Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Stalker Dadakan

Mobil BMW i8 itu memasuki pelataran anak perusahaan AG-Group. Kedatangan Brian ke sana membuat semua jajaran dewan direksi gelagapan. Tidak ada pemberitahuan sebelumnya, Brian sengaja datang ke sana untuk melakukan inspeksi mendadak guna mengetahui bagaimana jalannya anak perusahaan milik keluarganya yang berpusat di bidan produksi makanan.

Para jajaran direksi bergegas menuju lobby untuk menyambut kedatangan Brian. Mereka begitu gugup, tidak tahu harus melakukan jika berhadapan dengan Brian secara langsung. Kedatangan tiba-tiba Brian ke sana bukanlah kali pertama, Brian terakhir kali datang ke sana adalah lima bulan yang lalu, dengan berakhirnya masa kerja 20 orang atas pemecatan masal yang Brian lakukan karena pekerjaan mereka yang dianggapnya tidak becus.

"Siapkan ruang rapat sekarang juga!" ujar Brian dengan nada yang tegas tidak terbantahkan.

Mereka lantas menuruti apa yang diinginkan oleh Brian, Pak Rosyid selaku penanggung jawab anak perusahaan itu menyambangi Brian dengan tubuhnya gemetaran. Lelaki paruh baya itu menunduk hormat.

"Pak Brian, maaf atas semua yang telah terjadi akibat kelalaian saya," ucap Pak Rosyid mengakui kesalahannya di depan Brian.

Brian menatapnya sekilas, lalu memalingkan wajahnya acuh tidak peduli. Semua orang bisa mengucapkan maaf, tapi jika semua orang dimaafkan maka mereka tidak akan pernah belajar dari kesalahannya. Pekerjaan merupakan tanggung jawab menurut Brian, mereka yang mempermainkan pekerjaan haruslah diberikan pelajaran karena banyak orang di luar sana mengantre demi mendapatkan pekerjaan seperti mereka namun mereka malah menyia-nyiakannya.

Hafif mempersilahkan Brian masuk ke dalam lift karena ruangan rapat telah siap. Brian menatap semua orang.

"Datang ke ruangan rapat secepat mungkin!" ucapnya menggema di seluruh penjuru lobby yang mampu membuat semua orang bergidik ngeri.

Brian memasuki lift, Hafif menekan tombol di lantai tujuh di mana ruangan rapat berada. Brian menatap lurus pintu lift hingga pintu itu terbuka dalam beberapa menit kemudian. Brian melangkah dengan tegap memasuki ruangan rapat. Hafif meminta staf untuk menyediakan minuman.

"Entah apa pekerjaan mereka!" kesal Brian.

Mengapa mereka tidak becus dalam pekerjaannya, hingga mampu kecolongan sebesar dua miliar rupiah. Tidak lama kemudian sepuluh jajaran direksi datang menghadap Brian, mereka duduk di kursi yang kosong.

Brian mendongak menatap mereka semua. "Memangnya aku meminta kalian duduk?" tanya Brian membuat sepuluh orang berpakaian jas rapi lantas berdiri.

"Ma-maaf, Pak," jawab mereka gugup secara kompak.

Hafif mati-matian menahan tawanya, jika di luar para jajaran direksi itu akan menyombongkan jabatannya. Maka di depan Brian mereka seperti burung yang telah kehilangan sayapnya. Semua orang meringsut ketakutan, hidup mereka sedang berada di ujung tanduk sekarang ini. Siapa yang tahu bagaimana kelanjutan hidup mereka ke depannya?

"Jelaskan sekarang juga!" teriak Brian menggebrak meja di depannya hingga gelas berisi kopi di sana menjadi berantakan.

Salah satu dari mereka memberanikan diri menjelaskan, bahwa uang yang dibawa Sandy adalah uang produksi yang akan diserahkan kepada pabrik tempat produksi. Kepala Brian semakin memanas, uang sebanyak itu tapi tidak ada yang mengawasinya.

"Ini keteledoran saya, Pak. Saya terlalu percaya kepada saudara Sandy," sesal salah satu di antara mereka mengakui kesalahan.

"Hafif! Pecat mereka semua, jangan sampai barang-barang mereka tersisa di kantor ini, bahkan jejak kaki mereka harus bersih dari sini. Sekarang juga!" teriak Brian kepada Hafif.

"Silahkan membereskan barang-barang Anda sebelum kami meminta tim keamanan mengusir kalian," pinta Hafif dengan penuh hormat.

Semua jajaran direksi terbelalak, mereka sudah menebak jika kejadian pasti akan terjadi. Tapi mereka tidak habis pikir Brian akan sekejam itu terhadap mereka.

Hafif meminta semua orang untuk secepatnya meninggalkan ruangan sebelum kemarahan Brian semakin menjadi-jadi. Brian mengusap wajahnya dengan kesal, mengapa harinya selalu saja disusahkan oleh para pekerjanya?

"Hafif, cari tahu saja tentang rumah dan keluarga si Sandy berengsek itu," perintah Brian kepada Hafif.

"Baik, Pak. Anak buah kita sudah menjalankan tugas, saya telah mendapatkan informasi detailnya," jawab Hafif.

"Bawa ke mari," kata Brian.

Hafif menyerahkan tablet kerjanya, menunjukkan media sosial Instagram milik Zakia.

"Putri tunggal dari Pak Sandy, namanya Zakia Edelweiss, baru semester delapan," jelas Hafif.

Mata Brian menatap lekat foto-foto postingan dari Zakia. Kebanyakan postingan itu adalah kegiatan out dor kampusnya. Sepertinya Zakia sangat aktif mengikuti organisasi. Tangan Brian dengan asal menekan postingan video Tiktok yang Zakia upload beberapa hari yang lalu. Tanpa sadar Brian tersenyum geli, gadis itu tengah memperagakan parody Akang Gendang dari penyanyi dangdut Ayu Ting-Ting.

Lalu jemari Brian kembali membuka postingan di bawahnya. Foto di mana Zakia tengah memakai celana jeans dan atasan tanpa lengan memamerkan lengannya seputih susu. Wajah cantik khas orang asia, bibirnya tipis, dan tanpa polesan make up tebal seperti para wanita yang pernah menghangatkan ranjangnya.

Sesuatu di balik celana kain kerja Brian memberontak, di bawah sana sesuatu itu ingin segera merasakan kehangatan dari gadis cantik yang fotonya tengah Brian tatap dengan intens.

"Malam ini kita datangi dia, enak sekali putrinya hidup tenang saat ayahnya sudah membuat kekacauan di kantorku!"

Segera setelah malam tiba mereka melaju menuju rumah Sandy. Sepanjang perjalanan Brian terlihat sedang sibuk dengan ponselnya. Bagi Hafif yang telah mengenal bosnya itu sejak lama, ini merupakan situasi yang sudah cukup normal. Brian memang temperamental, tapi di luar itu ada juga sifat yang dikagumi oleh Hafif, yaitu sifat pekerja keras dari seorang Brian, tak tertampik bahkan hingga berada di posisi sukses seperti sekarang ini, Brian selalu serius dalam pekerjaan.

Tanpa Hafif tahu, Brian seharian ini menjadi seorang stalking. Brian seperti orang yang tidak punya pekerjaan, membuka semua media sosial Zakia hingga postingan pertama Zakia di Instagram.

"Kita sudah sampai, Pak," ujar Hafif yang memarkirkan mobil di tepi jalan, tidak sampai masuk ke dalam halaman rumah.

"Baik ayo kita beri dia pelajaran," jawab Brian yang langsung menyudahi kesibukannya dengan aktivitas terbarunya sebagai stalker.

Hanif mengetuk pintu rumah Zakia sedangkan Brian melihat-lihat halaman rumah dan sekitarannya. Meski agak lama dibukakan semenjak pintu diketuk, tapi akhirnya terdengar suara langkah kaki dari arah dalam rumah. Gagang pintu mulai berguncang sampai akhirnya pintu dibukakan oleh Zakia.

Dari jauh Brian terperangah melihat kecantikan Zakia. Tentunya sudut pandang Brian dan Hafif tidak bisa disamakan. Lelaki biasa seperti Hafif pastilah melihat Zakia tak ubahnya seperti wanita pada umumnya, apa lagi saat ini Zakia sedang demam, terlihat tidak selera sama sekali. Namun, berbeda dengan mata buaya Brian. Setelah banyak merasakan sensasi berbagai wanita, Brian setidaknya sangat paham kecantikan yang sebenarnya.

'Gadis ini cantik sekali, hanya perlu sedikit diberi perhiasan dan riasan yang mahal pasti dia akan terlihat seperti seorang putri dari negeri dongeng,' batin Brian.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro