Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Malam Selasa

Malam yang pekat dan dingin itu meniupkan nafsu birahi lelaki berwajah blasteran Indonesia-Amerika. Brian Fathir Agler, sorang pengusaha sukses yang tajir melintir tujuh turunan. Wanita malam itu membantu Brian melepaskan jasnya saat dia sedang menenggak minuman keras menghadap pada jendela kaca hotel yang menerawang seluruh kota dengan lampu-lampu khas aktivitas di malam hari.

"Ayo Honey, kita nikmati malam ini," bisik wanita yang pakaiannya kini tak lagi menempel sempurna di tubuhnya.

Wanita itu sudah tidak tahan untuk segera disentuh oleh lelaki pujaan para wanita seperti dirinya. Malam itu, dia merasa beruntung mendapatkan kesempatan merasakan kehangatan dekap hangat sang Casanova one night stand. Sudah lama sekali, Brian selalu berada dalam mimpi sensualnya dalam membayangkan percintaan luar biasa.

"Yah tentu, memang itulah yang aku harapkan darimu."

Itulah gunanya Brian menyewanya, untuk menghangatkan dirinya sebagai seorang single di usianya yang selalu membutuhkan pelepasan hasratnya seperti lelaki normal pada umumnya.

Brian membuka dasinya yang mencekik itu lalu dilanjutkan dengan membuka helai demi helai pakaian mahal yang dia kenakan. Pelacur itu memang lihai membuat jantung lelaki berdebar begitu derasnya. Pada setiap fantasi Brian yang liar ada pemenuhan sensasional yang diberikan pelacur itu dengan jasa terbaik.

Suara musik dari handphone kiranya saat itu dinyalakan dengan volume maksimal agar menyamarkan erangan dari keduanya. Pelacur itu menggamit seprai beriring napas kelegaan yang dia keluarkan. Manik mata Brian yang kecokelatan itu terlihat lebih tajam dari sebelumnya. Tempo semakin cepat, sedangkan pelacur itu mengerjapkan mata dan sangat menikmati.

Malam itu ranjang yang disewa mahal oleh Brian di hotel bintang 5 sudah tidak karuan lagi bentuknya. Bantal-bantal berjatuhan dan selimut tebal itu terlempar jauh hingga ke sudut ruang kamar yang luas dan megah. Meskipun dinginnya kamar senada dengan dinginnya kulkas tapi suhu tubuh dua manusia bejat itu sama panasnya layaknya microwave yang memanggang roti.

Tidak heran jika Brian begitu gemar melakukan perbuatan terkutuk itu dengan berbagai wanita jalang yang disewanya. Setidaknya kehidupan yang glamor punya andil besar apalagi pekerjaan yang begitu menyita waktu membuatnya mengalami penat fisik dan pikiran yang tak bisa dijelaskan. Brian menuntaskan kelelahannya dimalam selasa yang syahdu itu

Dret ... dret ... dret .... Suara notifikasi panggilan masuk terdengar dari handphone Brian, sehingga membuatnya harus menyudahi gerakannya yang semakin vulgar.

"Ada apa? Kenapa kau menggangguku malam ini?!" bentak Brian kesal.

"Maaf, Pak, ada masalah yang perlu saya sampaikan kepada Anda," ujar Hafif.

"Are you stupid? Apa kau tidak tahu kalau ini malam selasa, tidak ada yang boleh menggangguku apalagi hanya karena masalah pekerjaan!" pekik Brian dengan nada keras.

"Maaf Pak saya benar-benar lupa karena terlalu panik. Salah satu manager di anak perusahaan AG-Group kedapatan menggelapkan segelondong uang perusahaan, bahkan mencapai dua miliar rupiah," balas Hafif terbata-bata.

Manik mata Brian menggelap. "Apa? Siapa orang yang berani mengkhianatiku kepercayaanku itu, cari mati ni orang!"

"Namanya Sandy, Pak. Manager dari AG-Food."

"Kalau saja aku bertemu dengannya, akan aku patahkan tangan orang tua itu. Segera ringkus dia ke penjara, besok pagi aku ingin semua sudah beres."

Brian memijat keningnya yang kini berdenyut hebat. Beraninya seorang manager perusahaan menggelapkan dana. Kurang apa dia sebagai owner yang selalu memberikan gaji sesuai pekerjaan dan bonus tunjangan.

"Siap Pak malam ini juga pihak kepolisian akan menindak lanjuti kasus korupsi ini."

Brian meletakkan handphone-nya di atas meja kemudian duduk di kasur sambil mengurut keningnya yang mendadak pening. Kejadian mengejutkan ini setidaknya telah membuat mood Brian rusak. Brian bukan hanya memikirkan uang dua miliar yang raup, lebih dari pada itu, dia sangat marah karena kepercayaannya dikhianati. Brian masih tidak dapat percaya kalau ada penghianat di bisnisnya yang sedang pesat-pesatnya.

Tanpa busana pelacur itu kembali menggoda Brian, bahkan mengelus pipinya dengan lembut lalu berusaha membuat Brian kembali merebahkan badan di atas tubuhnya yang mulus dan montok itu.

Pelacur itu tidak tahu kalau Brian memiliki sifat temperamental yang membuatnya tidak segan berbuat kasar kalau mood-nya sedang tidak bagus. Brian menepis tangan halus yang mengusap pipinya itu, lalu mengucapkan kata yang tidak pantas.

"Pergilah dari sini, tugasmu sudah selesai." Brian telah kehilangan geloranya malam ini.

"Apa kau sudah tidak kuat? Kita kan baru bermain satu ronde, ayo kita melanjutkannya lagi sampai aku tidak tahan," bisiknya dengan lembut yang sudah seperti bisa cobra yang paling beracun.

"Aku sudah tidak tertarik lagi, kalaupun aku masih ingin melakukannya tentu aku akan menyewa wanita yang lain. Kau sudah hina cepat pergilah."

"Aku memang wanita hina. Justru kepuasan mudah didapatkan oleh lelaki hidung belang seperti Anda karena ada wanita hina seperti kami kan. Ayolah satu ronde lagi saja, aku belum mencapai klimaksku."

"Enyahlah kau wanita setan! Atau aku akan memaksamu keluar tanpa sehelai pun benang yang menutupi tubuhmu yang murahan itu," bentak Brian tidak sabar.

"Ba-baiklah aku pergi." Pelacur itu takut dan murung. Dia membersihkan tubuhnya di kamar mandi dan memakai kembali pakaiannya, setelah itu dia lekas pergi.

Tidak lama setelah pelacur itu pergi Brian langsung membanting vas bunga yang merupakan properti hotel. Dia tidak segan melakukan itu mengingat dirinya sebagai salah satu pemilik saham terbesar di hotel itu.

"Ah dasar bajingan ... rasanya aku ingin menghajar keparat itu dengan tanganku sendiri. Tunggu saja pembalasanku, penderitaanmu tidak cukup hanya mendekam di penjara, aku akan menghancurkan hidupmu, bahkan keluargamu pun akan aku habisi."

Brian memantik korek api, menyulutnya pada rokok yang sudah dia apit di bibirnya yang penuh dengan umpatan kasar itu.

Bagi pengusaha kaya seperti Brian tidak masalah kalau membunuh satu atau dua orang, dia bahkan punya banyak kenalan orang-orang penting di Indonesia. Saat itu dia sedang mengelap pistolnya dengan dengan kain sambil membayangkan keluarga Sandy yang akan dia bunuh.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro