19. Celaka
Vijendra merasa senang menghabiskan waktu bersama Kanaya. Semenjak pengungkapan perasaan kemarin, ia lebih sering mampir ke tim ahli gizi. Tak hanya itu saja, untuk pertama kalinya ia mentraktir semua karyawan di kantin.
Merasa senang cintanya diterima oleh Kanaya. Vijendra memutuskan pernikahan bersama Arawinda, ia jujur kepada kedua orang tuanya. Bahwa bukan Arawinda yang ia mau, bahkan kalaupun dipaksakan. Pasti tidak akan berjalan dengan baik, hanya akan menyisikan luka saja. Maka dari itu, Vijendra membatalkan pernikahan tersebut.
"Seneng banget lo," cibir Adam, mulai merasa muak melihat wajah Vijendra senyam-senyum pada saat awal rapat serta akhir rapat.
"Senyum 'kan sebagian dari ibadah. Wajar dong, sebagai Bos yang baik, harus banyak senyum," dalih Vijendra membusungkan dada penuh percaya diri.
Adam memutar mata ke arah lain, raut wajah berubah menjadi mual melihat kepercayaan diri Vijendra naik berkali-kali lipat. Sebenernya Adam tahu kenapa laki-laki itu tampak begitu bahagia. Beda memang kalau orang yang kasmaran.
"Pertemuan dengan klien Jepang di handle sama gue atau lo sendiri yang terbang ke sana?" Adam mengalihkan topik pembicaraan setelah melihat jadwal rapat kembali dengan klien dari Jepang, membicarakan kontrak produksi makanan kaleng kolaborasi dengan Jepang.
"Sama lo aja, Dam. Gue sibuk handle perusahaan cabang, soalnya ikan kalengan yang harusnya produksi bulan sekarang banyak yang busuk."
Adam mengangguk mengiakan, memang pada saat rapat tadi mereka membahas soal perusahaan cabang yang sedang bermasalah dalam pembusukan ikan kaleng. Pasti penyebab dari pembusukan tersebut salahnya perhitungan data organoleptik, juga terjadinya pembusukan dalam penangkapan ikannya.
Ketukan pintu ruang rapat, membuat kedua laki-laki dalam ruangan tersebut saling mendongak dan menatap. Lalu menyahuti, menyuruh orang dibalik pintu tersebut untuk masuk.
Pintu terbuka, memperlihatkan Kanaya beserta Imelda memasuki ruang rapat bersamaan dengan map merah yang berisikan data-data dari pembusukan ikan kaleng dari perusahaan cabang.
"Ini hasil data uji organeleptik yang sudah kami ujikan, Pak. Datanya menunjukan hasil, mengapa ikan tersebut mengalami pembusukan," ucap Imelda menyerabkan map tersebut kepada Vijendra.
Vijendra menerima, melihat sebentar data yang tersaji dalam kertas itu. Tak hanya uji organeleptik saja, data-data yang menunjukkan keakuratan dan kelayakan dari produksi ikan tersebut, tertata rapi per kalimat dalam dokumen yang sedang dibaca oleh Vijendra.
"Terima kasih atas kerja, Bu Imel," puji Vijendra.
Imelda mengangguk mengiakan, setelahnya pamit untuk kembali ke ruangannya. Namun, Vijendra menyuruh Kanaya untuk tetap berada di ruang rapat.
"Nay, mau temani aku bertemu klien?" Vijendra menawari diri, hitung-hitung jalan-jalan bersama Kanaya nantinya.
Kanaya terkejut sejenak, menatap sebentar ke arah Adam yang juga ikut menatap dengan bingung. Ingin menolak pun sungkan, terlebih ajakan tersebut, merupakan ajakan berbisnis. Mau tidak mau, Kanaya menganggukan kepala dengan pelan.
"Bagus. Ayo!"
Belum juga menjawab, Vijendra sudah lebih dulu meraih tangan Kanaya. Mengenggam erat sambil menariknya melangkah lebar meninggalkan ruang rapat. Adam yang melihat hal tersebut mendengkus kasar.
"Dasar bucin!"
***
Amarah Arawinda meluap-luap, melihat sejoli di depan sana tengah bermesraan sambil tertawa tanpa beban. Seolah-olah mereka tengah menertawakan dirinya yang sedang galau ditolak kembali oleh Vijendra.
Sungguh, rasanya begitu nyeri di ulu hati melihat mereka tertawa bahagia di sana. Tak rela melihat seseorang yang selama ini ia kejar dan berusaha dapatkan, malah didapatkan oleh orang lain.
Tangan mencengkeram kuat stir mobil. Otak terasa buntu tanpa bisa berpikir panjang, selain mendengar suara-suara asing yang menyuruh untuk membunuh salah satu dari mereka. Arawinda tak tahan mendengar suara gaduh yang menyelimuti kepala serta telinga. Ia menunduk memegangi kepala, sampai suara klakson mobilnya sendiri berbunyi akibat tertimpa oleh keningnya sendiri.
Setelah dirasa tenang, Arawinda mengatur deru napas yang tak beraturan. Di balik matanya menyiratkan banyak sekali amarah yang terpendam. Sorot mata mengawasi Vijendra dan Kanaya sedang menikmati es krim di taman yang begitu jauh dari kantor. Untung saja suara klakon mobil Arawinda tadi, tak membuat mereka terganggu.
Tepat saat Kanaya akan menyebrang untuk membeli kacang tanah, Arawinda bersiap menyalakan mesin mobil. Mengubah posisi mobil menjadi di tengah, lalu menginjak pedal gas dengan kecepatan tinggi. Amarah dalam diri kian berkobar disuluti oleh api cemburu.
"Kanaya, awas!"
Vijendra menyadari bahaya menghampiri Kanaya. Ia berlari ke arah Kanaya sambil berteriak menyuruh gadis itu segera menyisi. Namun, terlambat ... Vijendra memelankan langkah larinya, menatap sendu ke arah depan sana.
Suara tubrukan keras terdengar memekakkan di jalanan sana. Tubuh Kanaya terpental ke samping kiri, kepala terbentur oleh pembatas trotoar. Sementara mobil yang menabrak Kanaya, melaju begitu cepat meninggalkan tempat kejadian. Membuat warga sekitar yang melihat kecelakaan tersebut tak bisa mengejar mobil yang kabur itu.
"Kanayaaa!!!"
Vijendra kembali berlari menghampiri Kanaya. Membelah kerumunan untuk memastikan bagaimana kondisi dari gadis itu. Tubuh Vijendra membeku kala melihat tubuh Kanaya sudah bersimbah darah.
Vijendra bertimpuh di tanah, memindahkan kepala Kanaya ke dalam pangkuannya. Lalu memeluk tubuh tersebut sambil berlinangan air mata. Baru saja ia merasakan kebahagiaaan yang luar biasa. Kini hatinya terasa linu melihat keadaan dari Kanaya.
"Cepat, panggilkan ambulance!" teriak Vijendra kepada semua orang yang turut ada di lokasi kejadian.
Rasanya begitu lama menunggu mobil ambulance, Vijendra membopong tubuh Kanaya dengan gaya bridal style mencari tumpangan ke rumah sakit. Untung saja seorang bapak-bapak berkumis tipis serta berkacamata, mengarahkan ke mobilnya.
Dalam perjalanan ke rumah sakit, suasana hati Vijendra terasa gelisah dan cemas. Berulang kali ia memanggil nama Kanaya, tetapi sang gadis tak merespons apa pun. Mana kepala Kanaya berdarah. Bahkan kemeja serta celana Vijendra ikut terkena darah tersebut.
"Nay, bangun!" Vijendra memanggil dengan pelan, sambil mendorong brankar yang untung saja para perawat begitu sigap menyambut kedatangannya.
Brankar tersebut didorong menuju UGD. Sesampai di sana, salah satu suster melarang Vijendra untuk masuk, menyuruh menunggu di depan UGD. Sungguh rasanya belum tenang kalau belum mengetahui kondisi Kanaya yang sebenarnya.
Raut wajah laki-laki itu tampak lesu, gelisah. Pikiran buntu, batin terus merapalkan doa untuk Kanaya. Langkah hilir-mudik di depan UGD menunggu salah satu dokter keluar memberikan kabar baik kepadanya.
Melihat dua suster yang hilir-mudik masuk ke UGD membuat Vijendra semakin dibuat resah. Jikalau sudah begitu, pasti luka yang didapat oleh gadis itu begitu parah.
"Jend!"
Adam tergopoh-gopoh menghampiri Vijendra. Begitupun dengan kedua orang tuanya. Sebelum sampai di rumah sakit, Vijendra sengaja menelepon Adam. Memberitahukan kondisinya yang sekarang. Ia takut terjadi sesuatu yang buruk bagi Kanaya.
"Dam, gue takut," ucap Vijendra pelan.
"Sayang, yang sabar, ya," ujar Vina, yang langsung memeluk tubuh Vijendra guna menyalurkan tempat ternyaman dikala sedang bersedih.
"Kamu harus yakin bahwa Kanaya akan baik-baik saja. Kekuatan cinta kalian akan menyelamatkan Kanaya. Berdoa sama Allah, semoga Kanaya disembuhkan dari segala rasa sakit akibat kecelakaan itu."
Vijendra menenggelamkan wajahnya di ceruk leher sang mama. Memeluk erat sambil menumpahkan tangisnya. Kalau sudah melihat orang yang dicintai terbujur bersimbah darah, membuat hati Vijendra menangis. Apalagi sebelum kecelakaan tersebut, Vijendra sudah membicarakan tanggal pernikahan mereka.
"Ma ... aku sudah menentukan tanggal pernikahan aku dengan Kanaya. Tapi sekarang ...."
Punggung Vijendra ditepuk pelan oleh Ariyanto. Pasti berat apa yang dialami oleh Vijendra. Begitupun dengan Vina, kembali mengelus pelan punggung anak laki-lakinya. Lalu melerai, menangkup wajah menyeka basah di pipi laki-laki itu.
"Percaya sama Allah, Jendra. Semua akan baik-baik saja, Kanaya akan baik-baik saja," tutur Vina.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro