
Chapter : 03
Minhyuk duduk di balik kemudi mobil, terlihat gelisah. Berbeda dengan biasanya yang selalu bersikap tenang.
"Bulan tidak selalu bersikap baik padamu. Jika kau tidak mencoba mengertinya, dia akan merebut waktu dari pemiliknya."
Minhyuk menjatuhkan kepalanya ke atas kemudi untuk beberapa saat, kemudian menegakkan kepalanya dan menoleh ke belakang. Sudah hampir setengah jam mereka berhenti di sana. Hyunwoo dan Taehyung pun sepertinya juga sudah tidur.
"Jangan menggangguku, aku bisa menentukan jalanku sendiri," gumam Minhyuk sembari menghidupkan mesin mobil.
Hyunwoo yang saat itu memang belum tidur, membuka matanya. Melihat ke arah Taehyung yang sudah tertidur. Kemungkinan besar Taehyung akan pergi setelah tidur, tapi kenapa kali ini Minhyuk terlihat begitu gelisah. Hyunwoo mendongak, melihat ke arah bulan. Kedua netranya menyipitkan, menfokuskan pandangannya pada bagian kiri bulan. Hyunwoo melihat sesuatu yang aneh di sana, sebuah lingkaran hitam yang tidak terlalu besar. Mungkin bisa disebut dengan Blackhole. Hyunwoo berpikir, mungkinkah itu yang membuat Minhyuk begitu gelisah. Tapi kenapa?
"Lee Seung ... jika kau juga merasakannya, keluarlah sekarang dan tuntun kami," batin Minhyuk yang mengemudikan mobilnya menuju Neverland.
LOST CHILD
Neverland terlihat sangat sepi setelah semua orang di sana jatuh ke alam mimpi mereka masing-masing. Perlahan Seungcheol membuka kedua matanya, mengarahkan pandangannya ke sekeliling di mana para adiknya tertidur pulas. Seungcheol duduk dan mengintip ke luar dari celah jendela di sampingnya.
Neverland memang sangat sepi kali ini, bahkan lebih sepi dari biasanya. Seungcheol turun dari ranjang dengan hati-hati agar tidak menimbulkan suara yang bisa membangunkan para adiknya.
"Hyeong "
Seungcheol menoleh ketika mendengar suara Wonwoo.
"Kau mau ke mana?"
"Aku ada urusan sebentar, tidurlah."
Seungcheol meninggalkan Wonwoo yang terpaku melihat kepergiannya. Wonwoo seperti sedang bertanya-tanya pada dirinya sendiri, haruskah dia mengikuti Seungcheol atau membiarkannya.
Seungcheol berjalan ke gudang belakang rumah. Langkahnya sempat terhenti di depan pintu untuk beberapa waktu sebelum akhirnya membuka pintu gudang dan menutupnya kembali dari dalam. Seungcheol berjalan menuju sebuah pintu yang terletak di ujung ruangan tempat penyimpanan bahan makanan mereka. Membuka pintu yang mungkin bisa di sebut sebagai ruangan terlarang untuk di masuki, karena di sana menyimpan barang-barang antik yang sudah berumur sangat lama.
Seungcheol masuk ke dalam ruangan tersebut dan ada banyak barang-barang berbau era kerajaan, di mana ada beberapa pakaian tradisional Korea yang biasa di pakai oleh seorang bangsawan dan ada satu pakaian tradisional yang di pakai oleh seorang Putra Mahkota pada era kerajaan Korea, lengkap dengan sebilah pedang yang terlihat asli.
Seungcheol mengambil satu pakaian yang terlihat sangat elegan dengan beberapa motif pada pakaian tradisional tersebut dan memakainya, dia juga memakai ikat kepala dengan motif burung merak yang sangat cantik. Ketika dia sudah selesai merapikan bajunya, dia mengambil sebuah pedang tepat di bawah pakaian yang ia ambil tadi. Mengeluarkan sedikit bagian pedangnya dari dalam sarung seakan ingin memastikan bahwa pedang tersebut tidak berkarat, pintu tiba-tiba terbuka.
Seungcheol dengan tenang menoleh ke arah pintu dan melihat Hoseok yang tengah mematung di ambang pintu dengan raut wajah terkejut. Tiba-tiba saja Hoseok menjatuhkan satu lututnya di atas lantai dan menunduk seperti seorang prajurit yang memberi hormat kepada Rajanya.
Seungcheol menyarungkan kembali pedangnya lalu menaruhnya di punggungnya. "Aku ada urusan sebentar, pergilah dan tidur kembali," ujar Seungcheol kumudian.
"Tapi—"
"Hanya sebentar. Sepertinya dia sedang berada dalam kesulitan."
Hoseok mendongakkan kepalanya dan melihat ke arah Seungcheol, seakan memohon agar dia bisa pergi bersamanya.
"Jangan buat yang lainnya curiga, kembali ke kamarmu dan pastikan mereka tidak menyadari kepergianku."
"Aku mengerti," ujar hoseok sembari menunduk sedalam-dalamnya.
Seungcheol pun berjalan melewati Hoseok yang masih berlutut. Hoseok membuang napasnya ketika mendengar pintu gudang yang tertutup dengan pelan. Dia kemudian berdiri, melihat ke arah pakaian tradisional yang tergantung rapi di hadapan.
"Kau tidak dengar apa yang baru saja dia katakan," sebuah teguran datang dari arah belakang.
LOST CHILD
Seungcheol meninggalkan rumah dan masuk hutan. Sinar putih rembulan menerobos dedaunan yang rimbun seakan ingin menyinari jalan Seungcheol. Pemuda itu melangkahkan kakinya masuk ke hutan tanpa memiliki keraguan sedikitpun. Dia hanya melihat ke arah jalan yang ada di hadapannya.
Setelah beberapa waktu dan berjalan cukup jauh, Seungcheol sejenak menghentikan langkahnya. Kembali melangkahkan kakinya keluar dari pepohonan dan berhenti di tempat yang sedikit lenggang dan dikelilingi pepohonan. Pemuda itu dapat dengan jelas melihat bulan dari tempatnya saat ini atau mungkin sebaliknya. Tatapan Seungcheol menajam ketika memasuki hutan beberapa waktu lalu, bahkan dia kehilangan keramahannya yang selalu menjadi kebanggaannya.
"Kelayapan sendirian di saat malam seperti ini."
Seungcheol menoleh ke belakang dan melihat seseorang yang baru saja menegurnya bersandar di pohon dengan santai sembari bersedekap dan memegang sebuah pedang.
"Jika tidak ingin seseorang mengikutimu, kau harus pergi diam-diam saat tengah malam," Wonwoo mendekati Seungcheol, lengkap dengan pakaian tradisional yang melekat di tubuhnya.
Wonwoo menghentikan langkahnya tepat di hadapan Seungcheol yang kemudian mengarahkan pandangannya ke atas.
Wonwoo kemudian berucap, "aku tidak tahu apa yang bisa dilihat darinya, tapi dia membuat mataku sakit."
Seungcheol melihat ke arah Wonwoo, tapi Wonwoo langsung memalingkan wajahnya seperti tengah menghindari tatapan Seungcheol.
"Tunggulah di sini," gumam Seungcheol.
"Aku tahu ... pergilah sesukamu, dan jangan lama-lama jika kau tidak ingin dia mati karena mengkhawatirkanmu."
Seungcheol melangkahkan kakinya kembali memasuki hutan sembari menarik pedangnya dari dalam sarung pedang. Sedangkan Wonwoo, pemuda itu duduk bersila di atas rumput sembari memeluk pedangnya dan memperhatikan setiap pergerakan Seungcheol.
Seungcheol mendekati salah satu pohon. Memejamkan matanya untuk beberapa waktu sebelum akhirnya membukanya kembali. Seungcheol mengangkat pedangnya dan mengarahkannya pada pohon di hadapannya. Membuat sebuah goresan di sana dan meninggalkannya. Seungcheol juga melakukan hal yang sama pada beberapa pohon lainnya.
Angin berhembus perlahan mengusik pendengaran Wonwoo. Sampai saat ini Wonwoo masih belum mengerti tempat seperti apa itu Neverland, bahkan sampai saat ini dia tidak tahu apa yang di lakukan seungcheol saat ini.
"Aku tidak ingin tahu seperti apa dirimu, pulanglah karena aku yang menjemputmu hari ini," kalimat yang menyerupai sebuah mantra yang terucap oleh batin Seungcheol.
Seungcheol kembali menyarungkan pedangnya. Pemuda itu berbalik dan menghampiri Wonwoo yang segera berdiri ketika dia mendekatinya.
"Lain kali jika ingin keluar biarkan dia mengikutimu," tegur Wonwoo kemudian.
"Tidak ada lain kali," balas Seungcheol.
Wonwoo menghela napas. Sampai detik ini dia masih saja menghindari tatapan Seungcheol. Bukan karena apa-apa, hanya saja ada rasa takut yang tiba-tiba muncul ketika melihat tatapan dingin Seungcheol seperti malam itu.
Seungcheol kemudian berbicara, "mereka akan datang lebih cepat."
Wonwoo tersenyum tak percaya, "kalian membuatku gila."
"Tetap di belakangku."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro