Chapter 10.7 - Orflaith
"Ya. Sebenarnya kau perlu tahu asal-usul kita."
"Lanjut, Pops." Lysandra mengambil posisi paling santai karena menduga perbincangan mereka akan panjang.
"Baiklah. Seperti Vyraswulf, kita sendiri bukanlah ras Aether. Spesies kita berbeda."
"Aether adalah sebutan lain untuk manusia—betul?"
"Tepat sekali. Pada awal penciptaan kita bersanding dengan para Aingeru—spesies yang mengambil wujud manusia bersayap—lalu kemudian leluhur kita muncul dan berakar di bumi."
"Pops, bisa langsung ke intinya?" Pikiran Lysandra seperti meranggas sewaktu mendengar kata 'berakar'. Memangnya mereka tumbuhan?
"Bunda Orfhlaith, begitu Freynir menamai leluhur kita. Ia adalah Pohon Kehidupan."
"Pohon! Jadi, aku benar-benar tidak salah dengar tadi?" Lysandra tersedak.
"Ya. Freynir mendapatkan benih Pohon Kehidupan dari Kalbatama dan ditanam di pusat Dunia Tengah hingga berakar luas. Kau tahu, akar-akar Bunda Orflaith seperti jaringan syaraf yang membentuk otak kita. Bisa kau bayangkan bila akar-akarnya itu menyelimuti seluruh permukaan bumi?"
"Seperti gulungan tali berbentuk bola?" terka Lysandra, "Pops ingin bilang seluruh hutan di bumi ini tercipta dan terhubung dengan Pohon Kehidupan?"
"Tepat sekali! Keajaiban berikutnya sewaktu Bunda Orflaith berbunga."
Quentine menceritakan tentang Freynir yang menyentuh lima belas kuncup pertama dan memekarkannya. Dari bunga-bunga merah muda berkelopak lima tersebut keluar makhluk-makhluk seukuran jempol Aethra yang dikenal sebagai Pixie. Ras mungil nan mini tersebut berparas elok dan pintar serta memiliki usia yang sangat panjang. Tugas utama mereka sebagai perawat dan pelindung seluruh hutan yang ada.
"Kitalah bangsa Pixie itu." Pandangan Quentine yang menerawang dipenuhi kekaguman dan kebanggaan terhadap rasnya sendiri.
Lysandra melirik jempol sendiri dan seketika raut aneh menguasai wajah. "Pops ... tidak sedang bercanda, kan? Pixie—Kita, kita seukuran kecoa di kamar mandi?" tanyanya getir, sulit menerima kenyataan bila ia menyusut hingga seukuran jari terpendeknya.
Imajinasi liar Lysandra membawanya pada adegan tengah dikejar kecoa jantan yang berahi. "Jangan kejar aku! Pergi! Aku bukan kecoa betina ...!"
Jeritan jijik Lysandra hampir membuat telinga Quentine berdarah, lalu disusul suara berdebuk.
***
"Kau tidak apa-apa, Hazel?"
Lysandra—masih dalam posisi terjengkang di lantai—menengadah dan menyambut uluran tangan Quentine untuk membantunya duduk kembali. Sungguh, ia tidak bisa mengenyahkan rasa malu yang menggelitik sukma.
Beberapa kali Lysandra melirik Quentine yang sudah duduk kembali di seberang meja untuk memastikan Pops kesayangan tidak diam-diam menertawakannya. "Po—Pops tidak menganggap ini lucu, kan?"
"Tentu saja tidak lucu. Kenapa tiba-tiba kecoa masuk dalam perbincangan kita? Kau ingin bilang kecoa lebih penting hingga menyita seluruh pikiranmu, begitu?"
"Pops ... kalau ingin tertawa, lakukan. Instingku tidak bisa ditipu. Aku tahu kau sedah berusaha untuk tidak meledak saat ini—" Lysandra berdiri dan membuka kulkas, mencari apa pun yang bisa dikunyah.
Berhubung hanya ada setengah lemon yang sudah terpotong, Lysandra langsung menyambar dan menggigitnya. Cukup dua kunyahan semburan asam dan pahit dari bulir-bulir dan kulit lemon menyerang ganas. Namun, kedongkolan Lysandra mengalahkan segalanya. Sembari membanting diri di permukaan kursi meja makan, ia berkata, "Bahu yang berguncang lebih jujur daripada muka serius, Pops."
"Sudah merajuknya?"
"Belum." Lysandra menyambar gelas susu dan mereguk habis isinya untuk membantu melawan campuran asam dan pahit yang berhasil menduduki benteng pertahanan bernama mulut yang telah mengibarkan bendera putih.
"Pelan-pelan, nanti tersedak."
"Pops, bukankah sudah kuberi izin untuk tertawa?"
"Ha~h ... Hazel Lysandra Zeafer, kau pria tua ini tega tertawa sepuas hati melihatmu merajuk seperti itu? Lagipula, sejak kapan aku butuh izin untuk tertawa?"
"Ugh." Lysandra meremas kuat-kuat gelas di tangannya.
Ia tahu tidak perlu merasa terganggu dengan reaksi Quentine sewaktu ia terjengkang bersama kursinya karena kecoa imajinasi. Dilihat dari sudut mana pun, akibat kepanikannya tadi memang lucu sekaligus konyol dan layak untuk ditertawakan.
Namun, Lysandra tidak suka menanggung sensasi malu yang sempat ingin mengusir rohnya lepas dari tubuh. "Aku ... memang menyedihkan ...."
Lysandra menyandarkan dagu di atas meja sambil menghela napas dan mengembus malas. Ditundukkan emosi diri sendiri memang menyedihkan. Jelas ia masih jauh untuk mendapatkan status dewasa.
***
"Tidurlah. Kena skors tidak menjadi alasan kau bergadang." Quenting tengah mencuci semua piring dan gelas kotor.
Lysandra membaringkan kepala di atas meja. Ujung jarinya sibuk membuat lingkaran-lingkaran spiral. "Bagaimana aku bisa tidur bila makin banyak teka-teki berdatangan, Pops."
"Hazel."
"Ya?"
"Waspadalah sewaktu Lolongan Purnama."
"Lolongan Purnama? Apa itu Lolongan Purnama?" Lysandra meneleng ke arah Quentine, pipinya masih malas berpisah dari permukaan keras meja makan.
"Kau tahu apa yang akan terjadi pada para werewolf sewaktu bulan purnama?"
"Werewolf? Oh, makhluk yang ada di film? Tahu, mereka berubah menjadi monster serigala sambil melolong, kan?" urai Lysandra sambil memelintir ujung rambutnya sendiri.
"Benar. Di saat inilah insting binatang mereka menguat dan kontrol pikiran terhadap tubuh mereka melemah."
"Kenapa tiba-tiba werewolf masuk dalam bahasan, Pops?"
"Vyraswulf. Apa lagi?"
"Eh? Maksud Pops, werewolf itu rip-off dari Vyraswulf begitu?"
"Ya, karakteristik mereka hampir sama."
"Benarkah?" Lysandra segera memperbaiki posisi duduk dan memasang telinga terhadap informasi yang akan dimuntahkan Quentine yang sedang mengeringkan tangan. Ia sangat ingin melihat wujud Schifar yang sesungguhnya bila purnama muncul.
Sejak mengantarnya pulang, praktis Lysandra kontak dengan Schifar. Menurut Excelsis hari ini pun sosok tiang listrik itu tidak muncul di kelas, semua pesan yang terkirim tak ada satu pun yang diperiksa.
Hatinya bertanya-tanya tentang apa yang tengah dikerjakan Schifar kali ini. Memburu Black Vyraswulf atau mencari pasangan? Menurut salah satu film tentang werewolf yang pernah ditonton, siklus berkembang biak mereka dimulai dari mencari pasangan dan kawin untuk menghasilkan keturunan. Versi yang ini tidak menggunakan metode menggigit seseorang untuk mengubah mereka menjadi werewolf baru. Namun, apakah para Vyraswulf juga begitu? Seliar itukah mereka? Tingkat intelegensia mereka telah melampuai binatang, bukan?
Mendadak wajah Lysandra berubah masam.
"Apa yang kau pikirkan?" Quentine tahu putrinya tidak puas akan sesuatu.
"Bagaimana cara mereka berkembang biak?"
"Mencari pasangan dan kawin."
"Seliar itu!" Lysandra membelalak, tertelan imajinasi hasil ciptaannya sendiri.
"Heh? Apa yang ada di kepalamu, Nona Muda? Buang jauh-jauh pikiran mereka akan mengawini setiap betina yang mereka temukan—tidak seperti itu. Ditambah menemukan seorang Virwulf bukanlah hal yang mudah, mereka berada di ambang kepunahan."
"Virwulf?"
"Sebutan untuk Vyraswulf perempuan, yang laki-laki disebut Vargulf."
"Oh. Kenapa mereka nyaris punah?"
"Perang Besar beberapa abad lalu dan perburuan besar-besaran yang terus berlangsung hingga sekarang. Konon dari internal mereka sendiri juga tengah melakukan pemurnian dengan menghabisi keturunan hasil perkawinan campur antar ras."
"Kenapa?"
"Karena darah Aether mereka. Dibandingkan perkawinan dengan ras lain, mereka yang dianggap paling lemah, tidak berguna, produk cacat. Kau tahu Hazel, sedikit yang bisa menyangkal perasaan cinta yang telah berkobar. Jadi, meski ada aturan dengan maut sebagai taruhan—tetap saja banyak yang melanggar aturan tersebut."
"Sebelum Perang Besar Kedua, hampir mustahil menemukan Vyraswulf murni. Ditambah perlakuan buruk dari kaum campuran ini, mereka memutuskan untuk berpihak dan melayani pihak lawan—membuat mereka kalah secara memalukan."
"Kenapa aku tidak pernah mendengar kisah seperti ini bila semuanya memang benar-benar pernah ada dan terjadi?"
"Pernah dengar istilah 'pemenang menentukan dan menulis sendiri sejarahnya'?"
"Yang menang adalah pihak ... Aether?"
"Tentu saja tidak, mereka hanya menjadi alat dari pihak pemenang sebenarnya. Kau tahu bila dua gajah bertarung apa yang akan terjadi pada sekumpulan semut, bukan?"
Lysandra mengangguk mantap. Tanpa mencoba membayangkan pun, ia sudah tahu takdir tragis yang menimpa para semut malang tersebut.
Para Aether adalah sekumpulan semut. Jadi, mereka tidak mempunyai pilihan selain menggantungkan hidup para pihak yang lebih kuat. Jelas, semua pasti ada harganya. Para Aether memang menerima perlindungan, tapi selebihnya mereka hanyalah budak yang mengemban tugas yang diberikan sang majikan. Mengaburkan sejarah dan menghapus keberadaan ras-ras lain dengan mengubah mereka menjadi penghuni kisah-kisah fiksi adalah satu dari deretan panjang tugas lain.
"Lalu apa pencetus Perang Besar tersebut, Pops?"
"Macam-macam motif. Kekuasaan, superioritas ras ... ideologi termasuk di dalamnya."
Lysandra memandangi meja dan sibuk menghitung lapisan kambiumnya. Meski sudah mendapatkan jumlah dan mengagumi betapa tuanya potongan kayu yang telah berubah fungsi menjadi perabotan rumah mereka, ia tetap tidak puas.
Nona kecil Quentine terperangkap dalam lapisan kambium dalam kepalanya, tidak bisa menemukan jalan keluar dari pertanyaan yang tiba-tiba mengusik, meski sudah mencoba memainkan nalar.
"Kau ingin tahu kenapa ras inferior seperti Aether bisa selamat dari kepunahan dan masih ada hingga sekarang, bukan?" tebak Quentine.
Lysandra mendongak, kagum dengan ketanggapan Quentine.
"Sebenarnya tidak semudah itu menemukan jawabannya. Berkat Kalbatama adalah kuncinya."
"Apa itu Berkat Kalbatama?"
"Tidak tahu. Konon dari semua ciptaan, hanya Aether yang mendapat keistimewaan ini. Mengenai bentuk atau fungsinya ... tidak ada yang tahu—misteri. Menurut suatu nubuat, siapa pun yang berhasil menemukan Berkat Kalbatama, seluruh keinginannya akan terwujud."
Bel kenyataan berdentang keras, menyadarkan Lysandra bahwa tidak semudah itu menemukan jawaban dari jaring-jaring pertanyaan yang muncul. Untuk saat ini, tidak ada yang bisa dilakukan selain mengembuskan napas panjang dan berhenti membuat pertanyaan baru dalam kepala bila tidak ingin membuat otaknya mengalami kelebihan beban.
Quentine bisa mengerti ketidakpuasaan Lysandra atas jawabannya karena sampai sekarang pun ia masih berusaha memecahkan misteri yang membaut Izaruel memberontak terhadap Langit Atas, pemicu awal dari rantai tragedi yang terus bergulir hingga masa ini di Dunia Tengah. Satu-satunya petunjuk yang didapat hanyalah dua kata 'Berkat Kalbatama' dari Bunda Orflaith sebelum layu dan menjadi butiran-butiran debu yang tertiup angin.
Harapan tinggal harapan dan semuanya pu pus setelah dua sosok penting pembawa benih Itzal dan Argeliora—Ludondilv dan Nerfenaliv—yang dapat mengembalikan Bunda Orflaith ke Dunia Tengah juga menghilang dalam 'Peristiwa Besar Yang Melahirkan Samudera'—suatu bencana yang bukan hanya mengubah fisik permukaan Dunia Tengah yang disebut Bumi oleh para Aethra, tapi juga segala aspek yang ada.
Krisis pertama Dunia Tengah dimulai dari bencana besar yang membuat daratan tercerai-berai dan terpisah oleh perairan sejauh ratusan mil satu sama lain. Yang tidak bisa beradaptasi perlahan akan menyusut dan punah.
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro