Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

00:08

  Di sarankan untuk memutar lagu di atas mulai dari sekarang.
Mungkin akan ada beberapa hal yang sedikit sensitif untuk beberapa bagian ke depan yang bersangkutan dengan Agama. Tapi mohon kebijaksanaannya sekalian, bahwa ini hanyalah cerita fiksi dan saya tidak bermaksud untuk menyinggung siapapun.









  Seoul, 06:45

    Pagi itu, semua orang tampak sibuk dengan kegiatan masing-masing dan menciptakan sedikit kebisingan di bangunan berlantai dua tersebut. Entah itu langkah kaki atau mulut mereka yang sesekali bertegur sapa untuk menghangatkan suasana pagi itu setelah sarapan.

    "Hyeong aku duluan." seru Hoseok yang kemudian bergegas menuju pintu, menjadi orang pertama yang meninggalkan rumah.

    "Kau ingin mampir ke galeri?" Namjoon yang berada di ruang tamu menyahuti dan sekilas menghentikan langkah Hoseok di ambang pintu.

    "Eoh, aku mendapatkan kelas siang hari ini. Aku pergi dulu."

    Namjoon hanya membalas Hoseok dengan anggukan ringan.

    "Hoseok Hyeong.... Tunggu..."

    Lantang Jungkook yang berlari menuruni tangga dan segera menyusul Hoseok tanpa berpamitan terlebih dulu.

    "Hyeong, kau tidak ke Rumah Sakit?" tanya Namjoon pada Yoongi yang berkeliaran di ruang tamu.

    "Jam sembilan." sahut Yoongi dan menghilang di pintu dapur.

    "Aish!!! Sudah ku katakan untuk mengusir teman kencanmu itu, kenapa masih memeliharanya di sini?" lantang Yoongi dari arah dapur dan sempat membuat Namjoon terlonjak.

    Tampaknya tak ada pagi yang tenang di kediaman mereka, dan suara Yoongi tadi. Namjoon bisa memastikan bahwa Dokter muda itu tengah terlibat cekcok dengan Seokjin di dapur perihal si hantu wanita penghuni rumah yang mereka tempati.

    "Jungkook-a... Kau mengambil jaketku?"

    Namjoon kembali mengarahkan pandangannya ke tangga dan dari sanalah Jimin muncul.

    "Hyeong, di mana Jungkook?" tanya Jimin yang di tujukan pada Namjoon.

    "Dia sudah pergi bersama Hoseok."

    "Aish... Anak itu, sudah ku bilang jika ingin meminjam sesuatu katakan dulu." Jimin mendengus sebal dan kembali ke lantai dua dengan membawa gerutuannya.

    Namjoon menghembuskan napasnya sembari sekilas menggelengkan kepalanya sebelum kembali menfokuskan pandangannya pada koran yang sedari tadi berada di tangannya tanpa bisa ia baca karna aktivitas di sekitarnya yang cukup padat dan menganggu.

    "Ya! Berhenti tertawa seperti orang gila! Kau ingin aku membawamu ke Rumah Sakit Jiwa?!"

    "Ya! Aku ini kakakmu, berani sekali kau berbicara seperti itu."

    Namjoon menggaruk kepalanya dengan raut wajah yang terlihat frustasi. Baru saja ia membaca judul artikel dalam koran tersebut, dan keributan kembali terjadi dari arah dapur.

    Menyerah. Namjoon pun beranjak dari tempatnya dan berjalan ke luar rumah, dia menuruni anak tangga dan hendak berjalan menuju halaman samping rumah, namun pandangannya justru menemukan sosok Taehyung yang duduk seorang diri di ayunan. Dia pikir anak itu masih berada di dalam kamar.

    Namjoon pun berjalan mendekati Taehyung, namun anehnya Taehyung seperti tak melihat kedatangannya. Entah apa yang di lihat oleh anak itu, namun yang jelas pandangannya menatap rumput halaman di hadapannya.

    "Kau di sini?"

    Taehyung sedikit terlonjak ketika mendengar teguran Namjoon yang tiba-tiba, dia segera mendongak dan tanpa sadar menatap bingung ke arah Namjoon yang kemudian menempatkan diri duduk di sampingnya.

    "Kau sedang memikirkan sesuatu?"

    Taehyung menggeleng dan mengalihkan pandangannya dari Namjoon yang duduk bersandar.

    "Aku tidak tahu, tapi sepertinya tidak." jawab Taehyung apa adanya, karna dia sendiri tidak tahu apa yang tengah ia pikirkan. Terkadang pikirannya penuh oleh sesuatu yang tak ia ketahui, dan terkadang pikirannya menjadi sangat kosong.

    Namjoon kemudian menegakkan tubuhnya dan sedikit merendahkan tubuhnya ke depan dengan kedua siku yang bertumpu pada lututnya di saat kedua telapak tangannya saling bertahutan.

    "Kau mengingat sesuatu?"

    Taehyung sekilas melihat ke arah Namjoon dan menggeleng seiring dengan pandangannya yang terjatuh pada ujung sepatunya.

    "Aku tidak tahu."

    Jawaban putus asa yang kemudian membawa tangan Namjoon untuk menepuk punggung pemuda di sampingnya dengan seulas senyum hangat yang ia berikan untuk sebuah dukungan.

    "Pelan-pelan saja, tidak usah terlalu di pikirkan. Jika memang sudah saatnya, kau pasti akan mengingatnya."

    "Akan lebih baik jika aku tidak mengingatnya."

    Namjoon menarik kembali tangannya dan menegakkan tubuhnya, menampakkan sedikit keheranan di garis wajahnya.

    "Kenapa?"

    Dahi Taehyung mengernyit. "Entahlah, aku pikir hanya ada kenangan buruk ketika ingatanku kembali."

    "Kenapa kau selalu patah semangat sebelum mencoba? Ayolah... Kita tidak akan tahu sebuah rahasia jika kita tidak membuka kotak pandora."

    "Bukalah maka kau akan segera menemuiku."

    Namjoon tersentak, mendengar gumaman Taehyung yang terucap dengan nada yang berbeda dari cara Taehyung berbicara saat ini.

    "Kau bilang apa barusan?"

    Taehyung yang saat itu tengah menunduk pun segera mengarahkan pandangannya pada Namjoon, namun terdapat sedikit keterjutan di garis wajah Taehyung.

    "Apa?" ujar Taehyung dan membuat kerutan di wajah Namjoon. Mungkinkan anak itu tidak sadar dengan apa yang baru saja ia katakan?

    "Kau tadi mengatakan sesuatu."

    Taehyung berpikir sejenak, mencoba menemukan perkataan yang di maksud oleh Namjoon.

    "Aku mengatakan akan lebih baik jika aku tidak mengingatnya."

    Namjoon menggeleng. "Perkataan selanjutnya."

    "Aku tidak mengatakan apapun."

    Mata Namjoon memicing, merasa aneh dengan tingkah Taehyung. Dia kemudian menaruh telapak tangannya pada kening Taehyung yang segera menepis pelan tangannya.

    "Apa yang Hyeong lakukan?"

    "Kau sedang bingung?"

    "Aku semakin bingung ketika berbicara dengan Hyeong."

    "Kau yang membuatku bingung. Sepertinya kau harus banyak mengistirahatkan kepalamu dan jangan terlalu banyak berpikir."

    Taehyung tak mengerti akan perkataan Namjoon, begitu pula Namjoon yang tak mengerti ada apa dengan Taehyung.

    "Kau akan pergi kemana hari ini?" Namjoon kembali melontarkan sebuah pertanyaan.

    "Seokjin Hyeong mengajakku pergi ke Incheon."

    "Incheon? Mengunjungi Pendeta Shin?"

    Taehyung menggeleng. "Dia tidak mengatakan apapun."

    Namjoon mengangguk-anggukkan kepalanya. "Jam berapa kau akan berangkat?"

    "Tidak tahu."

    "Kim Taehyung.... Di mana kau?"

    Suara teriakan dari dalam rumah yang mengalihkan perhatian mereka berdua, dan siapa lagi pemilik suara paling lantang yang masih tinggal di dalam rumah itu jika bukan Kim Seokjin.

    "Hyeong, aku pergi dulu."

    "Pergilah, hati-hati di jalan."

    Taehyung mengangguk ringan dan segera bergegas kembali ke dalam rumah, meninggalkan Namjoon yang melihat kepergiannya dengan helaan napas ringannya.

    "Dia benar-benar misterius." gumamnya dan kembali pada tujuan awalnya datang ke sana, yaitu untuk membaca koran dengan damai.

  
    Busan, 07:45

    Hanbin berjalan sembari celingukan layaknya orang bodoh ketika hampir semua pasang mata yang ia lewati menatapnya seperti orang aneh, berbeda dengan Yeri yang terlihat memiliki hari yang baik ketika Hanbin benar-benar mengantarnya sekolah.

    Meski pada kenyataannya Yeri lah yang menjemput Hanbin di panti pagi-pagi sekali karna khawatir bahwa Hanbin akan melupakan janji yang kemarin. Keduanya berjalan menuju gerbang sekolah Yeri yang sudah terlihat, berjalan berdampingan dengan Hanbin yang menuntun sepedanya.

    "Yeri..."

    Lantang seseorang dari arah belakang sontak membuat langkah keduanya terhenti dan segera menoleh ke belakang. Mata Hanbin memicing ketika melihat seorang siswa berlari ke arah mereka, namun dia sedikit terkejut ketika Yeri tiba-tiba menggendeng lengannya dan sedikit menariknya hingga keduanya berdiri menghadap ke arah siswa yang hampir sampai di tempat mereka tersebut.

    Hanbin menatap bingung ke arah Yeri, namun Yeri hanya memberikan seulas senyum simpul sebelum kembali mengarahkan pandangannya pada siswa yang telah sampai di tempat keduanya.

    "Apa ini? Kau di antar siapa?" tanya siswa itu, menunjukkan reaksi tidak bersahabatnya ketika bertemu pandang dengan Hanbin.

    "Dia pacarku." cetus Yeri.

    Si siswa yang berada di hadapan keduanya membuka mulutnya tak percaya, dia bahkan sempat melihat ke arah Hanbin dan Yeri beberapa kali seakan tengah membandingkan sesuatu.

    "Pacar? Kau?"

    Yeri mengangguk dan membuat siswa itu tertawa sinis tampak tak percaya dengan tangan yang kemudian berkacak pinggang.

    "Anak ini? Heol! Apa yang kau lihat dari orang ini? Bahkan pakaiannya pun tak layak untuk di pakai. Kau ingin mengorbankan masa depanmu hanya untuk bersama orang ini? Bukankah aku jauh lebih baik di bandingkan dengannya? Ayolah... Buka matamu." sinis si siswa yang berhasil menjatuhkan kepercayaan diri yang bahkan tak di miliki oleh Hanbin.

    "Mau di buka seperti apa lagi, mataku juga sudah terbuka. Mulai sekarang berhenti mengangguku, atau pacarku ini akan membuat perhitungan denganmu."

    Dengan mudahnya Yeri mengakhiri pembicaraan secara sepihak dan segera menarik Hanbin untuk meninggalkan siswa yang tampak menahan kekesalannya tersebut.

    "Itu tadi siapa?" Hanbin memberanikan diri untuk bertanya.

    "Orang aneh," cetus Yeri tanpa berniat untuk melepaskan lengan Hanbin, "dia selalu mengangguku setiap hari dan aku tidak menyukainya."

    Yeri kemudian mengarahkan pandangannya pada Hanbin. "Pokoknya, jika dia mengangguku lagi. Kau harus segera membuat perhitungan dengannya."

    "Apa, apa yang harus aku lakukan?"

    Yeri yang merasa gemas dengan wajah bodoh Hanbin kemudian memukul dada Hanbin dan membuat Hanbin menghentikan langkahnya.

    "Kenapa kau malah memukulku?"

    "Jadilah seorang pria sejati! Jika kau benar-benar menyukaiku, kau harus mau memperjuangkanku. Kau mau, jika aku pergi dengan orang tadi?"

    Hanbin menggeleng untuk merespon omelan Yeri yang di tujukan padanya.

    "Jika tidak mau, kau harus menjadi sedikit lebih pintar."

    Bukannya mengerti, raut wajah Hanbin justru bertambah semakin bingung. Bagaimana ia harus merespon semua yang di ucapkan Yeri padanya, Yeri tidak aneh tapi sepertinya dialah yang aneh.

    Yeri pun melepaskan lengan Hanbin karna dia harus segera masuk ke sekolah begitupun dengan Hanbin yang harus segera menuju ke tempat kerjanya.

    "Aku masuk dulu, kau hati-hati di jalan."

    Hanbin mengangguk dan memberikan seulas senyum tipis pada Yeri yang berjalan melewati gerbang sekolah. Langkah Yeri sempat terhenti tepat di ambang gerbang, sekedar untuk memberikan lambaian singkat yang di balas oleh Hanbin sebelum kembali melanjutkan langkahnya.

    "Aku harus bagaimana lagi?" gumam Hanbin putus-asa.

    Dia berbalik hendak meninggalkan area sekolah Yeri, namun tepat saat ia berbalik. Seseorang menabrak bahunya dengan keras namun tak cukup membuatnya kehilangan keseimbangannya.

    Tatapan keduanya saling bertemu, dan Hanbin baru sadar bahwa seseorang yang menabraknya adalah siswa yang beberapa waktu lalu bertemu dengannya. Tatapan tajam itu tertuju padanya seolah ingin menghakiminya.

    "Jika berjalan, gunakan matamu agar kau tidak tersesat. Menjinjikkan!" sinis siswa tersebut yang kemudian meninggalkan Hanbin.

    Saat itu, Hanbin hanya bisa menghela napasnya karna hanya itu yang bisa ia lakukan di saat ia kehilangan jati dirinya. Dan jika yang di hadapakan dengan siswa tersebut adalah Kim Hanbin yang hidup di Neverland, sudahlah pasti siswa itu tak akan bisa lagi menyombongkan diri di hadapan Hanbin.

    Hanbin kemudian menaiki sepedanya dan kemudian mengayuhnya untuk segera meninggalkan area sekolah Yeri.

Selesai di tulis : 28.10.2019
Di publikasikan : 12.11.2019

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro