Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

11. Alasan

Aku memperhatikan Si Kere yang tengah ngos-ngosan. Entah bagaimana cara dia bisa masuk rumah ini. Pintunya kan pakai gerbang otomatis, pun juga ada satpam dan pelayan yang bersiap menghadang.

Kayaknya dia pakai ajian menghilang pas lagi sayang-sayangnya, deh.

Kan jago banget tuh bocah mainin anak gadis orang. Ya kali kan bisa buat masuk ke sini tanpa ketahuan.

Eh, tapi kalau diinget-inget lagi, pernah juga dia jadi maling di komplek sebelah rumah. Sampe aku marahin dia buat tobat. Kan nggak berkah ya rezeki hasil mencuri itu.  Sesusah apa pun kita, harus mencari uang dengan cara halal. Biar jadi daging, bukan dosa. Dan syukur Kere mau denger. Kayaknya dia pakai kemampuan maling profesionalnya juga buat ke sini.

Nih anak emang nekat!

"Tunggu!" Dia menghampiri kami, lebih tepatnya aku yang tengah berdiri melongo saking kagetnya. "Nam, mana?"

"Hah?"

"Siniin deh kontraknya!"

Kalau dalam situasi biasa nih, aku bakalan geplak kepala Si Kere, tapi berhubung aku dalam mode bego bego imut. Jadinya ya pasrah aja kertas yang aku bawa direbut sama dia.

Kere membaca kertas itu, alisnya menukik, dahinya mengerut, tangannya menggenggam dengan erat. "Apaan-apaan, nih?"

Ini dia nggak bentak aku lho, ya. Kere melempar kertas itu ke meja Raja.

Eh, omegod, astaga, astagfirullah. Ini malah lebih parah. Si bocah kampret kesambet setan apa? Bisa kabur pundi-pundi uangku.

"Re!" Aku menyergahnya, dan bukannya takut tuh anak malah natap balik aku, mana nyeremin banget lagi. Jadi takut kan.

"Lo diem dulu. Duduk."

Dan bodonya, aku nurut dong. Duduk cantik deh sambil jadi penonton. Tinggal bawa popcorn kalau bisa. Lihat bergantian reaksi Si Kere sama Tuan Raja Yang Terhormat. Beda sama Kere yang udah dalam mode sangar. Nih jutawan---atau milyarwan, ya?---kalem-kalem aja.

"Jelasin! Kemarin katanya kalian cari pembantu, makanya gue rekomen Nama. Kenapa malah jadi kayak begini."

"Tenang, dulu." Pak Dahlan buka suara.

"Nggak bisa. Nggak ada aturan kayak begini."

"Duduk!" tegas Pak Dahlan, nggak kalah galaknya.

Ya Allah, kenapa orang-orang di sini kerasukan setan semua. Cuma Nama yang waras. Iya, tumben banget otakku jalan dengan benar hari ini.

"Kami cuma bilang, kami akan mengajukan sebuah pekerjaan menjanjikan. Tidak pernah berkata mencari pembantu."

"Lalu kenapa milih Nama? Kenapa nggak cewek lain aja. Banyak yang lebih cantik dan nggak bego kayak dia."

Eh, buju buneng! Ini bocah minta ditampol apa, yak? Aku masih di sini, woy! Pake ngatain bego lagi.

"Untuk masalah itu biar menjadi urusan internal kami."

"Nggak bisa, nggak bisa."

"Kamu---" Suara Pak Dahlan berhenti saat Raja mengodenya dengan tangan. Widih, bisa ya Pak Dahlan langsung kicep, kayak ada tombol on-off-nya gitu.

"Baik, saya jelaskan. Silakan duduk dulu." Raja nih ngomongnya kalem tapi tegas gitu. Bikin makin kesengsem, deh. Eh, Nama! Inget isi kontrak, woy! Jangan baper!

"Sepertinya Nama juga berhak tahu kenapa saya memilihnya."

Aku mendongak menatap Raja yang ternyata juga melihatku. Kami jadi tatap-tatapan. Moga aja dari mata turun ke hati, nih. Please, kamu aja yang baper ya, Raja. Jangan aku.

Kere akhirnya diem, dan menuruti perintah Raja. Dia duduk di kursi kosong yang ada di sampingku. Ia sempat melirikku galak, sepertinya lagi sensi banget ini bocah.

"Kenapa saya memilih Nama?"

Aku menajamkan indera pendengaran. Kalau dipikir-pikir aku memang tidak tahu kenapa dia memilihku untuk menjadi calon istri pura-puranya. Sedangkan masih ada milyaran cewek di seluruh dunia yang bisa dia pilih dengan tunjuk jari saja.

"Karena saya sudah mengenalnya dari kecil."

Eh, sebentar. Kenal dari kecil? Kapan kenalannya? Kok aku nggak sadar. Kalau aku kenal sama cowok kayak Raja dari dulu mah udah aku pepetin kali. Nggak mungkin lolos lah.

"Lewat cerita Nenek Gayung."

Ah ya, ada poin yang terlewat. Dari awal dia memang menyebutkan nama Nenek, dan aku belum bertanya tentang hal itu.

"Nenek Gayung adalah pengasuhku dari kecil. Dia sering bercerita tentang cucu satu-satunya." Raja menatapku lagi, mampus! Jantungku berdetak lebih kencang, nih.

Kalem yok, kalem. Belum juga mulai, udah loncat-loncatan begini, seneng ya lo ditatap sama cowok ganteng.

"Dan akhirnya dia berhenti dengan alasan ingin merawat cucunya itu."

Oh, begitu. Ah ya. Nenek kan memang mempunyai pengalaman perbabuan yang lebih senior daripada aku. Jadi dia bekerja untuk keluarga ini sebelumnya? Hebat bener. Kenapa dia nggak pernah cerita?

"Jadi, saya berpikir. Saya akan lebih nyaman untuk melakukan misi ini dengan orang yang sudah saya kenal, meski tidak secara langsung. Itu tidak penting. Saya juga sudah memata-matainya sedari dulu. Dan dia masuk kualifikasi."

Raja memata-matai aku? Kapan? Di mana? Jangan-jangan dia membayar orang untuk selalu mengikutiku, merekam segala aksiku. Kayak apa tuh namanya pizzarazi? Jadi laper. Kan aku belum makan nasi, masa mau makan roti? Nanti nggak kenyang lagi.

Eh, tapi ... kalau Raja sudah mengamatiku dari dulu, jadi dia tahu segala sikapku yang gak jelas itu, dong. Malu aku malu, pada semut merah. Mukaku juga langsung merah, woy!

"Sekarang, biar Nama sendiri yang memilih melanjutkan pekerjaan ini atau tidak. Dan kamu tidak usah ikut campur dengan urusannya. Bagaimana Nama?"

Mataku berkedip, bingung. Mengetahui fakta baru ini bukan membuatku ragu, tapi malah tambah yakin. Berarti Raja tidak asal cap cip cup mencari orang. Dia benar-benar memilihku dong?

Kok jadi seneng?

Pelan, aku mendengar geraman Kere. Pandanganku langsung teralih ke arahnya. Dia sepertinya malah jauh lebih emosi dari sebelumnya. Cengkeramannya pada tangan kursi semakin kencang.

Aduh, gimana, nih?

"Jangan hiraukan dia. Jawab saja sesuai hatimu."

Aku menelan ludah. Ya gimana ya. Sayang sih melewatkan kesempatan ini. "A-aku ..." Aduh, kenapa lidah jadi kelu segala nih. Harus mantep, Nam. Harus mantep. "Aku bersedia."

Mendengar jawabanku Raja tersenyum, senyum jumawa seolah dia telah memenangkan sebuah perang.

Tapi, mendadak bulu kudukku kok merinding ya. Aku melirik takut-takut ke sebelah. Di sana, Kere sedang melototiku. Aduh, jangan nyeremin kayak gini terus dong, Re.

Hanya butuh beberapa detik sampai akhirnya dia menghela napas, memalingkan pandangan.

"Ya sudah, tapi gue juga mau kerjaan di sini."

Kamu mau apalagi, Bocah?

"Gue mau jadi bodyguard Nama."

Eh apa? Apa?

~bersambung

Attention

- CERITA INI SUDAH PERNAH TAMAT DAN SEDANG DIREPOST ULANG SAMPAI SELESAI

- YANG TIDAK SABAR, BAB UTUH TERSEDIA DI KARYAKARSA primamutiara_ (Link ada di bio wattpad) HARGA MULAI RP. 2000 SAJA PERBABNYA

- TERSEDIA JUGA DALAM BENTUK NOVEL CETAK DENGAN BANYAK BONUS

Semoga kalian masih suka.

Minta doanya juga, ya.

Lagi gak enak badan, hiks.

Kayak flu biasa, tapi karena ciri-cirinya hampir sama dengan virus yang lagi viral. Jadi parno sendiri. Hahaha.

Yang dipikirin bukan cuma aku, tapi si bocil yang masih nyusu. Nggak mau ada apa-apa dengan kami berdua karena kami masih saling membutuhkan dan tidak bisa berpisah. Bahkan nggak pernah lebih dari satu jam jauh dari dia. Hiks.

Kok aku jadi mellow gini, yak? Efek sakit kayaknya. 😅😅

Tapi tenang aja, aku masih berusaha update, kok.

Semoga masalah ini cepat reda, biar kita bisa beraktifitas seperti semula.

Dan please. Jangan mudik-mudik dulu.

Pim tahu beberapa dari kalian kangen keluarga, tapi nggak tahu kan kalo kalian itu carrier atau bukan.

Tidak mudik dulu, berarti menyayangi keluarga dan teman-temanmu di kampung halaman.

Stay healthy dan stay safe teman-teman. 😘😘😘

Salam Zeyeng.

Pim!

Pati, 25 Maret 2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro