23. Waktu dan Tenggara
Happy reading
****
Bening menatap jam tangannya, helaan napas muncul dari bibirnya, dirinya sudah menunggu Tenggara selama satu jam di Kafe tempat mereka janjian, di tambah lagi Tenggara tidak membalas satu pesannya sama sekali dan itu cukup membuat Bening kesal.
Tidak lam kemudian Tenggara datang dengan raut wajah bersalah.
"Bening maaf tadi aku ada urusan penting," ujar Tenggara duduk di depan Bening.
"Kamu udah nunggu lama?" tanya Tenggara.
Bening menatap Tenggara dengan kesal.
"Satu jam kak aku nunggu, dan itu buat aku kesel," ujar Bening.
"Maaf deh lain kali aku nggak telat lagi, janji," ucap Tenggara dengan tatapan penuh harap kepada Bening.
"Kalau gitu kamu mau pesen apa?" tanya Tenggara cepat berharap Bening tidak marah lagi.
"Aku udah nggak mood pesen lagi, kak Tenggara nggak liat aku udah pesen tiga minuman," ucap Bening jutek.
Tenggara meringis pelan saat melihat ada tiga gelas minuman di meja yang sudah kosong, tamat sudah riwayatnya saat ini.
"Kalau gitu mau ikut aku nggak?" tanya Tenggara.
Bening menatap Tenggara.
"Terserah," jawab Bening jutek.
"Kok terserah sih," ucap Tenggara.
"Namanya orang kesel jawabnya ya terserah dong!" ucap Bening jutek, tiba-tiba Tenggara tertawa karena ucapan Bening yang menurutnya lucu.
"Kok malah ketawa sih!" kesal Bening.
Tenggara langsung diam, dia segera berdiri dari tempatnya dan membawa tas Bening.
"Tuan putri mau pergi sekarang nggak?" Tanya Tenggara seraya tersenyum tipis.
Bening memutar bola matanya malas, dia segera berdiri dari tempatnya, Tenggara tersenyum karena hal itu, dirinya segera menggenggam tangan Bening dan mengajaknya kedalam mobil.
••••
Tenggara mengajak Bening ke studio Aspire.
"Kok kesini sih," jutek Bening, saat ini keduanya sudah berada di dalam studio, dan hanya ada mereka berdua di sana.
"Katanya tadi terserah,"ucap Tenggara.
"Atau mau cari tempat lain?" tanya Tenggara.
"Ogah males udah capek!" jawab Bening seraya duduk di sofa yang ada di sana.
Tenggara diam-diam menahan tawanya.
"Masih marah?" tanya Tenggara menyenggol lengan Bening.
"Hmm," ucap Bening lagi-lagi jutek.
Tenggara tiba-tiba mempunyai ide untuk menjahili Bening.
"Yaudah kalau masih marah terserah," ujar Tenggara, Bening seketika langsung memelotkan matanya.
"Kok ganti kamu yang ngambek sih kak!" kesal Bening.
Tenggara tidak bisa menahan tawanya lagi.
"Siapa yang ngambek, bukannya kamu yang ngambek," ujar Tenggara.
Bening hanya diam saja, sungguh dia kesal dengan Tenggara.
"Mau aku nyanyiin lagu nggak?" tanya Tenggara.
"Nggak mau!" jutek Bening.
"Yaudah kalau nggak mau," ucap Tenggara seraya mengambil gitar yang kebetulan tidak jauh dari posisinya.
"Nggak usah di dengerin kalau nggak mau," ucap Tenggara.
Bening hanya diam saja, dia memilih menggeser badannya menjauh dari Tenggara, sedangkan Tenggara dia mulai memainkan gitarnya dan menyanyikan lagu berjudul "Somebody Plesure" - Aziz Hedra.
I've been so busy, ignoring, and hiding
About what my heart actually say
Stay awake while I'm drowning on my thoughts
Sometimes a happiness is just a happiness
I've never been enjoyin' my serenity
Even if I've got a lot of company
That makes me happy
Di awal Bening masih tidak bereaksi apa-apa bahkan dia tidak menatap Tenggara sama sekali, tapi makin kesini Bening mulai memperhatikan Tenggara.
Soul try to figure it out
From where I've been escapin'
Running to end all the sin
Get away from the pressure
Wondering to get a love that is so pure
Gotta have to always make sure
That I'm not just somebody's pleasure
I always pretending and lying
Like I'm used to feel empty
'Cause all I got is unhappy
Happiness, can't I get happiness?
I've never been enjoyin' my serenity
Even if I've got a lot of company
That makes me happy
Soul try to figure it out
From where I've been escapin'
Running to end all the sin
Get away from the pressure
Wondering to get a love that is so pure
Gotta have to always make sure
That I'm not just somebody's pleasure, oh-ho-oo
It was in a blink of an eye
Find a way how to say goodbye
Bening benar-benar memperhatikan Tenggara, matanya tidak lepas untuk memandangi Tenggara, suara Tenggara sangat merdu di tambah iringan gitar yang melengkapi lagu, cukup membuat Bening terpesona.
I've got to take me away
From all sadness
Stitch all my wounds, confess all the sins
And took all my insecure
When will I got the love that is so pure?
Gotta have to always make sure
That I'm not just somebody's pleasure
Gotta have
Gotta have to always make sure
That I'm not just somebody's pleasure...
Tenggara menghentikan nyanyiannya, tanpa sadar Bening tersenyum tipis.
"Katanya tadi nggak mau dengerin," ucap Tenggara menggoda Bening.
Bening seketika merubah wajahnya menjadi datar karena terpergok Tenggara saat sedang tersenyum.
"Siapa juga yang dengerin!" jutek Bening.
Tenggara menaruh gitarnya, dia mendekat kepada Bening.
"Lucu banget sih kalau ngambek," ucap Tenggara seraya mencubit pipi Bening hal itu membuat Bening mengeluh kesakitan.
"Kak sakit ihh!!" keluh Bening.
"Jangan ngambek, aku susah bujuknya," ucap Tenggara seraya tersenyum menatap Bening.
Bening menatap Tenggara.
"Ngeselin banget," ucap Tenggara.
"Kali ini aja ngeselinnya sayang," ucap Tenggara.
Bening menghela napasnya pelan.
"Aku maafin," ucap Bening akhirnya.
"Gitu dong," ucap Tenggara seraya tersenyum menatap Bening.
"Jadi tadi lagunya gimana?" tanya Tenggara.
"Bagus aku suka," jawab Bening tanpa menatap Tenggara.
"Kalau sama aku suka?" tanya Tenggara.
Bening menatap Tenggara, dia kemudian memukul lengan Tenggara.
"Jawabannya udah jelas, nggak usah tanya," ucap Bening hal itu membuat Tenggara tertawa.
••••
Keesokan harinya.
Meja makan begitu sunyi pagi ini dan yang terdengar hanyalah suara dentingan sendok yang bahkan hampir tidak terdengar, suasana seolah begitu mencengkam, disinilah Tenggara berada di meja makan rumahnya, sebenarnya jarang sekali Tenggara makan pagi bersama keluarganya seperti ini, karena memang biasanya Tenggara akan lebih memilih makan di luar.
Tenggara dapat membaca raut muka orangtuanya yang sepertinya sedang perang dingin itu, tapi Tenggara mencoba tidak mengetahui apa-apa, dia hanya perlu menghabiskan makan paginya dan setelah itu berangkat ke kampus.
Papa Tenggara berdehem pelan, menyudahi kegiatan makannya.
"Tenggara," panggilnya.
Tenggara menghentikan kegiatan makannya lantas menatap Papanya.
"Ada apa Pa?" tanya Tenggara.
"Sebentar lagi kamu akan memasuki semester akhir papa harap kamu bisa lebih fokus ke kuliah kamu, dari pada manggung sana-sini nggak jelas," ucap Erik.
"Aku bisa atur waktu sendiri Pa, jadi Papa nggak perlu mempersalahkan hal yang seharusnya tidak di permasalahkan," ucap Tenggara datar tapi terdengar sangat tidak suka akan pendapat Papanya barusan.
Erik menghela napasnya pelan.
"Kamu itu buang-buang waktu Gar, keluyuran nggak jelas sama temen-temen band kamu itu," ujar Erik lagi.
Takk.
Tenggara meletakkan sendoknya hingga menimbulkan suara dentingan.
"Tenggara berangkat," pamit Tenggara dan segera membawa tasnya.
"Habiskan makanan kamu Tenggara," kali ini Mama Tenggara bersuara.
Tenggara tidak menjawab apa-apa dia segera beranjak meninggalkan meja makan.
Erik berusaha menahan emosinya yang hampir saja meluap, dia menatap Raya istrinya yang tengah melanjutkan makannya dengan santai.
"Aku benci dengan keadaan keluarga kita Raya!" tekan Erik.
Raya menatap Erik dengan wajah datar.
"Kamu pikir aku enggak, bahkan aku udah muak sama pernikahan kita yang sangat sia-sia!" ucap Raya dan memilih beranjak dari tempatnya meninggalkan Erik yang mengepalkan kedua tangannya.
Tenggara mengendarai motornya dengan segala kekesalan yang dia tahan dalam benaknya, perkataan Papanya tadi membuat dirinya ingin marah.
Tenggara mempercepat laju motornya, tapi ada hal yang membuat dirinya sedikit menajamkan pandangannya, baru saja Tenggara mendapati mobil Papanya melewati dirinya, Tenggara sangat hafal dengan nomor plat mobil milik Papanya itu, tapi hal yang membuat Tenggara bingung bukankah papanya tadi sudah bersiap untuk pergi ke kantor, tapi kenapa sekarang Papanya membawa mobil dan tidak melewati jalan menuju kantor.
Sebenernya Tenggara akan mengabaikan hal itu tapi tiba-tiba saja mobil yang di kendarai Papanya berhenti di pinggir jalan dan hal yang membuat Tenggara terkejut Papanya menjemput seorang wanita dan mempersilahkan wanita itu masuk ke dalam mobil.
Tenggara menghentikan motornya, dia terdiam di tempatnya mendapat Papanya mencium tangan wanita tersebut sebelum memasuki mobil, setelah itu mobil segera berjalan, karena hal itu Tenggara segera mengikuti Papanya diam-diam, dan yang membuat Tenggara terkejut Papanya berhenti di salah satu hotel dan lagi-lagi Papanya menggandeng tangan wanita itu dengan begitu mesranya.
Tenggara mengepalkan tangannya, dia lantas melepas helmnya begitu saja dan menghampiri Papanya.
Brakk!!
Tenggara melemparkan helmnya ke samping Papanya, hal itu membuat Erik dan wanita disampingnya terkejut, Erik menatap seseorang yang melempar helm tersebut dan betapa terkejutnya dia mendapati Tenggara yang menatapnya dengan tatapan yang begitu penuh kebencian.
"Tenggara," ucap Erik.
"Dia siapa sayang, kamu kenal?" tanya wanita itu, seketika Erik melepaskan tangan wanita di sampingnya itu.
"Tenggara ini bukan seperti yang kamu kira," ucap Erik.
"Menjijikkan," ucap Tenggara terdengar jelas di telinga Erik, setelah itu Tenggara langsung kembali ke motornya dan meninggalkan Papanya bersama wanita itu.
Tenggara mengemudikan motornya di atas kecepatan rata-rata, dirinya diselimuti oleh banyak amarah, dan tanpa sadar dari arah berlawanan ada sebuah mobil yang melaju ke arah Tenggara, Tenggara reflek menghindari mobil tersebut tapi semua sudah telat.
Motor Tenggara menabrak pembatas jalan begitu kerasnya, Tenggara merasakan semua tubuhnya sakit pandangan matanya perlahan mengabur dan Tenggara tak sadarkan diri di tempat.
Bersambung
Guys gimana nih part duapuluh tiganya?😁😁😁
Hayooo siapa yang gregetan sama orangtua Tenggara angkat tangan😚
Terimakasih sudah membaca semoga hari kalian menyenangkan
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro