Chapter 6.6 - The Real Things
"Jangan lihat!" Schifar menutup mata Lysandra, baginya kondisi mengenaskan di hadapan mereka tidak pantas disaksikan.
"Kenapa?" Lysandra menarik turun tangan Schifar.
Pandangan Lysandra masih terhalang, kali ini dengan tubuh menjulang Schifar sendiri yang berdiri membelakanginya. Merasa Schifar akan selalu menghalangi niatnya, Lysandra menurut.
"Iya, iya. Aku tidak akan mengintip!" gerutu Lysandra, "kalau alasannya bisa kuterima."
Schifar membuang napas singkat. "Sejak kapan kau mau menerima penjelasan orang?"
"Kenapa tidak?"
Antisipasi Schifar terbukti benar sewaktu ia memutuskan untuk merentangkan tangan kirinya untuk menghalangi Lysandra yang perlahan bergeser supaya bisa berdiri di sampingnya. "Lys, jangan menguji kesabaranku."
***
Punggung Lysandra dan Schifar saling menempel satu sama lain dalam posisi duduk, membuat keduanya terlihat seperti logo pada salah satu merek terkenal. Bentuk kompromi ini didapat setelah proses tarik-ulur yang alot akibat dua insan yang tak sudi mengalah satu sama lain. Alasan lain cukup simpel yaitu kelelahan yang datang mendera, terutama Schifar.
"Pemilik kalung ini tewas tergigit Black Vyraswulf."
"Black apa wuf?"
"Cek ke dokter THT, sana."
"Aku serius. Apa itu Black wuf wuf?"
"Black Vy-ras-wulf."
"Ok, ok. Apa itu?"
"Mereka ras menjijikkan yang tidak memiliki kalung seperti ini." Schifar menatap sedih benda di tangannya lalu meremasnya kuat-kuat, prihatin dengan nasib sang pemilik.
"Pernah dengar werewolf, siluman serigala, serigala jadi-jadian, dan sejenisnya?"
"Ya."
"Kami menyebut diri kami sebagai Vyraswulf."
"Ja—jadi ... kau sebenarnya adalah ... alien berbentuk ... serigala?"
"Kenapa semua menjadi alien di matamu?"
"Karena ... mungkin aku bisa menerima bila kau sebenarnya adalah superhero yang menyamar—tapi ... aku tidak siap bila kau ini sebenarnya adalah ... monster." Kata terakhir Lysandra yang sangat pelan dan nyaris tak terucap berhasil tertangkap telinga Schifar.
"Heh. Kau juga termakan oleh propaganda itu, ya?" Ada nada sinis dalam perkataan Schifar.
"Propaganda?"
"Ya. Karena pada dasarnya kami berbeda dari penggambaran selama ini sebagai monster jelek yang merupakan perpaduan antara manusia dan serigala buas, ganas, haus darah dan segala atribut buruk lainnya yang biasa digunakan dalam film ataupun literatur lain."
Meski rasa ingin tahu menyerang, Lysandra memutuskan untuk tidak menanyakan wujud asli Schifar karena khawatir tidak sesuai dengan ekspektasinya. Mata yang menyala seperti kucing adalah bukti nyata bila lelaki yang masih bersandar padanya itu tidak berbohong.
"Hei, kalung yang masih kau pegang itu—apakah sama seperti dengan kalung biru punyamu yang tadi berkedip-kedip itu?"
"Ya, hanya ada sedikit perbedaan. Bandingkan sendiri."
Schifar menyandingkan kalung miliknya dan pecahan lainnya di atas permukaan rumput supaya Lysandra bisa melihatnya dengan seksama dan menemukan perbedaan yang ia maksud.
Kristal milik Schifar jauh lebih indah dan jernih. Warnanya lebih terang dan memantulkan kilau cahaya bulan dibandingkan kristal lainnya yang lebih keruh dan berkabut, seolah gumpalan asap putih terperangkap di dalamnya.
"Hmmm ... dilihat dari bentuk, warna dan komposisinya ... apakah ini sama-sama kristal Nirfulong?" Lysandra meragukan bila kedua benda tersebut adalah produk yang sama.
"Ya. Pada dasarnya Nirfulong hanyalah nama baru sebuah kristal yang telah melewati suatu ritual tertentu dalam ras kami."
"Eh? Jadi semua kristal bisa dijadikan kristal Nirfulong?"
"Ya. Ini dibuat dari Safir biru."
"Aku curiga kristal milik korban yang tidak boleh kulihat itu cuma batu kali yang digosok hingga mengilap."
"Entahlah. Aku jarang berurusan dengan para Grey. Kristal ini sangat sulit dikenali karena sudah memudar." Schifar menatang potongan kristal yang berkabut hingga sebatas mata Lysandra. "Coba kau perhatikan guratan-guratan halus yang hampir memenuhi permukaannya."
"Iya, banyak. Memangnya kenapa?"
"Tanda umurnya tidak akan panjang." Mata Schifar menerawang.
"Woah, hebat! Kau bisa menebak umur seseorang hanya dari sepotong batu keras ini?"
"Bukan begitu. Guratan-guratan halus itu adalah retakan-retakan yang terus memanjang dan menyebar."
"Kristalnya akan pecah?"
Schifar mengangguk pelan. Percakapan mereka terhenti setelah Lysandra tiba-tiba membisu. Ia melirik Lysandra dan dari bahasa tubuhnya bisa dipastikan tengah memikirkan sesuatu, meski ia ragu bila gadis ini akan menemukan jawabannya.
Dua istilah asing yang baru didengar Lysandra memang berhasil merangsang otaknya untuk sesekali menggunakan logika. Ada dua nama yang disebut Schifar, yaitu Black Vyraswulf dan Grey Vyraswulf. Entah penamaan mereka itu diambil dari warna bulu atau hal lainnya, tapi bukan ini yang ingin diketahui Lysandra.
Menurut Schifar golongan Black tidak memiliki kristal Nirfulong sedangkan yang kedua memilikinya walaupun tampilan fisiknya berbeda dari sahabatnya. Hanya satu kesimpulan yang bisa ditariknya, Schifar tidak termasuk dari kedua golongan tersebut. Seulas senyum terbit di wajah Lysandra, sedikit kagum dengan nalarnya sendiri.
"Hei, Gondrong. Setelah memeras otakku yang berhaga ini, aku pastikan kau tidak termasuk dari golongan yang kau sebut, kan?" Sudut bibir Lysandra semakin naik, bangga bisa melontarkan pertanyaan yang berbobot.
Schifar menoleh, pura-pura tercengang dengan hasil meditasi Lysandra. Ternyata berteman dengan Excelsis dan dirinya berhasil menularkan kecerdasan mereka. "Wuah, wuah. Makanan tadi berhasil menutrisi otakmu."
"Jangan sekali-sekali pura-pura ingin tepuk tangan atau kukepang jarimu, Gondrong!" Lysandra berniat menyikut lengan Schifar. Namun, apa daya hasil sikutannya malah mendarat di pinggang lelaki malang yang meringis sambil mengusap-ngusap bagian yang berdenyut-denyut.
Anak ini! Excelsis, apa yang kau ajarkan padanya, kenapa dia jadi makin kuat?
Bukannya menjawab pertanyaan Lysandra, Schifar bangkit dan mengulurkan tangannya untuk membantu Lysandra berdiri. Namun, yang ingin dibantu tidak berniat menyambut uluran tangannya sebelum mendapatkan jawaban memuaskan.
"Tidak ingin pulang? Baiklah." Schifar berputar dan pura-pura hendak meninggalkan Lysandra yang langsung menyambar tangannya.
"Bantu aku."
"Kukira kau sudah nyaman duduk di situ."
"Berisik!"
***
"Mundurlah dan jangan mengintip. Aku harus melakukan sesuatu terhadap jenazah dan bangkai itu." Lysandra langsung menangkap bahwa Schifar benar-benar membenci Black Vyraswulf dari cara penyebutannya yang membedakan dua makhluk yang tak bernyawa itu.
Schifar melepas anting ketiganya lalu memutar ke arah berlawanan kemudian melemparnya ke atas tumpukan pohon yang menimpa tubuh jenazah malang tersebut. Anting tersebut berpijar merah seperti besi yang dipanaskan pada suhu tinggi dan langsung mengeluarkan api sewaktu mengenai targetnya. Lidah-lidah api langsung menjilat semua yang berada dalam jangkauannya, menghanguskan semuanya dalam sekejap.
"Sudah boleh buka mata belum?"
"Heh. Sejak kapan kau menuruti kata-kataku?"
Ternyata sulit membohongi Schifar yang sudah mengetahui Lysandra melakukan kecurangan. Kelopak matanya memang terlihat tertutup, padahal masih menyisakan celah untuk mengintip.
"Kau ini keras kepala atau bodoh, sih? Memasang wajah tegar tapi kakimu gemetar hebat begitu."
"Aku—aku tidak takut!" Pipi Lysandra menggembung lagi.
"Pembohong yang buruk. Ayo pergi."
"Ki—kita meninggalkan tempat ini begitu saja?"
"Apa lagi yang bisa kita lakukan, kau ingin menjadi tukang kebun selama bertahun-tahun untuk menutup area ini dengan pepohonan baru?"
"Tapi, itu namanya tidak bertanggung jawab. Merusak lalu pergi begitu saja?"
"Sekarang jelaskan caramu bertanggung jawab."
"Pergi ke kantor sheriff lalu mengakui semua kesalahan!"
"Pergilah sendiri ke sana. Aku lebih memilih tidur di kasurku yang empuk." Schifar pura-pura menguap lalu beranjak pergi.
"Hei! Tunggu aku!"
"Kenapa harus menunggumu? Kantor sheriff di sana." Telunjuk Schifar menunjuk ke arah berlawanan dari jalur yang tengah diambilnya sekarang.
"Arrrrrggghhh! Kau menyebalkan!" Merasa kalah, Lysandra segera berlari mendekati Schifar sebelum jarak mereka menjadi sangat jauh.
"Berubah pikiran, Muka Bola?"
"SCHIFA~~~R! MATI KAU!"
***
Di pinggir jalan raya, taksi yang dipesan oleh Schifar dari aplikasi di ponselnya sudah terparkir.
"Hati-hati. Kabari aku bila sudah sampai."
Schifar hendak menutup pintu belakang, tapi melihat gelagat Lysandra yang gelisah serta tidak merespon, ia pun menghempaskan dirinya untuk duduk di samping Lysandra.
"Jalan," perintah Schifar pada si sopir sambil menutup pintu.
"Kau kenapa?"
"I—ini ... baru kali ini aku naik taksi sendiri."
Schifar melirik tangan Lysandra yang meremas ujung roknya. "Semua pasti ada permulaan, kan?" Schifar menyandarkan kepalanya di kaca dan memejamkan mata.
Lysandra berbisik, "Terima kasih."
"Hm." Schifar bisa merasakan ketulusan Lysandra dalam dua kata tersebut.
Perjalanan mereka—yang memakan waktu sekitar dua setengah jam—ditemani oleh alunan musik dari radio yang disetel oleh sopir berkumis tebal, menambah kesan galak di wajahnya. Mata Schifar tetap terpejam sehingga Lysandra mengira ia tertidur. Padahal, teman lelakinya ini tengah tenggelam dalam pikirannya sendiri.
Lysandra masih menyimpan banyak pertanyaan dalam hatinya mengenai ras Vyraswulf. Yang paling mengganggu tentu saja keengganan Schifar untuk menjawab pertanyaannya di hutan tadi. Apakah Schifar salah satu dari dua golongan tersebut? Black, tapi jelas-jelas ia memiliki kristal Nirfulong. Grey? Schifar sendiri yang bilang bila dirinya jarang berurusan dengan mereka. Lagipula kristal miliknya terlihat berbeda. Dua hal ini menimbulkan keraguan dalam dirinya.
Alternatif lain, Schifar bukan berasal dari dua golongan tersebut. Lalu apa? Golongan jadi-jadian? Katakanlah ... hasil rekayasa genetik di laboratorium?
Selain itu, fungsi dari kristal Nirfulong yang tampaknya mempunyai peran yang sangat besar terhadap ras berbulu ini. Apakah kristal milik Schifar akan muncul guratan-guratan yang sama? Lalu, apa yang akan terjadi bila kristal tersebut retak dan pecah?
Apakah Schifar akan ... mati? Tidak, tidak. Aku tidak boleh berpikir seperti ini!
Schifar membuka satu matanya akibat suara berdebuk yang tak kunjung berhenti dari sampingnya. "Sedang apa kau?"
"Mengusir pikiran jahat merasuk dan merusak jiwa rapuhku."
"Oh. Silakan dilanjut, tapi dikondisikan. Kalau kacanya pecah aku akan kirim biaya perbaikan padamu."
"Jahat!" Lysandra merengut sambil mengusap-ngusap kepalanya yang sakit setelah dibenturkan berkali-kali pada kaca mobil.
"Kau yang jahat. Kaca tidak salah apa-apa, tapi ditanduk juga."
"Aku tidak ingin kau mati, Gondrong! Kalau—kalau kalungmu mulai retak, apa yang akan terjadi padamu?"
Schifar yang tidak menyangka Lysandra akan meledak langsung bergerak cepat untuk menutup sekat pada kaca pembatas di antara area pengendara dan penumpang. Ia bisa melihat wajah si pengemudi melalui pantulan di kaca spion tengah. Dari ekspresinya, Schifar bisa menebak bila pria berwajah galak yang tengah murka itu tak segan-segan menurunkan mereka di tengah jalan dengan alasan melanggar tata tertib menggunakan kendaraan umum. Mulut Schifar bergerak membentuk kata 'maaf' tanpa suara.
"Tenanglah, Lys. Kau tidak mau kalau kita diturunkan di daerah antah-berantah, kan?"
"Maaf ...." Lysandra menunduk sambil mengusap luapan emosinya dalam bentuk cairan bening yang sempat keluar. "Kenapa aku jadi berpikir yang aneh-aneh begini, ya?"
Schifar menggenggam kalung miliknya dan berkata, "Seandainya kalung ini hancur pun, tidak akan ada yang terjadi padaku."
Lysandra menoleh. Mata mereka beradu. Ia membuang jauh-jauh rasa malu yang tahu-tahu datang dan keinginan kuat untuk membuang muka karena ingin tahu bila Schifar sungguh-sunguh dengan ucapannya atau hanya sekedar upaya sia-sia untuk menenangkan dirinya. Benar, tidak ada keraguan sama sekali dari jendela hati lelaki ini. Hanya ada kepastian yang meyakinkan.
"Lalu kenapa tadi kau enggan menjawabku di hutan tadi?"
"Soal? Oh, aku berasal dari golongan mana?" Karena Lysandra hanya mengangguk, Schifar melanjutkan, "astaga Lys, untuk apa menanyakan hal yang bisa kau jawab sendiri."
"Kalau aku tahu jawabannya, untuk apa bertanya?"
Schifar hendak membalas Lysandra, tapi sang sopir mengetuk kaca pembatas. Ia menekan tombol pengeras suara.
"Mohon maaf, GPS-nya bermasalah. Kita harus melakukan ini secara manual."
"Manual?" Lysandra menuntut penjelasan dari Schifar.
"Maksudnya kita yang harus memberi instruksi sepanjang jalan hingga sampai di rumahmu. Sejujurnya aku malas melakukannya karena kita baru setengah jalan."
"Aku mana tahu jalan."
Sementara Lysandra masih memikirkan solusi dari masalah yang dianggapnya seberat anak sapi, Schifar sudah mengeluarkan ponsel dan menyibukkan jarinya di atas layar sentuh tersebut lalu menggeser sekat pembatas di depannya. "Silakan dipakai dulu," ujar Schifar sambil menyerahkan benda pipih tersebut pada si sopir.
"Ah, maaf jadi merepotkan, tapi terima kasih." Si sopir terkekeh sambil meletakkan ponsel di dasbor. Ia cukup mengikuti titik merah yang muncul di layar tersebut. Pria yang memakai topi berlogo perusahaannya ini berinisiatif menutup kembali sekat pembatas untuk memberikan privasi pada kedua penumpang mudanya.
"Cerdas."
"Hei, kau pikir sedang berhadapan dengan siapa?"
"Sombong."
"Kuanggap itu sebagai pujian juga."
***
Begitu taksi mereka melewati gerbang perumahan yang sangat dikenali keduanya, Schifar bersuara, "Besok kau harus menemui Exis."
"Tanpa kau suruh pun aku akan menemuinya. Tapi tolong bantu aku meyakinkan dia."
"Aku tidak tahu apa-apa ...." Schifar menggunakan trik lamanya bila tidak ingin melibatkan diri.
"Apa aku bisa selamat dari cengkeraman wanita mengerikan itu?" Lysandra melirik pada Schifar yang bahkan tidak berniat menoleh.
"Belajarlah mengatasi masalahmu sendiri. Mulai besok aku tidak masuk, ada urusan."
Schifar memutuskan untuk pergi ke Hutan Nigelmoth, suatu wilayah di daerah timur yang terletak di luar perbatasan kota untuk mencari Master Azure. Firasatnya mengatakan akan terjadi kekacauan besar yang akan menimpa kota dalam waktu dekat.
Kejadian di Pantai Lumicola pasti bukan kebetulan belaka. Tapi apa yang ingin dicari oleh bangsa air itu di kota kecil seperti Wichzkita? Salah satunya bahkan terang-terangan merasuki Lysandra.
Yang lebih meresahkan adalah kehadiran Black Vyraswulf. Ras yang paling berbahaya. Pergerakan mereka semakin mendekati kota, tempat yang sekarang ditinggali keluarga Excelsis dan Lysandra. Tentu saja bukan hanya keluarga mereka yang terancam bahaya, tapi penduduk kota lainnya. Cukup sekali saja ia dan Gunther harus membereskan satu desa yang penduduknya berubah menjadi Black Vyraswulf.
"Kau mau ke mana?"
"Suatu tempat."
"Kelihatannya kau sibuk sekali, Gondrong."
"Begitulah."
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro