12. Waktu dan Tenggara
Happy reading
****
Bening baru saja selesai kuliah beberapa menit yang lalu, saat ini dia bersama dengan Alika di kantin kampus menikmati semangkok seblak.
"Pusing banget gue kuliah tugas banyak bener, apa gue nikah aja ya," dumel Alika, Bening menghentikan kegiatan makannya dan menatap Alika.
"Selesaiin tuh kuliah baru nikah, dipikir nikah gampang, nanti anak lo nangis lo ikutan nangis," saut Bening.
Alika malah tertawa.
"Gue bercanda yakali gue berani nikah sekarang," ujar Alika.
"Hei gue mau bicara bentar sama lo," tiba-tiba seseorang berdiri di samping meja Bening dan Alika, sontak Alika dan Bening menatap ke sumber suara.
"Lo kenal?" tanya Alika dengan suara kecil kepada Bening.
Bening menggelengkan kepalanya, tapi sejujurnya Bening mengetahui gadis itu, dia gadis yang beberapa hari ini dia temui bersama Tenggara kemarin, dan jika tidak salah dia adalah tunangan Tenggara.
"Gue tunggu di depan perpustakaan," ucapnya.
Bening berdiri dari tempatnya.
"Gue lagi makan, disini aja," jawab Bening.
Gadis itu menatap Bening sedikit tidak suka.
"Lo tau siapa gue kan, gue Valen tunangan Tenggara, gue ingetin lo jangan deket-deket sama Tenggara dia punya gue," Valen berucap seraya mengusap-usap pundak Bening dengan ekspresi yang sangat menjengkelkan.
"Ya terus lo pikir selama ini gue deket-deket sama kak Tenggara, gue sama dia cuma temenan," jawab Bening.
"Sekali lagi gue liat lo sama Tenggara, lo urusan sama gue," Valen menunjuk wajah Bening.
Seseorang tiba-tiba datang dan menurunkan tangan Valen.
"Valen ikut gue," ucapnya.
Bening menatap seseorang yang barusan datang, dia adalah Tenggara.
"Bening gue minta maaf," ujar Tenggara, tidak lama kemudian Tenggara membawa Valen pergi dari hadapan Bening.
"Bening gue nggak salah denger dia tunangan kak Tenggara? Terus ngapain dia marah-marah ke lo nggak jelas banget," dumel Alika.
Bening kembali duduk di kursinya.
"Iya dia tunangan Tenggara, gue juga bingung ngapain dia marah-marah ke gue, lagian selama ini gue juga nggak pernah nempel sama Tenggara," Bening berucap dengan nada kesal.
"Biarin aja, kalau kelewatan baru lo bales,"
••••
Tenggara membawa Valen ke dalam mobil.
"Lo ngapain bicara sama Bening kayak gitu?" tanya Tenggara tegas.
"Karena gue nggak suka dia deketin lo Gar, wajar gue nggak suka, gue tunangan lo," Valen menatap Tenggara dengan kesal.
"Gue nggak pernah anggep lo sebagai tunangan gue Valen," Tenggara menekankan setiap kata yang dia ucapkan.
"Ya terserah lagian gue juga bakalan tetep jadi tunangan lo apapun yang terjadi," ujar Valen.
Tenggara menghembuskan napasnya kasar.
"Keluar dari mobil gue," titah Tenggara.
"Nggak!" jawab Valen.
"Keluar Valen!" tegas Tenggara.
Valen menatap Tenggara begitu kesalnya, tidak lama kemudian Valen keluar dari dalam mobil dan menutup pintu mobil dengan kencangnya.
Tenggara menghela napasnya pelan, bisa gila dia jika harus bertunangan dengan Valen, sepertinya Tenggara harus melakukan sesuatu untuk masalah ini, dan dia tentunya akan mengurusnya sendiri.
••••
"Tenggara ada apa mencari saya?" tanya Bobby papa Valen.
Beberapa menit yang lalu Tenggara tiba di kantor Bobby untuk menjelaskan apa yang harus dia jelaskan sekarang.
"Tanpa mengurangi rasa hormat saya ke om, saya ingin mengatakan apa yang harus saya katakan sekarang, saya tidak akan melanjutkan perjodohan dengan Valen,"
Bobby sedikit terkejut dengan pembicaraan Tenggara barusan.
"Tenggara kenapa kamu tidak akan melanjutkan perjodohan ini, apa kamu tidak menyukai Valen?" tanya Bobby.
"Dari awal saya sudah tidak setuju dengan perjodohan ini, dan saya memang tidak menyukai Valen, jadi saya harap om akan mengerti situasi ini," jelas Tenggara.
Bobby tampak menghela napasnya sedikit.
"Padahal anak saya sangat menyukai kamu Tenggara,"
"Papa," panggil seseorang yang baru saja datang.
"Tenggara, kenapa disini?" tanyanya.
"Valen sebaiknya kamu keluar dulu karena ada hal penting yang papa bicarakan dengan Tenggara," ucap Bobby.
Valen terlihat kebingungan.
"Om sepertinya pembicaraan sampai disini saja, dan saya minta maaf karena tidak bisa melanjutkan perjodohan ini,"
Deg
Seketika Valen langsung menatap Tenggara.
"Tenggara maksut kamu apasih!" bingung Valen.
Tenggara berdiri dari tempatnya.
"Om saya pamit undur diri, dan saya harap om bisa mengerti, terimakasih maaf menganggu waktunya," Tenggara berucap dan tidak lama kemudian dia memutuskan pergi dari ruangan Bobby.
"Valen maafkan Papa, sepertinya perjodohan akan Papa batalkan,"
Valen menatap Papanya dengan kecewa.
"Nggak mau Pa, papa tau sendiri kan kalau Valen suka Tenggara!!" teriak Valen.
"Valen kamu harus mengerti sayang, papa tidak akan membiarkan kamu bersama Tenggara yang sangat jelas bahwa dia tidak menyukai diri kamu," jelas Bobby seraya memegang pundak Valen, tapi dengan cepat Valen menepis tangan Papanya dan beranjak keluar dari ruangan.
Valen mengejar Tenggara.
"Tenggara tunggu!!" Teriak Valen seraya memegang lengan Tenggara.
Tenggara menatap Valen.
"Lepasin tangan gue Valen," ujar Tenggara.
Valen menatap Tenggara dengan tatapan terluka.
"Kenapa lo lakuin ini? Gue suka sama lo Gar," ujar Valen.
"Gue yang nggak suka sama lo, jadi gue harap lo bisa ngerti alasan gue batalin perjodohan ini," ucapan Tenggara amat sangat menohok.
"Ya kan bisa Gar lo berusaha suka sama gue, nggak ada yang nggak mungkin kan, gue mohon," Valen mengucapkan itu dengan sungguh-sungguh, bahkan suaranya sudah bergetar.
"Gue minta maaf Valen, gue nggak bisa," jelas Tenggara.
"Kenapa? Lo suka seseorang?" tanya Valen.
Tenggara tampak terdiam.
"Iya gue suka seseorang,"
Valen terdiam seribu bahasa.
"Dan orang yang lo maksut itu Bening?" tanya Valen.
"Lo nggak perlu tau," Tenggara melepaskan tangan Valen dan berjalan begitu saja meninggalkan Valen yang terdiam.
"Valen," panggil Bobby mendatangi Valen.
Valen menatap Papanya, tidak lama kemudian Valen langsung memeluk Papanya dan terisak begitu saja.
"Pah Valen suka Tenggara," ujar Valen.
Bobby membalas pelukan Valen.
"Maafkan Papa Valen,"
••••
Tenggara terduduk di sofa tempat latihan Aspire, dia memijat kepalanya yang sedikit berdenyut kencang itu.
"Lo kenapa Gar?" tanya Javas yang baru saja duduk.
"Pusing, butuh asupan," jawab Tenggara seraya menatap Javas, tidak lama kemudian Tenggara menatap makanan yang ada di tangan Javas, tanpa menunggu lama Tenggara langsung memakannya.
"Gar jangan banyak-banyak woy, punya lo ada di bawah!" kesal Javas.
"Pelit banget lo, nanti gue beliin sama gerobak tukang baksonya," Tenggara mengucapkan itu seraya mengunyah makanannya.
Javas menghela napasnya.
"Sekalian sama abangnya," ucap Javas membuat Tenggara tertawa.
Javas berdiri dari tempatnya.
"Gitu aja lo ngambek, nanti beneran gue ganti,"
"Gue mau ambil minum, seret gue ngeliat muka lo," ujar Javas seraya ngacir dari tempatnya.
Javas menuruni tangga dan hendak pergi mengambil air minum.
"Lah udah habis aja bang makanan lo," Semesta berucap.
"Di embat sama Tenggara," jawab Javas.
Seketika anak Aspire yang ada di sana langsung menatap Javas, ngomong-ngomong anak Aspire tengah menikmati makanan yang sam dengan milik Javas.
"Lo semua ngapain ngeliatin gue?" tanya Javas bingung.
"Vas Tenggara makan bakso lo?" tanya Caraka.
"Iya bang," jawab Javas.
"Itu bakso udang bang, bang Tenggara alergi udang kan," saut Biru.
"Ini buat bang Tenggara, bakso ayam," ujar Reijiro seraya menunjuk semangkok bakso yang ada di meja
"Hah?! Yang bener lo?" kaget Javas.
"Shit!" Javas segera beranjak dari tempatnya.
Javas menghampiri Tenggara.
"Gar sial! Itu bakso udang kenapa lo habisin!" ujar Javas kelabakan karena melihat mangkok bakso yang sudah kosong.
"Udang?" tanya Tenggara.
"Pantesan badan gue tiba-tiba nggak enak," ujar Tenggara seraya beranjak dari tempatnya membawa tasnya.
Anak-anak Aspire menghampiri Tenggara, dengan muka paniknya.
"Lo nggak apa-apa?" tanya Caraka.
"Bang lo gapapa kan?" tanya Kajev.
"Gue nggak papa," jawab Tenggara santai.
"Terus lo mau kemana bang?" tanya Semesta.
"Rumah sakit, yaudah gue pergi dulu," ujar Tenggara.
"Gue anter," ujar Javas.
"Nggak usah Vas," jawab Tenggara.
"Gue nggak mau ya tiba-tiba lo mati, udah sini kunci mobil lo," Javas merampas kunci mobil yang ada di tangan Tenggara.
Tenggara malah tertawa karena hal itu.
"Gue juga ikut," saut Caraka.
"Nggak bang, gue sama Javas aja," tolak Tenggara.
"Vas buruan gue keburu sekarat," Tenggara berucap seraya berjalan ke luar.
Javas rasanya ingin menimpuk Tenggara, karena anak itu tidak ada takut-takutnya.
"Lo hati-hati," ujar Caraka.
"Bang lo hati-hati,"
Javas mengacungkan jempolnya dia segera menyusul Tenggara keluar, Javas memasuki mobil bersama dengan Tenggara.
Di perjalanan, Tenggara memejamkan matanya seraya menyandarkan badannya di kursi mobil, keringat mulai bercucuran di dahi Tenggara.
"Gar lo oke kan?" tanya Javas khawatir.
"Enggak, rasanya gue hampir mati," saut Tenggara.
"Sial lo jangan bikin gue khawatir," ujar Javas.
Tenggara tersenyum sangat tipis.
"Udah lama gue nggak ngerasa tersiksa kayak gini," Tenggara berucap dengan entengnya.
"Lo diem aja, gue khawatir, awas aja kalau lo mati!" Kesal Javas sekaligus khawatir.
Tenggara terkekeh pelan.
Sejujurnya Tenggara sudah lemas, dadanya mulai sesak dan dia hanya bisa menahannya, takut jika Javas mengkhawatirkan dirinya.
Tenggara memang alergi dengan udang, dan terkahir kali dia makan udang ketika dirinya berumur sebelas tahun dan berakhir di rumah sakit.
Beberapa saat kemudian Tenggara dan Javas sudah sampai di rumah sakit.
"Gar lo bisa jalan kan?" tanya Javas.
"Gue cuma kena alergi Javas bukan lumpuh," ujar Tenggara seraya berjalan, tapi dengan cepat Javas langsung memapah Tenggara, dan Tenggara dia hanya pasrah karena jujur saja dia sudah kesakitan menahan sesak di dadanya.
••••
Javas menunggu Tenggara di luar ruangan dengan muka yang sangat khawatir, bagaimana tidak khawatir baru kali ini Javas melihat Tenggara lemas seperti itu, bahkan sangat ketara sekali jika Tenggara tengah menahan sakit.
Tiba-tiba saja pintu ruangan terbuka, hal itu membuat Javas langsung menolehkan kepalanya.
"Dok bagaimana keadaan teman saya?" tanya Javas.
"Keadaannya sudah tidak apa-apa, meskipun tadi sangat mengkhawatirkan beruntung segera ditangani, karena jika tidak itu pasti sangat berbahaya," ujar Dokter menjelaskan.
Javas menghela napasnya sangat lega.
"Kalau gitu saya boleh masuk dok?" tanya Javas.
"Iya silahkan,"
Javas setelah itu segera masuk ke dalam ruangan, di sana ada Tenggara yang terbaring di kasur rumah sakit.
Tenggara terlihat pucat di mata Javas.
"Lo udah nggak apa-apa Gar?" tanya Javas.
Tenggara menatap Javas.
"Hmm, padahal tadi gue udah mau nulis surat wasiat,"
Plakk
Javas reflek memukul lengan Tenggara.
"Vas gue beneran mau mati kalau lo gebukin,"
"Anjing Gar lo tau anjing kagak?!Emosi gue!! Gue udah pucet mikirin lo!!" Kesal Javas kepada Tenggara.
Tenggara tertawa pelan karena ucapan Javas.
"Makasih udah khawatirin gue," ucap Tenggara tulus.
Karena kesal Javas langsung menunjukkan jari tengahnya kepada Tenggara, dan berakhir Tenggara tertawa karena Javas.
Bersambung
***
Salam
#Author
Gimana guys part ini?🤪🤪🤪
Suka tidak??
Ngomong-ngomong aku suka banget sama Tenggara hahahH😝😝
Apasih waktu pertama terlintas di pikiran kalian waktu baca part ini?
Tulis disini yaaaa
Jangan lupa spam komen☺️☺️☺️
TERIMAKASIH SEMOGA HARI KALIAN MENYENANGKAN
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro