Chapter : 06
Para saudara tertua—Hyunwoo, Minhyuk, Jinhwan dan juga Hoseok tengah mempersiapkan tempat untuk barbeque time di halaman depan. Sedangkan para saudara termuda terlihat sedang memasukkan bahan makanan ke dalam gudang belakang rumah, dengan komando dari Seungcheol.
"Hati-hati, jangan sampai jatuh," ujar Seungcheol.
"Ya ..." jawab ketiga anggota termuda secara bersamaan sembari berjalan menuju gudang dengan membawa beberapa karung.
"Seungcheol," tegur Taehyung yang berada di atas bak mobil.
Seungcheol menghentikan kegiatannya dan melihat ke arah Taehyung. "Ada apa?"
Taehyung terdiam sejenak, melihat wajah seungcheol.
"Ada masalah?" tanya Seungcheol, merasa heran karena Taehyung tidak juga bicara.
Taehyung kemudian menggeleng. "Tidak, bukan apa-apa. Aku hanya ingin memanggilmu," Taehyung tersenyum lebar.
Seungcheol mendesis sembari memalingkan wajahnya. Dia kira Taehyung ingin membicarakan hal yang penting. Dia kemudian menegur, "berhenti melakukannya."
"Melakukan apa?" tanya Taehyung dengan wajah bodoh, membuat Seungcheol tertawa ringan dan berjalan menuju gudang. Namun dengan cepat Seungcheol berbalik dan hendak memukul Taehyung dengan sayuran yang ia ambil dari bak mobil. Hal itu refleks membuat Taehyung melompat dari mobil. Berdiri berseberangan dengan tempat Seungcheol.
"Berhenti menggodaku."
Taehyung hanya tertawa melihat wajah Seungcheol yang sama sekali tidak terlihat kesal meski dia menggodanya seribu kalipun.
"Kenapa?" sahut Taehyung dengan nada menantang.
"Hentikan itu," balas Seungcheol tanpa minat.
Seseorang memukul bahu Seungcheol dan membuatnya sedikit terkejut, pemuda itu kemudian menoleh ke belakang dan mendapati bahwa Changkyun lah yang baru saja memukul bahunya.
"Aish ... kau ini, kenapa mengangetkanku?"
"Hyeong menghalangi jalan, minggir sana," ujar Changkyun sembari mengibaskan tangannya ke udara.
Seungcheol tertawa tidak percaya, lalu kemudian langsung merangkul leher Changkyun dari belakang seakan ingin mencekik pemuda itu.
"Anak ini ... siapa juga yang menghalangi jalanmu, eoh?!"
"Hyeong, argh ... aku tidak bisa bernapas," protes Changkyun.
"Siapa yang perduli?"
"Ya ampun! Hyeong, Hyeong ... aku minta maaf, aku tidak akan berani lagi."
"Cekik saja Hyeong," ujar Wonwoo yang keluar dari dalam gudang.
Cangkyun langsung menendang Wonwoo ketika mendengar ucapan Wonwoo. Namun kakinya tidak sampai karena Seungcheol memeganginya.
"Sampai mati juga tidak masalah," tambah hanbin dan membuat Changkyun semakin kesal.
"Ya! Awas kalian! Jika aku bebas, kubunuh kalian semua!" ancam Changkyun yang hanya mengundang tawa dari rekan-rekannya.
"Apa? Siapa yang ingin kau bunuh? Dasar anak nakal," ujar Seungcheol dan memukul pelan kepala Changkyun, membuat pemuda itu mengaduh.
"Ah, Hyeong ... aku, kan tidak bersalah. Lepaskan aku sekarang," rengek Changkyun.
"Jika aku tidak mau?"
"Ahh, Hyeong ... aku mohon."
LOST CHILD
Jinhwan melihat ke arah gudang belakang ketika ia mendengar keributan yang telah di buat oleh para anggota termuda hingga dia terjatuh ketika kakinya tidak sengaja tersandung kayu balok yang akan di potong oleh Hyunwoo.
"Oh! Jinhwan, kau baik-baik saja?" tegur Hyunwoo.
"Tidak, mana ada orang yang baik-baik saja setelah jatuh," ujar Jinhwan sembari bangkit dan memegangi kakinya.
"Berhentilah melihat ke sana kemari saat sedang berjalan. Kau harus lebih fokus pada satu hal," tegur Minhyuk yang keluar dari rumah. "Hoseok, bantu aku mengangkat meja ini."
Hoseok kemudian menghampiri Minhyuk dan membantu memindahkan meja ke tengah halaman.
"Woah ... ini akan jadi sempurna jika nanti malam turun hujan," ujar Hoseok sembari tertawa ringan.
"Bagus jika melihat tiga anak itu seperti terkena flu burung," sahut Minhyuk, membuat tawa Hoseok semakin keras.
"Kau benar, kau benar," Hoseok menimpali sembari melakukan high five.
"Apa yang sebenarnya mereka lakukan? Kenapa dari tadi berisik sekali?" protes Jinhwan yang tengah membawa beberapa barang yang di perlukan untuk barbeque time nanti malam.
"Mereka melakukannya karna sedang dalam suasana hati yang bagus," sahut Hyunwoo sembari mengangkat alat pemotong kayu dan memecahkan balok kayu di hadapannya menjadi beberapa bagian.
"Mereka memang selalu terlihat bahagia," gumam Minhyuk.
"Terlebih lagi saat melihat Jinhwan Hyeong menderita," sahut Hoseok.
"Ish ... kau ini. Kau sudah bosan hidup?" gertak Jinhwan. Bukannya membuat Hoseok takut, justru malah membuatnya tertawa.
"Kalian memang kurang ajar, kenapa kau tertawa? Berhenti tertawa dan lakukan saja tugasmu!"
"Aku tahu, aku tahu ... kenapa Hyeong selalu marah-marah?"
Minhyuk menarik sudut bibirnya, mungkin mereka harus sering-sering melakukan barbeque time. Minhyuk kemudian berjalan menuju rumah dan ketika ia ingin menaiki tangga, dia melihat ada sebuah bunga di dalam pot.
"Kim Jinhwan, siapa yang menaruh ini?" Minhyuk menunjuk bunga itu.
"Hah? Kau bilang apa?" sahut Jinhwan yang sepertinya tidak mendengar pertanyaan Minhyuk.
"Bunga siapa ini?"
"Oh ... Seungcheol. Seungcheol yang menanamnya pagi tadi."
Minhyuk memiringkan kepalanya seakan tengah berpikir. Untuk apa Seungcheol melakukannya, bukankah bunga itu tumbuh subur di Neverland, Minhyuk membawa pemikirannya tersebut masuk ke rumah.
LOST CHILD
"Tiga."
"Dua."
"Satu."
Minhyuk melihat ke arah tiga anggota termuda yang duduk berdampingan di tengah halaman. Bukannya membantu, mereka malah berhitung. Tidak jelas apa yang mereka hitung.
"Apa yang Hyeong lihat?" tanya Hoseok ketika ia menghampiri Minhyuk.
Minhyuk menunjuk ke arah tiga anggota termuda dan Hoseok kemudian ikut melihat ke arah mereka.
"Tiga."
"Dua."
"Satu."
"Mereka melakukan itu dari tadi," ujar Minhyuk.
Hoseok kemudian mengikuti arah pandang ketiga pemuda itu dan tersenyum tidak percaya.
"Mereka harus berhenti melakukannya."
"Melakukan apa?" tanya Minhyuk yang kemudian menegakkan tubuhnya, melihat ke arah Hoseok.
"Jinhwan Hyeong," ujar Hoseok dengan suara pelan.
Minhyuk kemudian melihat ke arah Jinhwan yang tengah berusaha menghidupkan api dan kemudian melihat ke arah tiga pemuda yang ternyata tengah menyemangati Jinhwan. Reaksi yang sama ditunjukkan oleh Minhyuk.
"Biarkan saja, mereka tidak bisa hidup tanpa mengganggu Jinhwan," Minhyuk menepuk dada Hoseok sebelum meninggalkannya.
"Tiga."
"Dua."
"Satu."
"Apa yang kalian lakukan?" tanya Jinhwan ketika ketiga pemuda itu tidak berhenti menghitung.
Jinhwan bahkan sudah cukup bersabar sejak beberapa menit yang lalu. Menghidupkan api bukanlah sesuatu yang mudah dan kelakuan para adiknya itulah yang membuatnya semakin naik darah.
Wonwoo menyahut, "duduk."
Disambung oleh Changkyun, "menunggu Hyeong."
Diakhiri oleh Hanbin, "Fighting."
Jinhwan menghela napas panjang, sepertinya dia harus memanggil pimpinan dari tim termuda.
Changkyun kemudian menegur, "Hyeong, kau kurang keras meniupnya."
Hanbin melanjutkan, "jika Hyeong lembek seperti itu, bagaimana apinya bisa menyala?"
"Hyeong harus meniupnya seperti ini," Wonwoo memperagakan cara meniup yang benar pada Jinhwan yang kemudian meletakkan kayu di tangannya untuk melihat tutorial dari para adiknya..
"Aish, jangan lakukan di telingaku," protes Changkyun sembari mengosok telinganya.
"Kenapa?"
"Rasanya geli."
Mereka berdua kemudian tertawa bersama dan kembali memberikan pelajaran perihal api pada jinhwan.
"Hyeong harus menata kayunya dengan benar, kenapa malah diam?"
"Jika tidak ada api, kita tidak bisa memasak."
"Posisi Hyeong menaruh kayu juga salah."
"Hyeong perlu mengucapkan mantra."
Changkyun dan Hanbin serempak menoleh ke arah wonwoo. Changkyun kemudian bertanya, "memang ada mantranya?"
"Ada?"
"Aku tidak pernah dengar," sahut Hanbin
"Kalian bodoh, jadi kalian tidak tahu."
Hanbin dan Changkyun serempak memukul wonwoo kepala Wonwoo sebelum kembali fokus pada permasalahan Jinhwan.
"Hyeong, kau harus mengucapkan ya dengan semangat, baru apinya bisa hidup."
Jinhwan belum merespon dan hanya menjadi penonton.
"Bagaimana caranya?"
"Fire ... Fire, fire ....." ujar wonwoo seperti ingin mengeluarkan sesuatu dari tangannya. "Kau harus berhubungan baik dengan api, mengerti?"
"Seungcheol Hyeong mengatakan bahwa kita tidak boleh main api," ujar Changkyun dengan santai.
"Kenapa?"
"Berbahaya," terang Changkyun penuh dengan penekanan. "Hyeong bilang api itu seperti cinta, sangat panas dan menyakitkan."
"Aku juga pernah mendengarnya," sahut Hanbin.
"Bagaimana?"
"Uri sarangeun buljangnan ... oh,oh,oh,oh ... my love is kwon fire ..."
"Now burn, baby burn," sahut Changkyun dan Wonwoo bersamaan.
"Kau mendengarnya dari Seungcheol Hyeong?"
"Aku pernah mendengar dia menyanyi seperti itu."
"Di mana?"
"Ya! Hentikan itu!"
Semua orang menoleh ke arah Jinhwan. Bahkan angin yang sebelumnya bertiup seakan-akan ikut berhenti.
"Sudah puas bicaranya?!"
"Belum," jawab Changkyun dengan santai, membuat Jinhwan mendengus sembari berdiri.
Memang sepertinya mereka bertiga harus di pukul dulu baru mengerti. Tapi sebelum Jinhwan mendekati mereka, ketiga pemuda itu sudah mengaduh sembari memegangi kepalanya lebih dulu.
"Berhenti membicarakan tentangku saat aku tidak ada," tegur Seungcheol yang baru memukul kepala mereka. "Cepat pergi ke gudang sana dan bantu kakak kalian."
"Ye ..." jawab mereka serempak dan kemudian berjalan menuju halaman samping sembari menggerutu.
"Di saat seperti ini mungkin akan lebih enak jika memancing di Yeosodo."
"Kubis musim semi Cheongsando juga enak."
"Cheongsando lebih baik dari pada Yeosodo."
"Untuk apa memancing di malam hari?"
"Berdonasi pada nyamuk."
"Besok-besok suruh saja Jinhwan Hyeong."
"Hyeong, biar kubantu," ujar Seungcheol yang menghampiri Jinhwan.
Sedangkan Jinhwan masih melihat ke arah tiga pemuda yang baru saja pergi. Dia kemudian ikut berjongkok di samping Seungcheol yang mencoba menyalakan api.
"Apa kau benar-benar pernah melakukannya?"
Seungcheol mendongakkan kepalanya melihat Jinhwan. "Melakukan apa?"
"Yang baru saja mereka katakan."
"Bukan aku, mungkin saja yang mereka lihat adalah Taehyung," jawab Seungcheol acuh.
"Lalu, bagaimana mereka bisa tahu tempat-tempat aneh yang mereka sebutkan tadi? Apa mereka pernah ke sana?"
Seungcheol berhenti meniup api dan terbatuk sebelum menjawab pertanyaan Jinhwan. "Itu akibatnya jika mereka di bawa ke kota. Mereka melihat acara Seventeen One Fine Day saat berada di kota. Mereka bilang akan mencobanya di rumah."
Jinhwan terkejut. "Apa-apaan mereka? Bagaimana bisa mereka melihat televisi?"
"Seharian mereka hanya duduk di kedai modern dan melihat ke arah televisi sampai kami bertiga selesai mengangkut barang."
"Heol!" Jinhwan menatap tidak percaya ke arah Seungcheol. Bagaimana bisa Seungcheol terlihat biasa saja melihat kelakuan para adik mereka yang sudah keterlaluan. Jinhwan kemudian membuang tawa ringannya ke udara. Mungkinkah itu alasan sebenarnya dari ketiga pemuda itu yang selalu ingin ikut ke kota jika Seungcheol yang berangkat.
"Ya! Choi seungcheol. Bukankah kau sudah keterlaluan?"
Seungcheol melihat Jinhwan dengan raut wajah bertanya, memangnya apa yang dia lakukan?
"Apanya?"
"Kau—" perkataan Jinhwan terhenti ketika sebuah suara misterius tiba-tiba terdengar.
"Fire ... fire, fire ....... hyahhhh!"
Keduanya terinterupsi oleh teriakan dari arah gudang dan berbalik setelah api di hadapan mereka benar-benar menyala.
Seungcheol tertawa tidak percaya. "Hyeong, sepertinya kau harus mencobanya lain kali," Seungcheol menepuk bahu Jinhwan dan pergi.
"Fire?" ujar Jinhwan tidak percaya. Sepertinya dia sudah termakan bualan ketiga adiknya yang saat ini sedang merusuh di gudang.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro