Chapter 7.2 - Reminescence
Excelsis bermalas-malasan di ranjang sambil membaca komik terbitan baru, sedangkan Lysandra sibuk di depan layar monitor di seberang ruangan. Ia sibuk mengelana di dunia maya untuk mencari informasi tentang banyak hal, terutama tentang bangsa Vyraswulf.
Satu judul berita menarik perhatiannya yaitu mengenai pembekuan sebuah proyek penelitian pemerintah. Dalam halaman singkat tersebut terpampang hasil unggahan potongan koran dari zaman itu mengenai dua peneliti yang berhasil selamat dari bencana besar di sebuah laboratorium.
Dua peneliti itu bernama Ben T. Sterling dan Alamea Sterling. Menurut laporan di kliping koran tersebut, kedua peneliti ambisius ini dijerat dengan tuduhan melakukan penelitian ilegal dan membahayakan. Mereka kemudian dinyatakan bersalah dan dipenjara di suatu pulau dengan penjagaan super ketat selama 17 tahun.
Lysandra tidak mendapatkan banyak informasi mengenai Vyraswulf di dalam artikel, satu-satunya kata Vyraswulf dalam potongan koran tersebut mengutip teriakan histeris Bent Sterling supaya menemukan Vyraswulf yang melarikan diri. Tidak dijelaskan sama sekali mengenai Vyraswulf, bahkan di bagian akhir laporan si penulis mempertanyakan kewarasan generasi ketiga dari keluarga Sterling yang memang terkenal kontroversial.
"Hei, lihat apa? Serius sekali." Excelsis mengagetkan Lysandra yang sangat serius membaca mengenai sebuah kasus yang terjadi sebelum mereka lahir.
"Sterling? Rasa-rasanya pernah dengar—" Excelsis mencoba membuka laci memori berkarat di benaknya terkait seseorang yang memilik marga Sterling.
"Oh ya, siapa dia? Penelitian macam apa yang dia lakukan?" Mata Lysandra tak berkedip, tanda ia sangat tertarik dengan bahan pembicaraan kali ini.
"Tidak tahu. Lupa." Excelsis tersenyum miring lalu menghampiri nakas kecil di samping ranjang dan menelepon dapur untuk meminta mereka membawakan makanan kecil ke kamarnya.
Lysandra geregetan sendiri dengan sikap Excelsis yang masa bodoh seperti tadi. Namun, ia kembali ke fokus pencariannya. Kali ini ia mencari cerita-cerita dalam mitologi dengan harapan bisa menemukan sedikit informasi mengenai banyak hal yang menari-nari di kepala sejak kejadian kemarin. Ia mengetikkan 'Nirfulong' dalam kotak pencarian dan langsung diarahkan ke sebuah situs yang berisi tentang hasil penggalian purbakala. Website yang terpampang diasuh oleh seseorang yang hanya memberikan dua huruf initial W.M.
"Huh! Siapa lagi itu W.M.—buat apa bikin website tapi merahasiakan jati diri!" Lysandra merengut sebal.
Namun, keingintahuan lebih berkuasa sehingga ia terus membaca tiap-tiap halaman yang dipikirnya bisa memberi informasi penting. Panah kursornya mengarah pada tombol 'Acara' dan mengeklik bagian tersebut. Laman yang terbuka berisi acara yang akan diadakan oleh asosiasi arkeolog sekota. Foto seutas kalung yang dilabeli sebagai Kristal Nirfulong akan turut dipamerkan di museum kota. Lysandra sampai merapatkan wajah ke monitor, hatinya berkobar-kobar memperhatikan benda cantik ini dengan seksama.
Liontin perak ini memiliki bentuk seperti kuncup bunga Lisianthus sehingga kristal yang tersimpan di dalamnya sama sekali tidak terlihat, sangat berbeda dengan desain milik Schifar. Bunga Lisianthus memiliki lima kelopak lebar yang menyempit ke luar dan berakhir dengan bentuk runcing melengkung seperti ujung kuku kucing. Warnanya bervariasi dari merah, putih, dan ungu. Bunga ini dipakai sebagai simbol keluarga Ultrez, salah satu dari enam klan Vyraswulf.
Misterius adalah kata yang tepat untuk menggambarkan pemilik dari kalung ini karena memilih untuk menyembunyikan kristal berharganya. Satu pertanyaan serius yang sulit dijawab oleh Lysandra adalah bagaimana sang kurator museum begitu yakin benda tersebut adalah Kristal Nirfulong.
Gelitik ingin tahu Lysandra semakin menjadi hingga ia sampai pada satu kesimpulan untuk menghadiri sendiri pameran tersebut. Kalender yang duduk manis di samping layar langsung menjadi korban penodaan spidol berwarna merah. Ya, tanpa seizin sang pemilik, Lysandra sudah melingkari salah satu tanggalnya. Merasa kurang, ia juga menandai tanggal yang sama pada kalender di ponsel dan menyalakan alarm.
"Detektif Hazel Lysandra akan membuka jati diri kalian, tunggu saja!" Sekilas senyum puas Lysandra mengembang saat ia menatap kembali foto berlabel Nirfulong yang tampilannya diubah menjadi seukuran layar komputer.
Excelsis membungkuk di samping Lysandra dengan sepiring kecil buah-buahan dan saus cokelat yang baru saja dibawakan oleh pelayan pribadinya. "Sejak kapan kau tertarik dengan kalung perak?"
"Oho. Yang ini berbeda."
"Beda dari mana? Warna perak di mana-mana sama saja, kan?" balas Excelsis sambil memasukkan buah stroberi berlapis cokelat ke mulutnya.
Tentu saja beda bila benda ini bisa membuatmu berubah wujud, EG!
***
Lysandra sudah pulang sekitar sejam yang lalu ketika jam antik di sudut ruangan berdentang lima kali, menandakan waktu telah beralih ke pukul lima sore. Excelsis tengah duduk di sofa ruang keluarga bernuansa putih gading. Jarinya sibuk mengganti saluran televisi untuk mengusir rasa bosan yang langsung menderanya setelah menghabiskan segelas teh melati dan hidangan kue ringan buatan Aithne yang baru lulus dari kursus memasak beberapa bulan lalu.
Pilihannya berakhir pada salah satu saluran yang tengah meliput sebuah tempat wisata di sebuah kota bernama Venzenia. Entah mengapa ia merasa tidak asing dengan kebun binatang dan taman ria di kota yang tidak terurus setelah eksodus besar-besaran para penghuninya ke kota lain.
"Nonton apa?" Aithne bergabung dengan Excelsis. Di tangannya tergenggam tas kecil berisi perlengkapan cat kuku yang didominasi oleh berbagai gradasi warna ungu.
"Tempat wisata di kota Venzenia. Rasanya tempat itu tidak asing." Mata Excelsis terpancang kuat pada layar televisi.
Senyum ramah di wajah Aithne langsung hilang. Wajahnya menegang sewaktu liputan spesial kali ini beralih ke sebuah kastil mengah di tengah sebuah danau. "Hanya perasaanmu saja." Aithne memaksa tertawa kecil dan buru-buru menyudahi sewaktu Excelsis menoleh padanya. "Sejak lahir kau tidak pernah meninggalkan kota ini."
"Mungkin hanya mimpi." Excelsis menggaruk pelan pelipisnya lalu kembali tenggelam menikmati perjalanan si peliput beruntung yang bisa jalan-jalan gratis ke kota bersejarah. "Ma, rasa-rasanya kastil itu pernah kudatangi." Tunjuknya pada sebuah balkon besar di lantai dua yang menghadap hamparan taman luas sepanjang mata memandang.
"Pasti tidak pernah, EG. Sudah kubilang, kita sudah tinggal di kota ini sejak kau lahir."
"Tapi ..., " Excelsis terdiam. Hati kecilnya mengatakan ia pernah berdiri di balkon tersebut.
Mungkinkah semacam deja vu? Kejadian masa lalu yang terekam dalam relung hatinya yang paling dalam. Excelsis tidak memperhatikan raut wajah Aithne yang semakin kaku. Ingatannya tengah melayang pada kejadian di masa lalu.
.
.
.
Excelsis mematut diri di depan cermin. Sisir oval bergagang ungu muda tengah menyusuri helaian-helain rambut halus yang menjadi akar ketidaksukaannya karena terlampau berbeda dari Maeveen dan Aithne. Tidak hanya sekali ia menanyakan perihal perbedaan mencolok ini kepada kedua orang tuanya, tapi mereka hanya menasehati supaya menerima ini sebagai suatu anugerah dari penghuni Dunia Atas. Jawaban yang tidak memuaskan karena bagi gadis ini semua hal pasti ada penjelasannya.
"Sudah siap?" Aithne mengetuk pintu dan mengintip.
"Masuk, Ma." Excelsis membiarkan Aithne mengambil sisir dari tangannya.
Aithne menyisir dan mengepang sebagian rambut Excelsis dan menyematkan hiasan rambut motif kupu-kupu biru terang. "Sempurna."
Excelsis berdiri dan berputar pelan sambil bertanya, "Bagaimana?"
"Wow! Gaun itu terlihat sangat cantik untukmu! " Aithne sungguh mengagumi penampilan Excelsis malam ini. Dalam ingatannya ia tidak terlihat semenarik putrinya sewaktu menggunakan gaun mirip satin tersebut bertahun-tahun silam.
Gaun yang diberi label STN-17 jelas memiliki keistimewaan karena masuk dalam daftar koleksi tak lazim Aithne dan Maeveen yang tersimpan rapi dalam sebuah lemari besar kedap udara di ruang bawah tanah rumah mereka. Keistimewaannya terletak pada sifat bunglon dari bahan yang dapat berubah warna. Bila terpapar sinar ultraviolet maka gaunnya akan berwarna merah dan berpendar kehijauan seperti lampu neon bila tidak mendapatkan cahaya. Yang paling mengesankan ketika malam tiba dan gaun tersebut bermandikan cahaya bulan maka warnanya menjadi biru terang dengan bias keunguan. Aithne begitu kagum dengan gaun yang tengah membalut tubuh Excelsis karena koleksi kesayangannya ini seperti tercipta untuk dipakai oleh putri kesayangan keluarga Vladimatvei.
"Kalian sudah siap?" Maeveen muncul di depan pintu.
"Sebentar, ada yang lupa." Selesai memakaikan sarung tangan putih sebatas siku pada Excelsis, Aithne beranjak keluar.
Maeveen menahannya lalu berbisik, "Harus kuakui gaun itu terlihat pas untuknya tapi dia terlihat terlalu dewasa dengan penampilan seperti itu."
"Sekali-kali tidak akan menyakiti siapa pun." Kedipan genit andalan Aithne membuat Maeveen kehilangan kata-kata dan hanya memandang istrinya yang tergesa-gesa memasuki ruang tidur mereka.
Beberapa menit berlalu Aithne kembali dan mengaitkan kalung di leher jenjang putrinya. Benar saja, kalung tersebut terlihat serasi dengan gaun dan aksesori kepala. Kristal Alexandrite berbentuk tetesan air menjuntai indah dari pita beludru hitam yang memeluk leher Excelsis.
"Hadiah ulang tahun dariku." Aithne memeluk Excelsis dengan lembut. Biasanya ia akan mengecup dahi Excelsis, tapi diurungkan karena hanya akan meninggalkan jejak cetakan bibir di sana akibat lipstik mengilap yang dipakai malam ini.
"Terima kasih, Ma. " Excelsis mengeratkan pelukannya.
"Tik, tok, tik, tok. Kurasa sekarang kalian sudah siap, bukan?" Kedua perempuan yang masih berpelukan menoleh pada Maeveen yang sedari tadi bersandara di kusen pintu. Ia mengacungkan tangan yang mengenakan arloji sambil mengetuk-ngetuk pelan.
Keluarga Vladimatvei diundang ke pesta pernikahan putra tertua dari pasangan Benjamin Taranis Sterling dan Alamea Malia Moana-Sterling, rekan kerja Maeveen. Acara malam ini dimeriahkan oleh banyaknya tamu yang menghadiri kastil megah di tengah danau buatan milik miliarder sekaligus ilmuwan di kota yang terkenal sebagai penghasil anggur merah dengan kualitas terbaiknya.
Semua larut dalam suasana pesta termasuk orang tua Excelsis yang asyik bercengkrama dengan beberapa tamu terhormat. Di kota ini keluarga Vladimatvei bisa diperhitungkan sebagai keluarga kaya raya karena kesuksesan usaha mereka. Bila keluarga Sterling dikenal sebagai Raja Minyak, maka keluarga Vladimatvei adalah Raja Properti, apa pun yang dipromosikan oleh mereka pasti akan laku bak kacang goreng. Maeveen berprofesi sebagai dokter dan termasuk dalam tim ilmuwan 87. Angka 87 menunjuk pada angkatan yang hanya memiliki satu objek penelitian, spesies langka yang disebut Vyraswulf.
Excelsis tidak terlalu menyukai pesta meriah seperti ini karena pijar cahaya lampu benar-benar menyiksa matanya. Merasa tidak tahan dengan kilatan cahaya kamera, Excelsis memutuskan pergi ke arah balkon, satu-satunya tempat yang redup. Aithne tidak mengetahui bila Excelsis menyelinap keluar dan baru tersadar setengah jam kemudian.
"Maeveen, aku tidak bisa menemukan EG." Mata Aithne menyapu seluruh ruang dansa yang luasnya empat kali lapangan sepak bola ini. Maeveen mendekati Benjamin yang biasa disapa Bent untuk meminta bantuannya.
Bent dengan senang hati membantu. Melalui mikrofon kecil di balik kerah kemeja putihnya ia memanggil seseorang, "Wise, aku butuh bantuan, bisakah kau kemari?"
Seseorang yang dipanggil melalui benda seukuran kancing baju itu membalas, "Apa yang bisa kubantu?"
"Apakah kau melihat putri rekanku Maeveen? Namanya Excelsis."
"Seperti apa cirinya?"
"Hmm, gadis berambut panjang dengan hiasan kupu-kupu."
Wise cukup yakin gadis kesepian yang tengah berdiri di antara dua pilar pualam putih di balkon utama cocok dengan deskripsi Benjamin. "Dia di balkon utama. Kau ingin aku mengantarnya ke sana?"
"Bisa temani dia sampai pestanya berakhir?" Entah apa yang ada di kepala Bent sewaktu menyuruh Wise yang pendiam untuk menemani puteri koleganya. Yang pasti sudut bibir Bent melengkung ke atas sewaktu memandang Maeveen dan Aithne.
"Putri kalian sedang bersama Wise, putra angkatku yang baru kembali hari ini," terangnya sambil menepuk-nepuk bahu Maeveen sebelum melanjutkan, "kalian tidak perlu khawatir sekarang. Ayo, kita nikmati pestanya." Bent menggiring pasangan Vladimatvei ke meja yang sudah disediakan. Meja bertaplak satin putih ini berisi para ilmuwan yang bekerja di laboratorium ayahnya, Profesor Aaron Sebastian Sterling.
Dua jam kemudian Aithne dan Maeveen sudah menunggu Excelsis di pelataran yang diapit taman mawar bersama Bent. Tidak lama Excelsis muncul bersama Wise.
"Papa, Mama. Maaf aku menghilang begitu saja."
Mata Aithne memindai sosok Wise dari ujung rambut sampai ke ujung sepatunya yang mengilap. Senyum nakal terungkit di wajahnya lalu menggeser garis matanya pada Excelsis yang masih berdiri di samping Wise. "Tidak apa-apa, setidaknya kau menemukan teman ngobrol. Atau kami sudah menyela obrolan seru kalian?"
"Ah, eh ... Bukan begitu ...," Excelsis menggaruk tengkuk yang tidak gatal karena berusaha menutupi rasa kikuk yang menggelitik. Beruntung Aithne segera mengulurkan tangan sehingga ia bisa langsung masuk ke dalam rangkulan hangat mamanya.
"Wise." Bent menepuk bahu Wise dan merangkulnya. Ia berpaling pada keluarga Vladimatvei. "Perkenalkan, ini putra angkatku jadi jangan heran bila kami tidak mirip," kelakarnya sambil tertawa.
"Senang berkenalan dengan kalian." Wise menjabat tangan orang tua Excelsis.
"Sama-sama. Terima kasih sudah menemani putri kami." Aithne menatap penuh arti ke arah Wise yang membuat Excelsis menunduk malu.
"Saya mohon diri. Selamat malam semuanya." Wise tersenyum merundukkan kepala sesaat sebagai tanda hormat lalu berbalik masuk ke dalam kastil.
"Dia pasti sangat lelah. Mabuk pascaterbang," Bent menjelaskan lalu tersenyum kembali, memunculkan garis-garis ketuaan di sudut matanya.
"Ya, aku tahu bagaimana rasanya. Baiklah Bent, terima kasih atas jamuan malam ini." Maeveen menjabat tangan Bent. "Sampai bertemu kembali."
"Selamat malam, Paman Bent. " Excelsis membungkuk kecil lalu melambai.
"Selamat malam Excelsis, sayang." Senyum hangat Bent masih belum meninggalkan wajahnya yang tampak letih.
Maeveen memeluk pinggang Aithne lalu menuruni tangga. Excelsis mengekor di belakang mereka. Ketiganya menaiki mobil yang sudah terparkir di hadapan mereka. Maeveen mengambil kunci yang disodorkan sembari mengucapkan terima kasih pada petugas pemarkir mobil yang bekerja di kediaman mewah ini.
.
.
.
Maeveen ... apakah kita melakukan hal yang benar?
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro