Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 9.8 - Unwanted Passenger

"Kau ... melakukan sesuatu padaku?"

"Aku tidak akan melakukan apa-apa sebelum mendapat persetujuan." Wyfrien menggaruk ekor alis kanan yang tidak gatal dengan ujung telunjuk. "Kecuali terpaksa," gumamnya pelan hingga nyaris tidak menggerakkan bibir.

"Oh." Excelsis membuang muka, tidak tahan dengan tatapan intens Wyfrien. Pikirannya berkelana lagi pada acara di televisi tentang kota Vencenia. "Hei, kau tahu tentang keluarga Sterling?"

"Sterling? Ada apa dengan mereka?"

"Entahlah. Tiba-tiba aku teringat dengan dia, Wise Sterling."

Wyfrien menelengkan kepala sambil tersenyum singkat pada Excelsis dan menekan sebuah tombol untuk membuka penutup tangki bahan bakar. "Kau ingin bilang wajahku mengingatkanmu padanya?"

"Iya."

"Siapa dia? Seseorang yang telah melukai hatimu?" Wyfrien menurunkan jendela dan memberikan kartu kreditnya pada seorang karyawan. "Isi penuh. Terima kasih."

Excelsis menunggu Wyfrien selesai berurusan dengan petugas yang mengambil kartu kreditnya sebelum menjawab, "Bukan. Aku baru sekali bertemu dengannya di kediaman Profesor Sterling."

"Sepertinya berkesan."

"Mungkin." Excelsis terdiam lagi dan kembali menatap ke luar jendela, tidak tertarik lagi untuk mengagumi pantulan wajahnya di jendela pintu mobil.

Setelah lama tenggelam dalam pertanyaan demi pertanyaan yang terus mengalir dan membanjiri kepalanya, Excelsis kembali bersuara, "Mengenai penguncian ingatan yang tadi yang sebut. Bisa jelaskan sedikit tentang itu?"

"Bisa tapi bersyarat."

Excelsis berpikir sejenak sambil memperhatikan Wyfrien yang kembali menyelipkan kartu kreditnya ke dalam dompet. "Aku akan mendengar persyaratannya setelah tahu namamu. Sangat tidak adil bila hanya kau yang tahu namaku."

Wyfrien tertawa kecil lalu mengerling pada Excelsis. "Wyfrien Bleid Myers. Ada lagi?"

"Persyaratannya, silakan."

"Baiklah. Pertama, kenapa dan temanmu yang cerewet itu nekat menerobos? Terlalu sibuk hingga tidak membaca papan pengumuman?"

"Tentu saja bukan itu."

Excelsis menceritakan pada Wyfrien dosa kecil yang baru saja dilakukan, yaitu mencuri dengar percakapan seseorang dan langsung menghubungi Lysandra. Begitu tahu tempat tujuan sang sahabat, ia segera berlari secepat kakinya bisa dipacu. Namun, beberapa langkah sebelum gerbang museum, si mungil itu hendak masuk sendirian.

"Apa yang kau dengar dari percakapan itu, sepertinya bukan berita bagus?"

"Tentang serangan dan entahlah ... invasi—Ya, aku tahu kedengarannya gila, tapi aku tidak ingin sahabatku terancam bahaya. Hanya saja ...."

"Ya? Ceritakan saja." Wyfrien mendorong Excelsis untuk terus bercerita dan membuang keragu-raguannya.

"Sesaat setelah Lysa menyeretku ke dalam, aku tidak bisa bergerak dan ... berhalusinasi? Ah, aku tahu ini aneh, tapi kuharap kau—"

"Seperti apa—halusinasimu?" potong Wyfrien, seperti tidak sabar mendengar kelanjutan cerita Excelsis. "Aku tidak akan menganggapmu aneh, tenang saja."

Penekanan Wyfrien sedikit banyak meneteramkan hati Excelsis yang menghirup dalam-dalam dan bercerita kembali, "Aku melihat ubur-ubur dan cumi-cumi bertarung hingga salah satu dari mereka meledak menjadi percikan air." Ia melirik Wyfrien yang masih memasang telinga. "Setelah itu ... ada sosok bertudung hitam yang muncul dari tanah, seperti ... seperti keluar dari portal."

"Hanya itu?" Wyfrien memacu kendaraan memasuki jalan raya kembali.

"Tidak, masih ada. Sosok bertudung tadi mengulurkan tongkat yang ujungnya ada kristal merah. Tahu-tahu tongkat itu diacungkan padaku! Dia komat-kamit tidak jelas sampai kristalnya menyala dan keluar sinar seperti laser. Aku ingin menghindar, tapi tidak bisa dan pasrah bila ini adalah hari terakhirku di dunia. Mati, dengan dada berlubang."

"Itu bukan halusinasi, beberapa hari lalu memang ada kejadian seperti yang kau ceritakan."

"Yang benar? Kenapa tidak ada beritanya?

"Mudah. Tidak ada saksi mata."

"Hmmm ... seandainya ada saksi mata pun, tidak akan ada yang percaya. Ubur-ubur dan cumi-cumi seukuruanku tengah bertarung di darat?"

"Analisis yang bagus. Tapi, reaksimu terlalu datar untuk seseorang yang terkejut." Wyfrien mendapatkan kesempatan untuk menoleh lebih lama pada Excelsis karena hitungan lampu merah yang lama.

"Itu ...." Excelsis berharap Wyfrien tidak terus mencecarnya.

Seperti bisa merasakan ketidaknyamanan Excelsis, Wyfrien mengulas senyum tipis. "Baiklah, pindah persyaratan kedua. Ini mudah karena aku hanya ingin tahu alasan kalian mendatangi museum yang bahkan tidak punya jadwal buka."

Excelsis menarik ujung bibirnya, mencoba tidak terlihat seperti seringai tidak tulus. "Sejujurnya, aku tidak tahu Lysa tiba-tiba tertarik dengan topik yang sering dibahas oleh guru Sejarah kami."

"Vyraswulf?" tebak Wyfrien.

"Ah, kalian sempat ngobrol rupanya."

"Ya, sedikit." Wyfrien memacu mobil lagi setelah lampu hijau menyala. Sepuluh meter lagi dan mereka akan memasuki kompleks perumahan kediaman Excelsis. "Dia ... menarik—guru Sejarahmu."

***

Lima belas menit berlalu sejak menurunkan Excelsis di depan gerbang rumahnya. Sekarang hanya kemacetan tersendat di gerbang tol yang menemani Wyfrien. Masih lima kilometer lagi untuk mencapai kawasan Pelabuhan Savaghan demi memeriksa salah satu kargo yang diperlukan untuk pameraran nanti.

Kegaduhan kecil terdengar dari arah bagasi. "Keluarlah!"

Sepertinya Wyfrien tahu siapa yang telah menyelinap masuk ke dalam bagasi dan terkunci. Ia menekan sebuah tombol hingga salah satu jok belakangnya merunduk, memberi celah yang cukup besar untuk seseorang merangkak keluar dari ruangan gelap yang sempit dan pengap.

"Ya, Tuhan ... kupikir aku akan mati keriput karena seluruh keringat yang kurelakan meninggalkan ragaku ini!" runtuk sosok yang rambutnya sampai menempel di wajah hingga sulit dikenali. "Bila aku mati, kau masih berniat menguburku, 'kan?"

"Tinggal kulempar ke parit," balas Wyfrien datar.

"Ya, ampun! Ini bayaran untuk semua kerja kerasku? Hidup mengenaskan macam apa ini."

Karena Wyfrien tak kunjung merespon, sosok tersebut menyibak seluruh rambut ke belakang hingga memperlihatkan mata hijau sebening kristal di balik kaca mata oval berbingkai titanium. Ia menyambar tisu di mobil dan sibuk mengelap permukaan lensanya yang lembap dan berembun.

"Kupikir kau sudah menyerah setelah diusir Alfred."

"Tidak semudah itu, Tuan Muda Fernando! Aku masih harus menguak misteri tentang Nirfulong! Kau benar-benar akan memamerkannya minggu depan, kan!" tandasnya cepat, menebalkan seluruh maksud dan tujuan hingga ia rela bertindak sejauh ini.

"Apa hubunganmu dengan dua anak-anak itu?" Wyfrien merujuk Excelsis dan Lysandra.

"Teman ngobrolmu tadi bernama Excelsis ... apa anak satunya lagi—yang lebih pendek—bernama Lysandra?"

"Bila sudah tahu, untuk apa bertanya lagi?" balas Wyfrien pedas.

Sosok perempuan yang masih menginginkan kameranya kembali, merangkak sendiri ke depan dan duduk manis di samping Wyfrien.

"Siapa yang memintamu duduk di situ?"

"Tidak ada. Aku mengajukan diriku sendiri."

"Pindah, atau kuturunkan kau di sini."

"Tidak bisa, kau bisa menciptakan tabrakan beruntun bila berhenti mendadak."

"Kenapa kau menyelinap?"

"Demi kameraku tercinta, aku rela melakukan apa pun. Kekuatan cinta memang luar biasa, bukan?"

***

"Mereka muridku. Kau tahu SMU Carpe Noctem? Aku guru di sana, guru Sejarah. Bagaimana, aku hebat, kan?" ucapnya tiba-tiba lalu melanjutkan, "oh iya, namaku Astera Gale. Cukup panggil Gale saja, tidak masalah. Anak-anak biasanya memanggilku Nona Gale."

Semakin lelah dengan ucapan yang sama sekali tidak berarti apa-apa di telinganya, Wyfrien menyalakan radio dan menyetel volume kuat-kuat, supaya Gale kembali menggembok mulut seperti sepuluh menit lalu.

"Hei! Aku sudah mengirim formulir aplikasi ke halaman situs yang pasti dikelola olehmu. Kirimkan aku surat undangannya, ya!" Gale harus berteriak-teriak supaya tidak kalah dengan alunan musik rok yang mengentak-ngentak berisik.

"Kenapa kau tertarik?"

"Meneruskan penelitian ayahku." Gale yang sedari tadi terdengar ceria, menunduk. "Dia ... tewas. Pesan terakhirnya 'selidiki mereka', sambil menyerahkan kunci ini ...." Gale mengeluarkan sebuah kunci karatan dari balik jaket tebal dan menggenggamnya erat-erat.

"Kau pikir kebohonganmu menjual?"

"Ketahuan rupanya. Baiklah, baiklah. Kunci ini kutemukan di antara barang-barangnya yang hendak dibakar ibuku. Di peti besar milik mendiang ayahku berisi banyak catatan-catatan tangannya mengenai tiga hal—Vyraswulf, Nirfulong, dan Legenda Virmaid Akhir Zaman. Sejak itulah aku mulai mencari tahu."

"Dan?"

"Banyak hal yang kutemukan. Sampai-sampai ... aku bisa membedakan siapa saja yang Aether dan 'mereka'. Sejujurnya 'mereka' banyak, khususnya di tempatku mengajar."

"Siapa 'mereka'?"

"Hehe ... ingin mengujiku? Baiklah, akan kumulai dari kau sendiri. Kau adalah—"

"Tidak perlu membahasku."

"Ok. Kalau begitu ... contoh yang lain saja. Ah! Muridku yang bernama Zev Maverick Myers, dia Aethra tapi memiliki sentira Vyre—Vyraswulf yang menerkam Vampire? Menarik, menarik ...." Gale terkekeh dengan pikiran nakalnya sendiri.

Gale memperhatikan wajah Wyfrien yang seperti menahan kata-kata yang ingin dikeluarkan. "Kenapa? Aku benar? Sepertinya sentira itu berasal darimu. Apa aku benar lagi?"

Wyfrien melirik tajam, tapi Gale sama sekali tidak teritimidasi, malah mengeluarkan senyum bodohnya. "Tenang, tenang. Aku tidak akan memberitahu siapa-siapa asalkan kau memberiku surat undangan ke pamerannya."

Menurut Wyfrien, cara Gale bernegosiasi sangat brutal. Ia tidak bisa memberikan jawaban tidak pada wanita yang bisa jitu menebak identitasnya dengan sekali lihat. Yang sangat menggangu, ia sama sekali tidak bisa mendeteksi sentira Anak-anak Bulan dari Gale.

Seperti tahu isi kepala Wyfrien, Gale menyeringai. "Kau ingin tahu kenapa manusia biasa sepertiku bisa sejago ini?" kekehnya sejenak sebelum lanjut menjabarkan, "jauh sebelum menjadi guru di sekolah elit itu, aku sudah bergabung dengan suatu kelompok yang memiliki ... katakanlah kami memiliki ketertarikan yang sama. Salah satu dari mereka memberiku sebotol ramuan yang konon katanya hasil racikan seorang Pixie. Voila! Bisa tebak sisanya, bukan?"

Dengan alasan perlu ke toilet sesegera mungkin, Gale minta diturunkan di depan minimarket yang berdekatan dengan halte bus. "Tunggulah sebentar, aku tidak lama." Meski Wyfrien memutar bola mata karena kesal dengan tindakan semena-mena Gale, ia tetap menuruti permintaannya.

Tak lama Gale membuka pintu, tapi tidak masuk dan meletakkan seplastik buah-buahan yang ia beli di kios buah dekat minimarket. "Terima kasih atas tumpangannya, rumahku tidak jauh dari sini. Kubelikan ini, bagus untuk menambah darah."

Wyfrien menunggu Gale menaiki bus yang berhenti di halte sebelum menyibak plastik berlogo nanas berkacamata yang tengah menyeruput jus nanas untuk melihat isinya. Devil Guava—Jambu Biji Setan. Buah merah berkulit licin berkilau itu memiliki daging buah yang renyah dan manis, tapi sekumpulan biji pada intinya sepedas cabai rawit yang jangankan tergigit, kena lidah saja bisa menimbulkan iritasi.

Wanita iblis!

***

Jangan lupa vote + komen dan terima kasih sudah mengikuti sampai ke chapter ini.

Selanjutnya akan diceritakan sedikit mengenai Dunia yang ada di novel ini. Kalau ingi skip, bisa langsung lanjut ke Chapter 10. Terima kasih very banyaks.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro