00:13
Incheon, 20:39
Malam itu, mobil Seokjin berhenti di halaman sebuah Geraja di daerah Incheon. Menolak untuk pulang, Seokjin lebih memilih untuk tetap datang ke tempat tujuan awal mereka. Kondisinya juga semakin membaik sejak keluar dari hutan dan bahkan dia sudah mengambil alih kemudi dan membiarkan Taehyung untuk beristirahat.
Seokjin melepas sabuk pengamannya lalu mengarahkan pandangannya pada Taehyung yang masih tidur, melihat hal itu pun dia mendekat ke arah Taehyung dan mengguncang pelan bahu pemuda itu.
"Taehyung-a, bangunlah! Kita sudah sampai."
Perlahan kelopak mata Taehyung terbuka dan hal pertama yang ia lihat adalah wajah Seokjin.
"Sudah sampai, ya?"
"Eumh, turunlah!"
Taehyung mengangguk. Keduanya pun turun dari mobil dan seketika pandangan Seokjin menangkap sosok Pendeta Shin yang tampaknya tengah menunggu kedatangannya.
"Ayo." ujar Seokjin dan membimbing langkah Taehyung untuk mengikutinya menghampiri Pendeta Shin.
"Annyeonghaseyo." sapa Seokjin sembari sekilas membungkukkan badannya ke arah Pendeta Shin, di ikuti oleh Taehyung yang mengatup rapatkan mulutnya.
"Aku minta maaf karna kedatanganku yang sangat terlambat ini, Pendeta pasti sudah lama menunggu."
"Tidak masalah, aku tahu kau akan menepati perkataanmu. Oleh sebab itu aku menunggumu."
Pendeta Shin tersenyum ramah dan menjatuhkan pandangannya pada Taehyung meski hanya sekilas.
"Mari, kita bicara di dalam."
Pendeta Shin membimbing langkah kedua pemuda itu untuk memasuki salah satu bangunan di area Gereja. Ketiganya sempat melewati lorong di mana terdapat banyak pintu sebelum akhirnya berakhir pada satu ruangan kosong yang hanya di isi oleh satu meja kayu dan juga kursi panjang di kedua sisi yang saling berseberangan.
"Kalian pasti lelah, beristirahatlah sejenak di sini."
"Sebelum itu, ada hal yang ingin ku tanyakan pada Pendeta."
"Apakah itu?"
"Pemuda itu? Apa dia masih di sini?"
Pendeta Shin sempat meragu untuk menjawab pertanyaan Seokjin yang tengah menanyakan keadaan Seungcheol, namun setelah memikirkan beberapa saat. Dia pun membuka suara.
"Malam itu, jatuh pada hari ini."
Seokjin sedikit kaget akan pernyataan Pendeta Shin, meski keajaiban tentang Seungcheol bukan hal yang baru lagi untuknya. Namun kedatangannya kali ini adalah untuk Taehyung, dan kenapa harus bertepatan dengan malam di mana Seungcheol kembali mengalami kematian.
"Jika Pendeta tidak keberatan, izinkanlah aku untuk melihatnya."
Pendeta Shin tak langsung menjawab, dia lebih dulu menjatuhkan pandangannya pada Taehyung. Memperhatikan pemuda yang tetap berdiam diri dan bukannya mengalihkan pandangannya ketika orang asing yang lebih tua melihatnya, dia justru balik menatap Pendeta Shin.
Pendeta Shin kemudian mengembalikan pandangannya pada Seokjin.
"Ikutlah denganku."
Seokjin menoleh ke arah Taehyung dan memberi anggukan kecil sebagai isyarat agar Taehyung juga mengikutinya.
Di bawah bimbingan Pendeta Shin, keduanya kembali menyusuri bangunan yang sudah tak asing bagi Seokjin namun begitu asing bagi Taehyung yang baru sekali mengunjungi tempat itu. Dan setelah berjalan cukup jauh dari tempat sebelumnya, Pendeta Shin kembali membimbing langkah keduanya untuk memasuki sebuah ruangan yang tampak lebih gelap dan hanya menggunakan lilin sebagai penerangan.
Sangat aneh bagi Taehyung, terlebih ketika ia melihat sosok yang terbaring di atas ranjang tepat di ujung ruangan tersebut. Dan terdapat beberapa lilin yang di letakkan mengelilingi tubuh pemuda asing tersebut.
Tak mampu mengeluarkan isi pikirannya, Taehyung tetap mengikuti langkah Seokjin yang berjalan di hadapannya hingga ketiganya berhenti tepat di samping tubuh seorang pemuda yang tak lain adalah Choi Seungcheol tersebut.
Seokjin mendekat pada sosok Seungcheol yang terbaring di sebuah ranjang kayu yang hanya selebar ukuran tubuhnya. Tangan bersedekap, wajah yang pucat. Kulit sayu yang terkesan mati.
Perlahan Seokjin mengangkat tangannya kirinya dan menaruh dua jarinya di leher bagian samping Seungcheol, berinisiatif untuk memastikan denyut nadi Seungcheol dan pada kenyataannya. Tak ada lagi denyut nadi yang di rasakan oleh kulit tangannya dari kulit mati yang begitu dingin tersebut.
Seokjin kemudian menarik tangannya kembali dan sedikit memutar kakinya untuk berhadapan dengan Pendeta Shin yang sebelumnya berdiri di sampingnya.
"Tidak adakah cara untuk mengatasinya?"
Pendeta Shin tak buru-buru memberi jawaban, dia terlebih dulu menjatuhkan pandangannya kepada Taehyung yang tampak kebingungan dengan apa yang terjadi di sekitarnya dan kembali pada Seokjin.
"Kita bicarakan ini di tempat lain."
Seakan mengerti bahwa pembicaraan mereka benar-benar rahasia, Seokjin pun mengangguk mengerti dan keduanya pun pergi meninggalkan Taehyung sendirian di tempat itu setelah Seokjin berpamitan untuk pergi sebentar.
Pintu tertutup, membuat ruangan gelap itu begitu sunyi dan mengusik batin Taehyung. Si pembenci kesunyian itupun berjalan mendekati Seungcheol, merasa penasaran dengan sosok asing yang terbaring di hadapannya.
Hanya beberapa langkah dan ia benar-benar berdiri di sebelah Seungcheol. Tatapan yang awalnya mengarah pada tangan Seungcheol, kemudian naik ke atas dan berhenti pada wajah Seungcheol.
Mata Taehyung sempat mengerjap beberapa kali, mencoba menerima keadaan yang terjadi di sekitarnya. Dia baru sadar bahwa orang yang ia kira tidur sebenarnya telah menjadi mayat. Namun hal yang tak bisa ia mengerti, kenapa mereka menaruh mayat di tempat seperti itu dan bukannya di dalam peti.
Namun entah apa yang terjadi padanya, perlahan dia mendekat ke bagian atas tubuh Seungcheol dan menatap lekat ke arah wajah pucat tersebut. Tangan kirinya perlahan terangkat dan bergerak menuju wajah Seungcheol.
Perlahan namun pasti, telapak tangannya kemudian menangkup wajah Seungcheol. Merasakan hawa dingin yang keluar dari kulit wajah yang telah mati tersebut.
Taehyung tampak kesulitan mengendalikan dirinya, dia merasa ada sebuah dorongan dari dalam tubuhnya dan hal itulah yang seakan tengah mengobrak-abrik batinnya. Tangannya perlahan gemetar, di susul oleh air mata yang kembali meloloskan diri dari kelopak matanya.
"Jangan mati!" gumaman yang sarat akan keputus-asaan tanpa sadar lolos begitu saja dari mulutnya.
Namun dia tersentak ketika tiba-tiba merasakan seperti ada aliran listrik yang menyambar telapak tangannya yang tengah menangkup wajah Seungcheol, dan hal itu yang membuatnya seketika menarik tangannya dengan wajah yang mengernyit kesakitan.
Dia melihat telapak tangannya dengan tangan kiri yang memegangi pergelangan tangan kanannya, ada sensasi terbakar pada telapak tangannya dan itu sedikit menyakitkan. Namun rasa herannya melebihi apapun. Apa yang baru saja terjadi padanya?
Diapun kembali menjatuhkan pandangannya pada Seungcheol, tak ada apapun yang terjadi. Mayat itu tetaplah menjadi mayat, namun kenapa tubuhnya bereaksi dengan tidak normal. Hampir sama seperti ketika ia bertemu dengan Hyungwon, namun kali ini lebih besar.
"S-siapa kau?"
Pendeta Shin membawa Seokjin ke ruangan yang berbeda dengan Taehyung, dan di sanalah keduanya duduk saling berhadapan dengan sebuah meja kayu yang tidak terlalu tinggi sebagai sekat antar keduanya.
"Apa orang asing itu tidak pernah datang lagi?"
Pendeta Shin menggeleng, menampakkan sedikit kekecewaan yang hampir menyerupai sebuah keputus-asaan.
"Tapi pasti ada alasan kenapa hal ini bisa terjadi."
"Semua berkat kuasa Tuhan. Semua terjadi, atas kehendak Tuhan."
"Tapi ini sudah terlalu jauh... Bagaimana jiwa itu bisa pergi dan kembali dengan begitu mudahnya? Ini jauh dari nalar, semua ini tidaklah nyata."
"Raja dari tahta yang abadi." cetus Pendeta Shin yang mengembalikan perhatian Seokjin yang sempat teralihkan, kepadanya.
"Seseorang mengatakan padaku, bahwa kutukan dari Tanah Suci ini akan berakhir ketika anak itu bertemu dengan Raja dari tahta yang abadi."
"Raja? Kutukan tanah suci? Apa itu?" Seokjin tanpa sengaja memperlihatkan guratan heran di wajahnya.
"Pemuda ini berasal dari Tanah Suci, itulah yang bisa ku simpulkan dari apa yang di katakan oleh pemuda asing yang datang malam itu."
"Di manakah tempat itu berada?"
Pendeta Shin menggeleng dan mematahkan harapan yang sempat terlihat di wajah Seokjin.
"Apakah kau sedang sakit?" tanya Pendeta Shin kemudian, setelah menyadari bahwa wajah Seokjin terlihat sedikit pucat.
"Aku baru saja singgah di tempat asing, dan tubuhku menolaknya."
"Kemanakah kau pergi sebelumnya?"
"Anak itu ingin melihat hutan tempat di mana aku menemukannya dulu, dan aku mengantarkannya ke sana."
Rahang Pendeta Shin sedikit mengeras, meski Taehyung tak pernah datang ke sana. Namun mereka sempat bertemu beberapa kali ketika Pendeta Shin pergi ke Seoul, dan sama seperti Seokjin. Dia pun bisa merasakan aura negatif yang besar dari tubuh Taehyung.
"Lalu, apa yang terjadi?"
"Hutan itu sangat aneh." ujar Seokjin dengan nada menerawang.
"Keanehan seperti apa yang kau maksud?"
"Aku merasakan sesuatu yang besar di sana."
"Energi negatif?"
Seokjin menggeleng. "Keduanya, aku merasakan kedua energi yang sangat kuat dan saling bertabrakan tepat di tempatku berpijak."
"Apa kau, melihat sesuatu yang aneh di sana?"
Seokjin kembali menggeleng. "Tidak, anak itu mengalami halusinasi dan menangis, serta mengatakan bahwa dia telah menghancurkan tempat itu sembari menunjuk ke arah hutan."
Sejenak pikiran Pendeta Shin berkelana setelah mendengar cerita dari Seokjin dan melihat kondisi saat ini, mungkinkah mereka masih bisa melanjutkan rencana awal mereka pada Taehyung. Karna memang kedatangan Seokjin dengan membawa Taehyung ke sana adalah untuk mengatasi energi negatif yang ada pada tubuh Taehyung.
Tak cukup sekali dua kali mereka membicarakan hal ini, hingga akhirnya Seokjin memilih jalan ini tanpa memberitahu siapapun. Dia kerap melakukan konsultasi kepada Pendeta Shin, baik dengan bertatap muka atau melalui sambungan telepon. Dan inilah keputusan akhir dari Seokjin yang ia ambil untuk Taehyung.
"Dengan kondisi tubuhmu yang seperti ini, akan lebih baik jika kita menundanya sampai besok." ujar Pendeta Shin setelah pertimbangan ringannya.
"Aku menolak." sanggah Seokjin, "lalukanlah malam ini, lebih cepat akan lebih baik."
"Kita berada dalam posisi yang tidak menguntungkan."
"Aku percaya pada Pendeta Shin. Kita memiliki pegangan dan kita memiliki niatan baik untuk memperkuat pegangan itu. Lalukanlah malam ini agar aku bisa hidup dengan tenang setelah ini."
"Kita tidak tahu apa yang ada di dalam tubuh anak itu. Besar atau kecil, kau harus siap menanggung segala resikonya."
"Ye."
Seokjin mengangguk yakin. Tak ada jalan lain lagi, dia harus bergerak cepat sebelum semua terlambat. Karna sejak menemukan Taehyung waktu itu, dia merasakan sesuatu yang aneh pada pemuda itu. Dan kini, dia ingin mengakhiri segala kekhawatirannya tentang hal buruk yang akan terjadi, meski resiko terberatnya nyawa Taehyung yang di pertaruhkan dalam ritual Agama ini.
"Bawa dia ke Gereja!"
Selesai di tulis : 31.10.2019
Di publikasikan : 12.11.2019
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro