Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 11.9 - Svelatrix, The Red Phoenix

Aithne berada dalam pelukan Maeveen. Mereka tidak menjejak tanah, melainkan mengambang di udara dalam bungkusan sayap hitam.

Quentine juga tergantung di udara. Namun, tidak dalam kondisi senyaman Aithne karena belitan menyakitkan di pinggangnya. "Istriku ... di mana istriku, Svel?" teriaknya sambil mendongak.

Svelatrix melirik ke bawah, ke arah Quentine yang dibelit ekor Phoenixnya. "Kewajibanku adalah melindungimu."

"Kau tidak memberi komando." Sekali lagi Svelatrix harus mengingatkan Quentine mengenai posisinya. Sebagai Rǜę yang mengikat kontrak dengannya, ia tidak memiliki kewajiban terhadap keselamatan Myristica. Pengecualian bisa terjadi bila Quentine memberi perintah.

Kegetiran menyusup dan menggayuti hati Quentine. Ia menampar wajahnya dan menyalahkan diri sendiri karena tidak sempat memerintah Svelatrix untuk menyelamatkan Myristica. "Turunkan aku, Svel. Aku harus mencarinya!" seru Quentine sambil menggeliat-geliat untuk membebaskan diri dari belitan ekor Svelatrix.

Akibat kepulan asap tebal nan pekat dari beberapa pohon yang terbakar, sangat sulit untuk melihat apa pun yang berada di permukaan tanah. Ditambah, dari tempat mereka mengudara segala sesuatu di bawah sana terlihat seperti sekumpulan titik dari kejauhan.

"Svel! Aku tahu kau mendengarku! Cepat turunkan aku!"

***

Sebongkah bola listrik yang jauh lebih besar dari serangan sebelumnya melesat dan menabrak sayap kiri Svelatrix hingga ia menjerit dan mengendurkan belitan pada Quentine. Keseimbangan terbang Svelatrix terganggu akibat terjangan yang tak terduga tersebut.

"Svelatrix ...!" Quentine merasa organ dalamnya seperti berebut keluar dari mulut, tapi jiwanya tersedot ke bawah karena terlepas dari belitan Svelatrix. Ia tengah meluncur bebas dari ketinggian berpuluh-puluh meter dari permukaan tanah.

Beruntung Svelatrix segera mendapatkan kemampuan terbangnya dan sigap menyambar tubuh tuannya. Bahu Quentine berada dalam cengkeraman kaki elang bercakar tajamnya. Meski sakit akibat cakar-cakar yang tertanam di bawah permukaan kulitnya, Quentine tidak terpikir untuk melancarkan protes. Kondisinya masih lebih baik daripada menjadi onggokan gumpalan daging tanpa bentuk di dasar hutan atau tertancap seperti satai pada batang pohon.

Lagi-lagi Cervius berperan menjadi penjahat dan menyentak lebih banyak bola listrik untuk mengganggu penerbangan Svelatrix. Quentine langsung sadar bila Rǜę Harpy miliknya kesulitan untuk terbang sekaligus menghindari serangan karena ukuran tubuh mereka yang hampir sama, lupa bila Svelatrix masih dalam kondisi tersegelnya.

"Svelatrix. Ga ... Ru...!" Quentine membuka segel pembatas Svelatrix.

Perlahan-lahan ukuran tubuh Svelatrix membesar hingga sepuluh kali. Satu hal yang aneh, bila segel pembatas energi Svelatrix dibuka, maka ia akan kembali ke wujud Animus Rǜę, seekor burung merah raksasa.

"Svel, saatnya pembalasan." Senyum miring Quentine mengembang, dan memanjat penuh semangat dan berpegangan erat pada kaki Svelatrix, seakan lupa dengan bahunya yang berdarah-darah. "Jangan sampai membunuhnya."

"Aku tidak bisa menjamin." Svelatrix termasuk dalam jajaran Rue pendendam, walau tidak separah Cervius. Ia akan akan membalas setiap perlakuan buruk terhadapnya. Hal pertama yang ingin dilakukan adalah mematahkan tanduk Cervius. "Tuan, naiklah ke tengkuk!"

"Bagaimana caranya, Svel?"

Selembar bulu burung raksasa melayang dan berhenti di samping Quentine. "Naiklah."

"Wow!" Quentine segera melompat dan duduk nyaman di atas 'karpet' bulu burung yang entah muncul dari mana.

Penerbangan Quentine tidak berlangsung lama. "Berpijaklah pada bulu putihku dan lakukan dengan cepat bila tidak ingin terbakar, Tuan."

Hawa panas seperti dalam ruang sauna merayapi kulit Quentine. "Svel, apa yang terjadi?"

Bwosh!

Ujung-ujung bulu-bulu merah Svelatrix perlahan menyala dan menyebar cepat. Tidak ingin hangus terpanggang, Quentine buru-buru melompat dari 'karpet' terbangnya dan memijak satu-satunya bulu berwarna putih di tengkuk Svelatrix.

Mengira telah aman, Quentine bersantai ria. Namun, kobaran api yang merambat naik ke punggung Svelatrix membuatnya panik. "Svel ... kenapa apinya ke sini ...?"

Svelatrix tidak menjawab.

"Svel? Svel ...! Jangan bercanda! Svel ...!" teriak Quentine hingga jakunnya terasa sakit. "Ini tidak lucu! Sama sekali tidak lucu!"

Tahu-tahu tubuh Quentine meluncur jatuh tertelan lingkaran merah yang terbuka di bawah kakinya. "Sveeel ...!"

Api yang merangkak cepat ke tengkuk Svelatrix sempat menjilat ujung rambut Quentine.

***

Api melintas cepat di atas kepala Quentine yang sibuk mematikan ujung rambutnya yang hangus terbakar. Embusan panasnya serasa membakar kulit. Namun, tidak ada yang terjadi, karena ia aman di balik tembok merah transparan.

"Ini di mana?" Quentine mengamati sekeliling. Ini kali pertama Quentine menunggangi Svelatrix dalam wujud burung api raksasa.

Sekelilingnya dipenuhi jilatan-jilatan api, tapi herannya sama sekali tidak panas. Tempat ia terjeblos tadi sekarang berfungsi sebagai atap transparan. "Tempat apa ini?"

"Bulu angsa ini pemberian dari Pixie Emas sewaktu aku memutuskan untuk menjadi Rǜę bagimu." Suara Svelatrix menggaung dalam kepala Quentine. Memang beginilah cara Rǜę berkomunikasi bila segel pembatas energi mereka dibuka.

Quentine merasa tubuhnya limbung ke kiri lalu bergoyang ke kanan, tak lama ia terlempar akibat guncangan yang terus berdatangan. "Apa yang terjadi? Kasihani tulang-tulang tua ini, Svel!" Sekali lagi tubuh Quentine terjungkal.

Tidak ada jawaban dari Svelatrix di kepala Quentine selain jeritan burung yang marah. "Kau masih sibuk dengannya, Svel?"

"Aku tidak mengerti, kenapa Cervius membesar?"

"Apa maksudmu?" balas Quentine melalui telepati.

"Ada yang membuka segelnya!"

"Myristica? Tidak mungkin istriku menginginkan kau dan Cervius bertarung!"

"Cervius ... tubuhnya tidak biru seperti biasanya."

"Benarkah?"

"Bila kau ingin melihatnya, teteskan darahmu di sulur emasku."

"Baiklah." Quentine celingak-celinguk mencari sulur emas yang dimaksud Svelatrix. "Tapi, di mana?"

Sulur berujung lima kuncup bulu emas yang penuh tebaran debu-debu berkilau tahu-tahu menjuntai di depan Quentine. "Apa ini?"

Kelima kuncup bulu perlahan mekar hingga menampakkan putik dan benang sarinya yang merah menyala. "Teteskan."

Quentine menggigit ujung jarinya dan meneteskan darahnya hingga seluruhnya tertampung di dasar kelopak bunga.

Kejadian berikutnya membuat Quentine serasa berada dalam film fiksi ilmiah tentang alien. Bagian mirip tumbuhan yang menguncup kembali sekarang sibuk meminum darahnya seperti gerakan orang menelan makanan? Sulur yang menelan darah? Bagian yang dilewati gumpalan darah Quentine berubah merah.

"Svel? Apa yang kau lakukan dengan darahku?"

Tubuh Quentine dibelit sulur yang baru saja meminum darahnya dan ditarik entah ke mana.

***

Sekali lagi Quentine berpindah tempat. Sekarang ia mengambang di suatu tempat berkabut merah. "Ini tempat apa, Svel?" tanya Quentine dalam kepalanya.

Tak lama kabut merah yang menyelubungi Quentine tersingkap dan ia terperenyak karena sepasang netranya membentur wujud yang dikenal dalam ukuran sangat besar. "Cervius? I-itu Cervius?"

"Ya."

"Tapi, sekeliling tubuhnya ... beraura hitam?"

"Sepertinya dia dikendalikan."

"Tapi, tidak mungkin oleh Myristica," tepis Quentine.

"Bukan. Aku bisa merasakan siapa pun yang mengendalikan, memiliki kekuatan yang setara denganmu. Atau mungkin-"

"Apa?"

"Melebihimu."

Cervius versi hitam mampu menciptakan awan tebal. Svelatrix melakukan manuver demi manuver untuk menghindari berondongan bola-bola listrik dari Rue yang lepas kendali, menjelaskan mengapa bola-bola listriknya juga bermuatan petir.

Setelah serangan bola petir berakhir, Svelatrix tidak sadar dirinya sudah terperangkap di dalam awan hitam yang dibuat oleh Cervius. Percikan-percikan petir bergantian menyambar, membuat Svelatrix kembali sibuk menghindar.

Quentine kembali dibuat seperti berada dalam bola plastik yang digulingkan dari puncak bukit menuruni lereng penuh hambatan. "Svel ...!" panggilnya, menahan gumpalan kemualan yang mengancam menyembur keluar dari mulut, "cepat bilang caranya keluar dari sini! Urgh ...."

"Tidak bisa, petir akan menyambarmu, Tuan."

"Tidak bisakah kau bergerak dengan elegan, Svel? Kau seperti seseorang yang menyetir truk dalam keadaan mabuk!"

"Bertahanlah." Svelatrix terus menghidari serangan-serangan petir yang mengincarnya.

***

Lompatan petir terakhir berhasil dihindari oleh Svelatrix. Tahu-tahu awan hitam di sekelilingnya menjadi sunyi.

"Sudah selesai? Aku ingin keluar." Quentine bertumpu di atas lutut dan tangannya hingga membentuk tulisan 'OTL'. Sungguh, meski sudah setua ini ia merasa menangis untuk melampiaskan rasa frustrasi tidak akan merugikan siapa pun.

"Aku harus memastikan keamananmu, Tuan."

Quentine sangat mengerti dengan ucapan Svelatrix. Bila ia tewas, hampir sama saja dengan menyegel nasib Svelatrix. Apalagi bila ia tidak berhasil melepas kontrak di antara mereka. Oleh karena itu, Svelatrix harus benar-benar melindungi tuannya.

Gemuruh guntur bertalu-talu dari balik awan hitam. Svelatrix berdiam diri sambil sesekali mengepakkan sayap. Ia mengamati, penuh kewaspadaan, untuk memperkirakan arah datangnya sambaran petir yang biasa datang setelah bahana guntur mereda.

Namun, tanpa diduga serangan petir justru datang dari berbagai arah di saat bersamaan, melumpuhkannya.

Jerit panjang Svelatrix membuat Quentine terlunjak sekaligus khawatir. Tubuhnya berputar-putar dalam ruang hampa raksasa. Ia tidak bisa melihat apa pun, sebab mata Svelatrix tertutup sewaktu ia tersengat listrik. "Svelatrix, apa yang terjadi? Bicaralah padaku!"

Merasa harus melakukan sesuatu, Quentine merentangkan tangannya dan berseru, "Ri ... Ga ...!"

Seperti yang terjadi sebelumnya, sekujur tubuh Quentine diliputi cahaya merah, semakin lama semakin terang. Aura merah ini kemudian mengalir dalam sebuah simbol yang muncul di hadapannya. Simbol yang sama dengan aksara yang ada di dahi Svelatrix. Benar, Quentine tengah memberikan semua energi kepada Svelatrix dengan harapan bisa membantunya.

Seketika mata Svelatrix terbuka, energi yang disalurkan Quentine menyadarkannya. "Apa yang kau lakukan?"

"Aku tidak akan mati semudah itu, Svel. Tenang saja." Quentine bahkan tidak yakin dengan apa yang baru saja terlontar dari mulutnya sendiri.

"Cukup! Jangan kau salurkan lagi!"

Quentine tidak mendengarkan permintaan Svelatrix dan terus menyalurkan energinya.

Api disekujur tubuh Svelatrix menyala, bahkan lebih besar. Seluruh tubuhnya bahkan terlindungi oleh lapisan merah seperti tameng. Sambaran peti demi petir dipantulkan kembali oleh tameng tersebut.

***

Svelatrix mengepakkan sayap untuk naik pada ketinggian tertentu lalu melipat sayapnya dan meluncur ke bawah dengan kecepatan tinggi dibantu dengan gaya gravitasi.

"Kita meluncur! Aku harap kau punya ide yang bagus, Svel!"

"Ya. Kaulah yang memberiku ide, Tuan." Svelatrix membiarkan Quentine membaca pikirannya.

"Kau penuh kontradiksi, Svel. Tadi kau memintaku jangan pernah mengulangi, tapi sekarang kau malah memintaku melakukan itu lagi?

Svelatrix menembus keluar dari sekumpulan awan hitam nan tebal. Lesatan Svelatrix dengan kecepatan luncurannya, melubangi dinding awan yang menghadangnya. Kawanan petir dan aliran listrik yang mengejar juga ikut melompat dari lubang tersebut. Tepat di bawah mereka ada Cervius.

Sepersekian detik sebelum menabrak Cervius, Svelatrix melakukan manuver berbelok tajam hingga sambaran petir dan listrik tersebut melaju lurus ke arah Cervius.

"Sekarang!" Api pada tiga ekor terpanjang Svelatrix berkobar-kobar seperti tali yang tersulut.

"Ga ... Ri ...!"

Tambahan aura merah tipis pada api di ekor Svelatrix menambah suhunya hingga berubah menjadi api biru keuguan. Tanpa sungkan, burung api kebanggaan Quentine membelit tanduk Cervius dan aliran panas mengalir tanpa bisa dibendung. Akibatnya, selubung aura hitam di tubuh Cervius terbakar dan menguap perlahan-lahan.

Sambaran petir menggerayangi Cervius tanpa ampun hingga melumpuhkannya. Pijaran biru dari seluruh tubuhnya menyeruak keluar, melenyapkan aura hitam di sekujur tubuh hingga raib tanpa bekas.

Svelatrix masih menyalurkan energi apinya tanpa memberi kesempatan bagi Cervius untuk melakukan serangan balasan.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro