Pegal: Persamaan Garis Lurus
PEGAL
Starred by:
-Mat & Bintang-
ft. Wander yang numpang eksis
Sumpil, sumpah kek upil!
Begitulah filosofi hidup sesungguhnya di mata Bintang. Ah, tidak juga, deng. Testimoni ini hanya berlaku untuk hari Selasa yang-sayangnya-cerah sekali. Iya, Bintang memang tidak suka hujan yang selalu bikin rumahnya jadi biopori dadakan, alias beralih fungsi jadi penadah resapan air hujan yang bocor dari sudut-sudut atap. Akan tetapi, Bintang memberlakukan pengecualian untuk hari Selasa di jam keempat ini. Jam olahraga. Bintang, sih, mending hujan lebat biar lapang sekolahnya enggak bisa dipakai olahraga!
Kaki kerempeng itu menaiki anak tangga satu per satu, menuju kelasnya yang berada di lantai tiga. Paru-paru Bintang bagaikan ember bolong yang diisi air. Oksigen masuk sedikit, langsung dimuntahkan dalam bentuk karbondioksida.
Demi mendapati penampakan Bintang yang kacau tak terkira, Mat berdeham singkat. Dari tadi, kerjaannya hanya mengamati Bintang dan menambah stok kesabaran untuk terus menyamai langkah Bintang yang lamanya seperti menunggu hari Minggu. "Butuh bantuan?"
Gelengan heboh Bintang mendramatisir segalanya. "Tidak, Mat. Ini namanya perjuangan. Kalau mau jadi dokter forensik, aku tidak boleh ketergantungan."
Syukurlah kalau Bintang sudah tercerahkan begitu. Rasanya baru kemarin Mat memapah Bintang yang tepar di anak tangga dan menghalangi akses jalan orang-orang. "Makanya sering-sering olahraga, Bi. Kalau kamu udah terbiasa, penilaian lari keliling lapangan enggak akan jadi masalah." Sudut bibir Mat terangkat sekilas. "Tapi dapat sembilan putaran selama lima belas menit itu udah keren, kok, Bi. Nice. Tinggal bangun habit-nya aja, melatih daya tahan dan kebugaran kardiovaskular. Besok-besok, kalau aku ajak lari pagi, jangan malah tidur lagi."
Tidak ada satu kata pun yang terlontar dari mulut Bintang. Betul! Kalau sudah menyangkut olahraga, Bintang akan cosplay jadi anak introver yang cool abis, alias napasnya udah habis duluan, coy! Peduli amatlah walau dapat omelan. Sebelum balas meluncurkan berjuta kalimat pembelaan yang epik, ada baiknya Bintang mengatur pernapasannya dahulu. Ya kali ngamuk elit, napas sulit?
Baru sampai di depan bingkai pintu kelas, Bintang yang masih ribut ngos-ngosan sendiri itu langsung membiarkan tubuhnya oleng ke depan, menjeplak di lantai seperti cicak sekarat. Warga kelas yang baru berdatangan dari luar pun hanya melangkahi jasad Bintang tanpa perlu repot-repot berkomentar, sudah tak aneh lagi dengan pemandangan yang ada.
Mat berinisiatif menyerahkan botol minumannya ke arah Bintang. "Rileks coba. Tarik napas dalam-dalam, buang perlahan."
Sayangnya, telinga Bintang mendadak disfungsi. Dengan napas yang masih berantakan seperti hidup, Bintang langsung menyambar botol Mat, lalu meminumnya dengan brutal. Jadilah air mineral itu muncrat kembali, keluar dari mulut Bintang yang heboh terbatuk-batuk. Amboi. Kelas XI MIPA-1 sudah seperti panti jompo saja, rasanya. Masih sabar walau terkena percikan H2O bercampur enzim ptialin dari ludah Bintang, Mat sigap menepuk-nepuk punggung anak perempuan itu.
"Kalem dikit, Bi. Dikit aja, kalau emang enggak mampu."
Setelah keributan Bintang mulai mereda, barulah anak perempuan itu tersadar, melirik jam dinding yang tergantung di depan kelas. "Ah, udah mau masuk jam matematika peminatan! Mana bisa fokus kalau lagi pegal gini!"
Keluhan Bintang digubris Mat dengan cengiran, matian-matian menahan tawa. "Bagus, tahu. Pegal itu emang bagusnya diobati sama pegal lagi, persamaan garis lurus. Sekarang materi kedudukan garis terhadap lingkaran, Bi. Kesukaan kamu, 'kan?"
Jerit nelangsa menggantung di langit-langit kelas. Mau tak mau, meski kakinya teramat berat untuk melangkah, Bintang pun tetap menuju toilet putri untuk mengganti pakaian olahraga ke seragam putih-abu. Apa boleh buat.
Bintang keluar kelas bareng Mat, tetapi lelaki itu yang lebih dulu kembali. Diedarkannya pandangan ke sekeliling kelas untuk memindai hawa keberadaan makhluk abstrak itu. Tidak ada. Sindrom mageran Bintang tidak akan kambuh di toilet, 'kan? Masa rebahan di kamar mandi, sih? Mat menemukan Wander yang sedang asyik mengintip catatan matematika peminatan di bangkunya. Laki-laki itu pun meminta konfirmasi. "Wander! Bintang belum balik, ya?"
"Belum." Anak perempuan itu melayangkan tatapan menyelidik tiba-tiba. "Sebenarnya, persamaan garismu apa, sih, Mat?"
Tak mengira Wander akan melanjutkan konversasi, Mat mengangkat alis. "Hah?"
"Persamaan garismu." Wander tersenyum penuh arti. "Kamu, kan, ahli matematika-nya Persatas, Mat. Ngitung diskriminan, sih, sekedipan mata juga beres. Dua detik bisa langsung tahu kedudukan suatu garis terhadap lingkaran itu memotong, menyinggung, atau tidak memotong tidak menyinggung. Tapi kenapa kamu enggak pernah bisa terus terang soal kedudukan garismu terhadap lingkar kehidupan Bintang? Pura-pura enggak tahu, atau emang persamaannya serumit itu, hm?"
Mat cengo. Iya, Mat juga tahu kalau otak Wander memang miring ... tapi tak ia sangka gradiennya bisa sampai sebesar ini.
Ah, ada satu kenyataan lagi yang baru Mat sadari hari ini. Selain otak, ternyata PeGaL-persamaan garis lurus-juga bisa bikin pegal hati dan pegal jiwa. Sejak kapan ada penelitian teori friendzone lewat pendekatan matematika? Penyalahgunaan dan kesewenang-wenangan yang hakiki!
Part ini gaje banget, wkakaka. Tadinya mau ungkit ulang status friendzone Juno-Iris, tapi karena judulnya Matematika banget, yaaa jelas part ini dimiliki Mat seutuhnya dong🤪 Bulan depan siapa yaaaa. Juno atau Kiano + Kimia, mungkin?😘
C u!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro