di lantai satu. Sesampainya di sana, semua murid langsung kembali ke bangkunya masing-masing. Lalu, aku menulis namaku di papan tulis, tentu dengan alfhabet, karena aku tidak tahu cara menulis namaku dengan tulisan Jepang.
"Perkenalkan namaku Pitcher Parker, asal dari Indonesia. Semoga kita bisa akrab." Aku membungkukkan badanku.
"Baiklah, Parker-kun, kau duduk di belakang sana. Dan Saya Otosuka-chan, tolong antarkan Parker-kun berkeliling sekolah nanti, ya."
Seorang siswi berambut biru terang memiliki dua rambut yang diikat di samping dengan pita putih panjang, iris mata ungu gelap, postur tubuhnya ramping dengan tinggi yang tidak terlalu tinggi maupun pendek, dan berdada sedang.
Siswi itu pun berdiri. "Baik, Ookami-sensei," balasnya.
"Mohon bantuannya, Otosuka-san," ucapku.
Pelajaran pun dimulai setelah aku duduk di bangkuku. Berbeda dengan di Indonesia, aku duduk sendiri, dan jumlah murid di kelas pun lebih sedikit. Sekarang aku sedang belajar sejarah Jepang, aku tidak terlalu suka dengan pelajaran sejarah, jadi aku hanya mendengarkannya tanpa mengerti apa maksudnya.
Bel istirahat pun berbunyi, setelah aku menghadapi dua mata pelajaran. Seorang siswi berambut biru mendekatiku.
"Parker-kun, sekali lagi perkenalkan, aku Saya Otosuka."
Aku berdiri. "A-Aku PitcherParker, salam kenal, Otosuka-san,"balasku.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro