5. Kejutan
Segera, setelah aku diterima, aku diminta tinggal di rumah ini. Bahkan katanya semua pakaianku sudah disiapkan.
Sebenernya aku merasa ada yang aneh di sini.
Tentang, orang rumah ini yang tahu namaku, bos yang bahkan mengenal nenek Gayung.
Eeeumm ... tapi itu bisa dipikirin nanti aja, lah. Yang jelas sekarang aku bisa tinggal di rumah gedongan. Dan kelihatannya dapet bos baik juga. Senyumnya itu lho masih terbayang-bayang manisnya. Jadi pengen nyicip.
Eh? Kutampar pipiku. Suka banget sih bayangin yang iya-iya.
Oke, balik lagi ke pokok bahasan awal. Jadi, sekarang aku bersama Pak Dahlan—Bapak yang menyambutku di pintu masuk tadi. Ternyata dia adalah kepala pelayan di sini. Beliau mengantarkanku ke kamar.
Mataku lirak-lirik kiri kanan, setelah masuk lebih jauh lagi. Akhirnya aku melihat makhluk hidup juga selain dua orang yang sudah aku temui tadi.
Beberapa pembantu terlihat membersihkan rumah dan koleksi pajangan sang bos. Mereka mengenakan setelan kerja berwarna hitam-putih, dengan celemek di dada sampai paha. Kebanyakan perempuan.
Aku mencoba tersenyum, dan mereka tersenyum balik. Lalu ... ini perasaanku apa gimana ya? Mereka terlihat menghormatiku. Menunduk dalam seperti saat rukuk dalam salat saat aku lewat. Diam-diam juga mereka berbisik ke teman yang lain, tapi setelah melihat aku memperhatikan, mereka jadi sok sibuk kerja, seperti takut ketahuan.
"Silakan masuk."
Suara Pak Dahlan membuyarkan pikiranku yang sudah melanglang buana. Kalau dipikir-pikir Pak Dahlan pun bersikap sopan juga padaku, memperlakukanku seperti seorang tamu.
"Udah sampe kamar ya, Pak?"
"Belum." Sekali lagi, gesture Pak Dahlan mempersilakan aku masuk, ternyata ke sebuah lift. Iya! Di rumah ini memang punya lift!
Rumah horang kaya emang beda! (3)
Ah, seharusnya aku sudah nggak perlu kaget, ya. Di luar sana aja ada eskalator. Kalau di dalam ada kotak besi yang bisa berjalan begini mah wajar.
Sebenernya rada deg deg ser sih masuk sini. Nggak biasa aku tuh, takut terperangkap, nggak bisa napas terus mati muda. Aku belum siap ya Allah.
Kulihat Pak Dahlan memencet nomor 3, berarti aku akan menuju lantai paling atas rumah ini.
Perlu beberapa menit dalam diam untuk sampai ke tujuan. Dan pintu terbuka bersamaan dengan bunyi 'ting'.
"Mari, ikuti saya lagi, Non."
Aku melangkah ragu. Sekali lagi, mencoba membaca suasana. Dan wow! Ruangan ini tuh konsepnya beda lagi. Warna temboknya berwarna putih dan tetep ada nuansa emasnya, di depan lift ini ada tangga dua cabang menurun menuju ke sebuah ruangan lain, kalau aku bayangin tuh kayak tangga tempat tuan putri mau ke lantai dansa itu, loh. Tahu nggak, sih?
Kepalaku mendongak, kali ini aku menatap takjub langit-langit rumah yang berbentuk cekung ke atas membentuk kubah dan ada lukisan awan di atasnya. Ada lampu kristal besar juga di sana. Bisa bayangin nggak penjelasanku? Sebentar, aku tak nyuri-nyuri nangkep gambar, ya.
Ya, pokoknya kayak begitulah kira-kira.
Lalu, aku juga melihat banyak foto di beberapa sisi. Sepertinya sih foto keluarga, ya. Ada yang sendirian, ada yang bareng-bareng. Aku mau memperhatikan lebih jelas. Kepo gitu, kan. Siapa sih Pak Bosku ini. Tak kenal maka tak sayang, gitu katanya. Tapi kalau udah sayang, maunya langsung dinikahin gitu, yak. Haha.
Tapi belum juga bisa ngelihat foto-foto yang terpajang ada seseorang menyapa kami.
"Wah, udah dateng, ya! Hai Kak Nama."
Aku menoleh, melihat orang itu.
Cowok cakep lagi, Vroh!
Maka nikmat Tuhan manakah yang kamu dustakan?
Lama-lama bisa kena diabetes akut ini kalau lihat yang manis-manis terus.
Tapi dia siapa, ya?
"Pak Dahlan, silakan minggir dulu. Biar aku aja nganter Kak Nama room tour di sini."
Pak Dahlan membungkuk dalam, langsung permisi pergi.
Nah, makin bingung kan aku.
"Pak Dahlan orangnya rada nyeremin kan, ya? Jarang ngomong gitu. Jadi kaku. Kamu takut?" Dia berujar sembari berdiri di sampingku, tapi aku hanya mengerutkan kening melihatnya. Habis heran sih ya. Otakku yang emang udah lemot mulai oleng.
"Apa, sih?" katanya lagi.
"Sebenernya aku lebih takut sama kamu. Dateng-dateng sok akrab begini," ungkapku jujur, dengan wajah polos tanpa dosa.
Cowok ini malah tertawa, makin ganteng sih. Duh, bisa nggak fokus kerja aku kalau ketemunya orang-orang kece kayak begini.
"Perkenalkan, namaku Kaisar. Panggil Abang Kai juga nggak papa. Aku ini adik Kak Raja."
"Raja?"
Ini aku berada di dunia antah berantah mana ya Allah. Kenapa ada Kaisar, Raja. Jangan-jangan aku ini ratu yang kehilangan ingatan pula. Bah!
"Masa nggak tahu, sih? Nama orang yang kamu temui di bawah itu Laksana Raja. Panggilannya Raja. Ya emang bener kayak Raja sih dia."
Owalah! Wah! Ternyata nama-nama mereka unik juga, ya. Tapi bagus. Nggak kayak namaku. Mana ada orang namanya Nama Lengkap. Duh, jadi dongkol lagi kan aku.
Kaisar memberiku aba-aba untuk mengikutinya, menuruni anak tangga lalu masuk ke sebuah ruangan.
"Nah, ini kamar kamu! Tara!"
Tangan Kaisar menari-nari menunjukkan tempat tidurku. Dia bertingkah kayak anak SD aja. Cih. Padahal umurnya paling juga udah kepala dua. Kepalaku menoleh melongok ke ruangan yang .....
Masya Allah, Allahu Akbar.
Aku harus berucap takbir berapa kali ini ya Allah?
"Wow! Ini bener-bener kamar pembantu?" tanyaku.
Kamar ini bagus banget, lho. Fasilitas lengkap, guede pula. Bahkan aku yakin lebih gede dari tempat tinggalku sebelumnya.
"Eh? Siapa bilang di sini kamu jadi pembantu?"
"Hah?"
"Pak Dahlan belum cerita, ya?"
Aku menggeleng bingung
"Ck! Emang nggak bisa diandelin. Masa gini aja musti aku yang nerangin."
Ini bener, deh. Aku makin lemot rasanya. Maksudnya apa? Aku kan ngelamar di sini emang jadi pembantu.
"Bukan, kamu di sini tuh, sebagai calon istrinya Kak Raja."
"Apa?"
~bersambung
Attention
- CERITA INI SUDAH PERNAH TAMAT DAN SEDANG DIREPOST ULANG SAMPAI SELESAI
- YANG TIDAK SABAR, BAB UTUH TERSEDIA DI KARYAKARSA primamutiara_ (Link ada di bio wattpad) HARGA MULAI RP. 2000 SAJA PERBABNYA
- TERSEDIA JUGA DALAM BENTUK NOVEL CETAK DENGAN BANYAK BONUS
Cerita ini akan super duper halu dan bikin kamu senyum-senyum sambil nangis terus gigit bantal saking gemesnya.
Nah, lho.
Makin-makin apa nih kalian setelah baca ini? Wkwkwkwk
Pim
Pati, 16 Maret 2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro