Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

00:31

   Busan, 17.15

    Yeri menghampiri Hanbin yang duduk di pinggir jalan dan menghadap pantai. Dengan seulas senyum yang berada di wajahnya, gadis itu lantas menempatkan diri duduk di samping Hanbin.

    "Sudah lama menunggu?"

    Hanbin mengangguk dan memperhatikan wajah Yeri, membuat Yeri sedikit salah tingkah.

    "Kenapa melihatku seperti itu? Apa ada sesuatu di wajahku?"

    "Berapa lama kau bisa mencintaiku?"

    Yeri tertegun ketika mendengar pertanyaan Hanbin yang terdengar serius. "Kenapa tiba-tiba berbicara seperti itu?"

    "Aku hanya penasaran."

    "Kita masih muda. Jika kita memandang terlalu jauh, kita hanya akan mendapatkan kegagalan ... dibandingkan dengan memikirkan masa depan yang terlalu jauh, bukankah akan lebih baik jika menjalaninya saja?"

    "Rasanya sakit sekali," gumam Hanbin yang membuat Yeri terlihat bingung.

    "Di bagian mana yang sakit? Jika kau sakit kenapa kau malah duduk di sini?"

    Tak berniat menanggapi ucapan Yeri, Hanbin kemudian meraih tangan gadis itu dan menggenggamnya.

    "Ada apa? Kau terlihat sedih."

    "Aku merasa bersalah padamu."

    "Tentang apa?"

    "Aku ... berapa kalipun kita bertemu, sepertinya aku tidak akan pernah bisa mempertahankanmu."

    Yeri menatap penuh selidik. "Apa yang sedang kau bicarakan?"

    "Mari kita putus."

    Yeri terkejut dan segera menepis tangan Hanbin. "Apa yang kau bicarakan? Itu sama sekali tidak lucu."

    "Aku harus pergi."

    Suara Yeri tiba-tiba mengeras, "ke mana? Apa kau sudah menemukan keluargamu?"

    Hanbin mengangguk.

    "Keluargamu adalah orang kaya, itu sebabnya kau ingin mencampakanku? Benar begitu?"

    Bukannya menjawab, Hanbin justru terdiam tanpa melepas pandangannya pada Yeri yang terlihat marah padanya.

    "Kenapa kau diam saja? Cepat jawab aku."

    "Ini bukanlah keluarga seperti yang kau pikirkan."

    "Apa maksudmu?"

    "Mereka adalah teman, saudara dan kadang menjadi keluarga. Ada hal yang belum kami selesaikan. Untuk itu aku harus pergi."

    "Kau memiliki hutang? Kalau begitu tetaplah di sini dan aku akan melunasi semua hutangmu."

    "Sama seperti yang kau katakan, kita masih sangat muda ... aku memiliki rasa tanggung jawab yang tidak bisa aku abaikan. Sejak awal aku hanya bersinggah di tempat ini."

    "Kau sudah mengingat siapa dirimu yang sesungguhnya?"

    Hanbin mengangguk.

    "Lalu katakan ke mana kau ingin pergi?"

    "Ke tempat yang sangat jauh."

    "Kau akan kembali?"

    Hanbin kembali bungkam di saat ia tak bisa menjanjikan apapun.

    "Kembalilah, aku bisa menunggumu."

    "Tidak. Kau tidak boleh melakukan hal itu ... aku tidak berjanji bahwa aku akan kembali."

    "Tapi kau harus kembali karena aku menunggumu."

    "Yeri—"

    "Kim Hanbin," suara Yeri terdengar lebih tegas dibandingkan dengan suara Hanbin. "Aku pikir kau adalah orang baik. Tapi hari ini kau menunjukkan padaku bahwa kau adalah orang jahat ... jika kau ingin pergi, kenapa tidak melakukannya sejak dulu?"

    "Jangan menangis," batin Hanbin ketika ia menyadari bahwa gadis di hadapannya itu akan menangis.

    "Katakan padaku ke mana kau akan pergi."

    "Ada sesuatu yang harus aku selesaikan di sana."

    "Sesuatu apa? Cepat katakan padaku."

    "Saudaraku ... aku harus membawanya pulang."

    "Memangnya ada apa dengannya?"

    "Aku tidak bisa menjelaskannya padamu. Tapi ... apapun yang kau katakan, aku akan tetap pergi."

    "Kau benar-benar orang yang jahat."

    Yeri memalingkan wajahnya dan menangis tanpa suara, namun pemuda bodoh di sampingnya bahkan tak bisa melakukan apapun untuk menenangkannya. Dan ketika langit semakin menggelap, keduanya berjalan beriringan di jalan sepanjang tepi pantai dengan Hanbin yang mendorong sepedanya.

    Hanbin kemudian menghentikan langkahnya dan membuat Yeri ikut berhenti. Pandangan keduanya saling bertemu, dan Hanbin lantas menyerahkan sepedanya pada Yeri sebelum ia mengambil langkah ke depan dan berbalik. Membuatnya berhadapan dengan Yeri.

    "Kau benar-benar tidak ingin mengatakan ke mana kau akan pergi?" tanya Yeri sekali lagi dengan suasana yang lebih tenang.

    "Aku minta maaf."

    Hanbin maju selangkah dan menangkup wajah Yeri dengan tangannya yang terasa dingin. Dia kemudian merendahkan kepalanya dan mengecup singkat kening gadis itu.

    "Aku akan menunggu di sini."

    Hanbin menurunkan tangannya dari wajah Yeri sembari menggeleng. "Jangan lakukan itu. Hiduplah dengan semestinya, berkencanlah dengan laki-laki yang baik ... kau harus melupakan aku."

    "Aku tidak mau. Pergilah ... aku akan tetap menunggumu di sini."

    "Aku tidak akan kembali."

    "Kau akan kembali."

    "Tidak."

    "Pasti. Kau akan kembali padaku, akan kupastikan itu. Kau tidak berhak mencampakanku seperti ini, Kim Hanbin."

    Hanbin bungkam. Setelah ia mendapatkan sedikit kebahagiaan dari Yeri, pada akhirnya dia harus melepaskan gadis itu untuk menebus malam mengerikan yang terjadi di Neverland waktu itu.

    "Tutup matamu."

    Yeri tak memberi respon dan tetap memandang Hanbin.

    "Tutup matamu sekarang."

    "Katakan sesuatu padaku."

    "Tutup matamu dan berhitunglah sampai sepuluh."

    Yeri menghela napasnya sebelum menutup matanya lalu berhitung. Dan saat itulah Hanbin menangis tanpa suara. Merasa terlalu berat untuk merelakan Yeri di pertemuan kedua mereka.

    Dengan tangis yang tertahan ia pun berucap, "dengarkan ini baik-baik. Entah dulu, saat ini atau di masa selanjutnya. Aku akan selalu jatuh cinta padamu ... akan kupastikan itu. Untuk sekarang ... sekali lagi ... lupakan laki-laki bernama Kim Hanbin ini."

    "Tujuh, delapan ..."

    Tangan Hanbin yang gemetar mencoba menyentuh wajah Yeri. "Maafkan aku, sekali lagi ... aku akan melepaskanmu. Maafkan aku ... Choi Yerim," batinnya.

    "Sepuluh."

    Dalam hitungan ke sepuluh, sebelum tangan Hanbin menyentuh wajah Yeri, gadis itu telah lebih dulu membuka matanya dan terlihat bingung ketika tak menemukan Hanbin di sekitarnya.

    Yeri memandang sekeliling dengan panik. Sepeda Hanbin yang sebelumnya ia tahan pun lantas terlepas dan tergeletak di jalanan ketika ia mencari keberadaan Hanbin.

    "Hanbin ... Kim Hanbin. Aku tahu kau masih di sini, keluar sekarang ... Kim Hanbin!"

    Yeri berjalan menjauh dari tempat sebelumnya sembari memanggil nama Hanbin berulang-ulang. Namun tak ada siapapun yang ia temui bahkan hingga ia menangis.

    "Kim Hanbin, kembali! Kau tidak boleh pergi seperti ini ... Kim Hanbin!"

    Suara Yeri memudar dalam kegelapan ketika ia terduduk di jalanan sembari menangis. Merasa telah dicampakan oleh pemuda aneh bernama Kim Hanbin. Dan mungkinkah Hanbin masih bisa mendengar suara tangis gadis itu ketika saat ini ia telah berada di dimensi yang berbeda?



SKYFALL



    Gyeongju, 17.30

    Meninggalkan Daegu, Jooheon dan Changkyun saat ini berdiri berhadapan di depan mobil yang terparkir di pinggir jalan. Di samping jalan, hamparan laut luas menyapa pandangan mereka. Angin sore yang berhembus lebih kencang seakan ingin mengusik keduanya.

    "Ke mana kau akan pergi?" tanya Jooheon.

    "Aku tidak bisa memberitahukannya padamu, Hyeong."

    "Kau tidak akan kembali?"

    "Aku tidak bisa menjanjikan apapun."

    "Baiklah ... jaga dirimu baik-baik. Jika kau memiliki waktu senggang ... mari kita bertemu di lain kesempatan."

    Keduanya sejenak saling berpelukan, dan dengan berat hati Jooheon kembali ke mobilnya. Menahan diri untuk tidak menangis ketika hatinya kembali merasa kehilangan.

    "Hyeong," teguran itu lantas menghentikan pergerakan Jooheon yang baru saja membuka pintu mobil.

    "Ada apa?"

    "Maafkan aku."

    Jooheon tersenyum. "Jangan lupa makan dan tidur tepat waktu. Selamat tinggal."

    Jooheon masuk ke mobil dan segera meninggalkan Changkyun. Dan saat itulah air mata yang telah coba ia tahan, jatuh menyusuri wajahnya. Sesekali dia memperhatikan spion dan masih menangkap sosok Changkyun yang melihat ke arahnya.

    "Mau pergi ke mana dia tanpa membawa apapun seperti itu?" gumam Jooheon, dan ketika ia kembali memandang spion, tak lagi ia temukan sosok Changkyun.

    "Dasar ceroboh."

    Seulas senyum mengiringi kesedihannya. Pada akhirnya pemuda bermata sipit itu benar-benar harus hidup sendirian ketika teman kecilnya memutuskan untuk pergi.

    "Kau sangat menyedihkan, Lee Jooheon ..."






SKYFALL







    Incheon, 17.30

    Seungcheol berdiri di dalam Gereja seorang diri, dan saat itu seseorang tiba-tiba muncul di balik punggung Seungcheol. Pemuda itu hanya menggerakkan ekor matanya ke samping, dan itupun tidak bisa membuatnya menemukan sosok yang saat ini berdiri di belakangnya. Namun tanpa melihat pun, Seungcheol sudah tahu siapakah orang yang kini berdiri di belakangnya.

    Hyungwon kemudian berbicara, "tidak ada yang memaksamu untuk kembali. Tapi jika kau memutuskan untuk kembali, kau adalah orang terakhir yang akan kembali."

    "Maksudmu mereka juga ada di sana?"

    "Tidak semuanya. Aku mengatakan hal ini agar kau tidak terlalu berharap."

    "Bagaimana jika aku tidak kembali?"

    "Apapun keputusanmu ... mereka akan tetap berhadapan dengan iblis itu."

    Seungcheol langsung menyahut, "Lucifer, bagaimana caranya memisahkan iblis itu dengan Kim Taehyung?"

    "Kau pikir aku tahu jawabannya?"

    "Kenapa ... kenapa eksorsisme tidak bekerja padanya?"

    "Kau sudah melihatnya sendiri. Akan kuberitahukan sebuah fakta ... Kim Taehyung telah menyerahkan jiwanya pada iblis itu. Hati yang lemah, jiwa yang rapuh ... dia bahkan tidak memiliki harapan untuk hidup. Bagaimana caramu akan menyelamatkannya?"

    Seungcheol sempat terdiam beberapa waktu sebelum kembali berbicara. "Di mana dia ... Kim Taehyung, di mana dia sekarang?"

    "Kim Taehyung adalah milik sang matahari, sedangkan kau hanyalah bayangan dari matahari ... hanya tuannya yang bisa menyelamatkan anak itu."

    Sudut bibir Seungcheol tersungging tak percaya. Bahkan setelah melewati waktu yang sulit, dia masih mendapatkan ucapan yang seakan tengah merendahkan derajatnya.

    "Tuan dari tanah suci Neverland, Raja dengan takhta yang abadi ... Lee Minhyuk, kah?"

    "Akan kembali atau tidak, kau putuskan sendiri. Tidak ada yang memaksamu untuk kembali, Pangeran Lee Seung."

    Hyungwon kemudian menghilang dari tempat itu. Meninggalkan Seungcheol yang masih berdiam diri dengan kebimbangan hatinya. Namun waktu yang terus berjalan semakin meninggalkannya dalam keterpurukan jika ia hanya memandang ke belakang.

    Dengan keyakinan yang mungkin bisa runtuh kapan saja, Seungcheol memutuskan jalannya. Bertemu dengan Lee Minhyuk dan berusaha menyelamatkan Kim Taehyung. Meninggalkan ruang kosong yang begitu hening.

    Ketiga penjaga tanah terkutuk Neverland telah kembali ke tempat di mana Raja dengan takhta yang abadi telah menunggu mereka. Akankah perselisihan Minhyuk dan Seungcheol di masa lalu menemui sebuah akhir kali ini? Dan bagaimana dengan Lucifer? Apa yang akan terjadi pada Kim Taehyung?

Selesai ditulis : 03.12.2020
Dipublikasikan : 03.12.2020

   

   

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro