Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 3.9 - No One Knows

Pernyataan suster May yang ingin 'mengisap habis nutrisi' masih mengusik pikiran Schifar. Ia tidak ingin melihat lagi bagaimana pamannya yang dikuasai kegilaan membunuh dua bersaudara dari ras yang sama dengan suster May.

Gunther adalah tipe pria posesif dan pencemburu. Ia tidak peduli seburuk apa pun masa lalu pasangannya, tapi ia menuntut kesetiaan total dari mereka. Segala rumor buruk akan ditepis karena ia lebih menekankan fakta daripada berita simpang siur.

Vyraswulf bukanlah ras pemaaf bila mereka dikhianati, apalagi bila mereka menangkap sendiri tindakan pengkhianatan itu, akal sehat mereka akan berkabut dan terjadilah peristiwa mengenaskan tersebut.

Schifar tidak pernah berpikir suster May akan berkhianat seperti wanita di masa lalu sang paman. Memikirkan cara succubus mengisap nutrisi korban mereka hanya akan membuat Schifar malu dan memukul kepalanya hingga pingsan. Ia tidak bisa membayangkan apa yang akan dilakukan oleh Gunther bila memergoki suster May melakukan ini demi membungkam mereka. Mungkin tidak akan ada dokter yang selamat di kota domisili mereka sekarang. Kelaparan suster May  memang tidak bisa disembunyikan lagi. Wajahnya tampak lebih tirus dan lelah, tidak segar seperti biasa karena praktis hanya Gunther yang menjadi satu-satunya sumber nutrisi.

 Suster May adalah contoh dari usia dan penampilan yang tidak berjalan sebanding. Bagaimana tidak, jumlah usianya memang sudah memiliki dua angka nol, tetapi ia selalu terlihat seperti wanita muda yang baru menginjak usia seperempat abad.

Beberapa bulan belakangan ini dirinya dan si Maniak Tua memang sering keluar untuk mengeksekusi pekerjaan kotor mereka. Jadi, bisa dibayangkan selama apa suster May harus menahan seluruh hasrat demi kesetiaannya pada sang tunangan.

Succubus yang terlalu lama berdiet dan kekurangan nutrisi bisa kehilangan akal sehat dan kontrol terhadap dirinya sendiri hingga menjadi monster yang hanya ingin makan, makan dan makan sampai ada yang membunuh mereka. Ya, membunuh mereka.

Membunuh monster, siluman, makhluk jadi-jadian dan semua jenis yang bernapas lainnya adalah salah satu deskripsi pekerjaan kotor mereka. Untuk kasus terburuk yang bisa menimpa suster May, Schifar tidak ingin menjadi orang yang menjadi sumber patah hati Gunther. Titik.

Tangannya sudah cukup kotor dalam menjalani pekerjaan mereka, ia tidak ingin menambah daftar pembunuhan yang entah sampai kapan akan berakhir. Bagi Schifar semua kehidupan itu berarti dan sama sekali tidak ada alasan untuk mengambil paksa kehidupan itu, dari siapa pun. Pembenaran adalah alasan paling klise yang digunakan seseorang supaya terbebas dari dosa pembunuhan itu.

Sampai sekarang ia masih sulit menerima konsep ini meski inilah yang tengah dijalani. Sekali lagi ia harus mengingatkan dirinya sendiri untuk menyelipkan kata'terpaksa' di depan kata 'menjalani'. Schifar mendesah pelan sambil memperhatikan kedua telapak tangan yang menengadah.

Lagi-lagi pembenaran.

Schifar sudah berhenti bertanya dalam hati, mengapa sampai sekarang ia masih tetap waras sementara penyakit kemunafikan moral yang diderita semakin parah. Semakin ia mencintai dan menghargai kehidupan, semakin banyak kehidupan yang hilang di tangannya.

Dualisme kehidupan ini sudah sepatutnya membawa Schifar melewati ambang batas kewarasan dan dikonsumsi kegilaan, kutuk yang mengalir dalam tubuh semua Vyraswulf. Kali ini, hanya kali ia harus berterima kasih pada istilah yang dibenci—pembenaran—karena dari sinilah ia menemukan ketenangan.

Pembenaran itu membungkus sebuah kata, penebusan. Kegilaan adalah hukuman yang terlalu manis untuk semua tragedi yang telah ia ciptakan. Schifar ingin tetap waras sampai ada seseorang atau sesuatu yang sanggup melenyapkan eksistensi dirinya.

Suster May menggulung-gulung ujung rambut dengan telunjuk yang kukunya berkuteks merah darah, tahu untuk berhenti menggoda Schifar yang tenggelam dalam nelangsanya sendiri.

Meski sering mengintip isi kepala Schifar yang seringkali tanpa izin, Suster May masih kesulitan mencerna konflik yang ada dalam diri keponakan tunangannya ini. Tentu saja, bagi ras yang tidak memiliki empati seperti mereka, akan sulit dan hampir mustahil bisa menyelami kerumitan yang bercokol di hati Schifar.

Semua pokok masalah terdapat di dalam hati—bukan dalam kepala—dan semua kefrustasian Schifar tidak tersampaikan dengan baik melalui ekspresi di wajah yang hampir selalu terlihat masam.

Untuk hal ini entah suster May yang tidak peka atau karena ia hanya ingin menikmati seluruh ekspresi Schifar yang menggemaskan. Untuk kata 'menggemaskan' itu hanya definisi suster May karena Schifar tidak mengenal kata yang tidak pernah ada dalam kamusnya.

***

Keheningan melanda setelah Suster May sibuk memeriksa hasil rontgen berikutnya—foto yang diambil setelah Excelsis siuman. Schifar memilih keluar untuk menghirup udara segar, berada dalam ruangan yang tertutup terlalu lama membuat Schifar merasa seperti terperangkap, parfum Suster May juga membuatnya pusing.

Bayangan Excelsis menaungi suster May yang tengah membuat beberapa catatan singkat pada agendanya. "Suster May, Schifar di mana?"

"Di depan. Ada yang kau butuhkan?"

"Tidak. Aku bosan, apakah aku sudah bisa pulang?"

Sebagai seorang perempuan yang selalu ingin terlihat sempurna setiap saat, suster May mengerti bila Excelsis ingin segera melempar seragam yang penuh noda dan berbau muntahannya sendiri ke mesin cuci.

Suster May menoleh dan melihat Excelsis yang memegangi bahunya sendiri, seolah-olah ingin menyembunyikan sesuatu. "Ya," balas Suster May sambil meletakkan pulpennya dan berdiri. Ia dapat menerawang warna pakaian dalam Excelsis di balik kaos putih tipisnya.

Excelsis bersumpah melihat senyum jahil seorang pria mata keranjang dan ia makin ingin memeluk tubuhnya sendiri saat wanita itu berhenti dan berbisik, "Kau bisa menggunakan mantelku. Atau kau lebih memilih aku memaksa Schifar membuka jas dan memberikannya padamu?"

"Eh?"

"Tunggu di sini." Suster May tersenyum tipis lalu melenggang keluar dari pintu yang setengah terbuka.

Tak lama terdengar pertengkaran setengah hati dari balik tembok dan berakhir dengan Schifar yang bersungut-sungut, "Bila ingin jas, akan kuberikan—tidak perlu sampai ingin menelanjangiku!"

Pintu klinik terbuka lagi, suster May menyelinap masuk dan dengan sigap ditutup kembali, tidak mengizinkan Schifar menyusulnya. "Lama menunggu?"

Ssuster May mengulurkan tangannya yang menggenggam jas sekolah Schifar. Karena masih belum bisa mencerna semua yang terjadi, Excelsis hanya menatap bingung pada lembaran kain tebal berwarna biru gelap tersebut.

"Kenapa?" Suster May berpikir bila keengganan Excelsis dikarenakan ia tidak suka dengan bau keringat yang mungkin menempel di jas Schifar. Untuk membuktikan, ia mendekatkan jas tersebut ke hidungnya dan mengendus-ngendus. "Wangi maskulin."

Wangi maskulin?

Excelsis semakin bingung dengan istilah suster May, ditambah wajah wanita itu entah mengapa terlihat aneh, dengan pipi memerah dan mata menerawang—persis seseorang yang tengah ... kecanduan.

Tentu saja ia akan bereaksi seperti kucing menghirup catnip, karena sedikit banyak sentira Schifar mirip dengan Gunther. Jadi wajar bila pikiran dan hati langsung terbang pada pria yang tidak ditemuinya selama dua bulan terakhir itu.

Apakah bau seseorang bisa menjadi candu?

Meski sedikit takut akan menjadi seperti suster May, rasa penasaran menggerakkan Excelsis untuk mendekat dan memegang ujung jas berbahan halus tersebut dan ikut mengendus.

Tepat saat itu, pintu terbuka dan Excelsis tertangkap basah tengah melakukan hal aneh. Excelsis ingin mengubur kepalanya saat itu juga. Ia gelagapan berusaha membentuk kalimat yang bisa dimengerti, tapi yang keluar hanya suara berisik dari seorang bayi dalam tubuh remaja.

"Exis ...?"

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro